Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

ICW: Ada 5 Modus Korupsi di Lapas
Oleh : Tunggul Naibaho
Selasa | 04-01-2011 | 18:48 WIB
sel_mewah.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Contoh sel mewah dalam Lapas Pondok Bambu yang didiami terpidana mati Jet Li alias Cece, isteri dari bandar narkoba Liem Piek Kiong alias Monas

Jakarta, batamtoday - Berkaitan dengan temuan soal Joki narapidana,ada 5 modus korupsi di penjara berdasarkan riset ICW tahun 2001 dan pemantauan yang dilakukan ICW selama ini. Joki atau stuntman merupakan salah satu modusnya. Demikian pemaparan salah seorang pentolan ICW, Emerson Yuntho, Selasa (4/1) melalui surat elektronik, siang tadi.

Pertama, pemberian perlakukan dan fasilitas khusus selama dalam tahanan. Dengan membayar sejumlah uang, seorang napi dapat memperoleh perlakukan atau fasilitas yang berbeda dengan napi yang lain. Napi bisa memilih ingin ditempatkan di penjara yang disukainya. Napi juga dapat meminta fasilitas khusus misalnya saja sel tersendiri yang terpisah dengan napi lain, mendapatkan makan dan minuman yang bergizi, peralatan elektronik, hiburan dan sebagainya. Jika disepakati bahkan ruangan sel juga dapat disulap menjadi kantor sementara dari napi yang notabene juga seorang pengusaha.

Kedua, pemberian izin keluar dari penjara. Napi pada dasarnya memiliki hak keluar dari penjara, misalnya untuk berobat atau cuti mengunjungi keluarga. Namun prosedurnya harus ada izin yang diberikan oleh Kepala Lapas dan Kakanwil Departemen Hukum dan HAM. Namun hak-hak tersebut seringkali disimpangi. Mungkin kita masih ingat kasus tertangkapnya Ramadhan Rizal, terpidana korupsi dalam pesta narkoba di sebuah hotel di kawasan Cikini, Jakarta Pusat pada 27 Agustus 2006 lalu. Padahal seharusnya, mantan Panitera PT DKI itu mejalani hukuman di Lapas Cipinang. Modusnya dengan beralasan sakit dia menjalani perawatan di RSPAD Gatot Subroto.

Kasus serupa dapat dilihat terhadap Corby, napi dalam kasus narkotika  asal Australia yang diberitakan keluar dari LP Krobokan untuk jalan-jalan. Modus yang dipakai sangat klasik, yaitu beralasan sakit yang menurut dokter dikatakan depresi. Dengan alasan itu, Corby bisa menikmati fasilitas mewah rawat inap di RS Sanglah dengan biaya kamar Rp 1,2 juta per malam plus jalan-jalan.

Ketiga, pemberian pengurangan hukuman (remisi). Salah satu jalan cepat yang dapat digunakan oleh napi agar segera menghirup udara bebas adalah melalui pemberian remisi. Remisi merupakan salah satu hak narapidana sebagaimana diatur dalam UU Pemasyarakatan. Jika seorang napi berkelakukan baik selama dipenjara maka yang bersangkutan dapat diberikan remisi.

Pemberian remisi sangat tergantung dari penilaian subyektif kalangan petugas atau kepala penjara. Hal ini menjadi sangat rentan disalahgunakan dan menjadi komoditas antara oknum petugas dengan napi yang berduit. Berkelakuan baik diterjemahkan sebagai ”tindakan napi memperlakukan petugas dengan baik” misalnya memberikan sejumlah uang atau barang. Akibatnya sering terjadi ketimpangan jumlah remisi antara satu napi dengan napi lainnya. Napi yang berduit umumnya memiliki remisi yang lebih banyak daripada napi dari golongan miskin.

Keempat, Pungutan untuk tamu atau pengunjung. Ketika ada keluarga atau tamu ingin mengunjugi napi dipenjara ternyata ada pungutan ‘tidak resmi’  yang seolah-olah telah terstandarisasi. Untuk sekali kunjugan, tamu yang akan mengunjungi sanak saudaranya dalam penjara dikenakan biaya antara Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu rupiah.  Petugas  maupun napi binaan juga sering mengutip uang terutama bagi mereka yang diketahui telah menerima sejumlah uang dari sanak saudaranya. Tamu juga dapat mengunjungi napi di kamar penjara dan tanpa terikat jam kunjungan, dengan membayar sejumlah uang suap yang lebih besar.

Kelima, pengunaan narapidana pengganti (stuntman) atau joki narapidana untuk menjalani hukuman. Kalau negosiasi sejak penyidikan lancar,  terdakwa tidak hanya absen dari sidang di pengadilan. Bahkan tempatnya di penjara jika dihukum juga bisa digantikan oleh orang lain atau stuntman. Tentu saja, sang stuntman telah mengubah identitas sehingga secara formal identitasnya sama dengan terdakwa. Napi yang asli cukup membayar bulanan dan menjamin kebutuhan stuntman selama dipenjara.

Keterbatasan, ketidaknyamanan, dan lemahnya pengawasan serta rendahnya kesejahteraan para petugas lapas dan integritas yang buruk dinilai menjadi faktor pendorong masih maraknya korupsi di penjara hingga saat ini. Akibat praktek korupsi, istilah penjara sebagai Hotel Prodeo (gratis) sudah tidak tepat dalam kondisi saat ini. Karena tidak ada yang gratis selama dipenjara dan muncul adagium “sepanjang ada uang semuanya bisa diatur”.