Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Wanita Kreatif Pencipta Bahan Bakar Alternatif
Oleh : Roni Ginting/Dodo
Kamis | 27-10-2011 | 14:53 WIB

BATAM, batamtoday - Panas menyengat begitu cepat berubah menjadi mendung tebal yang menggantung di atas langit Sekupang. Sesekali terdengar guntur menggelegar, namun suara orkestra angkasa itu tak menyurutkan semangat tiga perempuan yang sedang duduk di sisi onggokan tempurung kelapa.

Itulah gambaran Andini, Lusi dan Siti yang tengah melakukan aktivitas membersihkan sabut dari tempurung kelapa untuk dijadikan arang yang kemudian diekspor ke berbagai negara.

Pekerjaan yang dilakukan oleh tiga perempuan ini, belum tentu mau dilakukan oleh perempuan lainnya lantaran yang digelutinya adalah barang-barang yang kotor dan dianggap sebagai sampah oleh sebagian orang lainnya.

"Kami bekerja dari pagi hingga sore," kata Andini, warga sebuah permukiman liar di dekat Kawasan Industri Sekupang yang melengkapi dirinya dengan sarung tangan saat membersihkan sabut kelapa, Kamis (27/10/2011).

Bersama dua perempuan lainnya, Andini menyebutkan dirinya hanya dibayar Rp100 ribu untuk membersihkan sabut kelapa sebanyak satu truk berukuran sedang yang biasa ditampung di lahan pembakaran tempurung kelapa.

Untuk membersihkan sabut dari tempurung kelapa sebanyak itu, lanjut Andini, dibutuhkan waktu sekitar empat hingga lima hari jika lancar. Namun bila hujan mengguyur, maka aktivitas pembersihan itu dihentikan dan menunggu hujan reda.

"Dalam sebulan penghasilan yang kami dapat sekitar Rp300 ribu hingga Rp400 ribu," tambahnya.

Andini mengatakan dirinya sangat senang apabila satu truk tempurung kelapa dapat dia bersihkan dengan singkat. Menurutnya, pembakar tempurung juga senang lantaran barang tersebut lekas dapat diolah menjadi arang.

Sementara itu, Lusi mengungkapkan pekerjaan ini dia lakoni untuk meringankan beban suaminya yang bekerja sebagai tukang ojek. Dia juga tidak merasa malu meski harus menjalankan pekerjaan kasar yang tak semua perempuan mau mengerjakannya.

Selain membersihkan sabut, Lusi menyebutkan dia juga membersihkan sisa-sisa kelapa yang masih menempel di tempurung. Meski bau, sisa-sisa kelapa itu dia kumpulkan bersama rekannya dan kemudian dijual ke penampung untuk dijadikan kopra dengan harga Rp500 per kilogramnya.

Sementara itu, saat ditanya dikemanakan tempurung kelapa itu jika sudah menjadi arang? Lusi dan rekannya hanya menggelengkan kepala sebagai tanda tak tahu.

"Tanyakan saja langsung ke pak Ahong," kata Lusi yang menyebut nama bos pembakaran arang tersebut.

Namun saat batamtoday mencoba menjumpai Ahong, sang bos pembakaran arang, yang bersangkutan sedang tak berada di tempat.

Informasi yang didapat batamtoday, tempurung kelapa yang sudah menjadi arang itu menjadi sebuah komoditas ekspor yang menjanjikan. Barang yang awalnya tak berharga itu, menjadi sebuah komoditas bernilai tinggi yang mampu pasar internasional seperti Jepang, Korea Selatan, Perancis, Belgia, Belanda, Inggris, Austria, Italia, Jerman, Swedia, dan Denmark dengan nominal mencapai jutaan dollar Amerika Serikat per tahunnya.

Memang, jika dilihat dari aktivitas Andini, Lusi dan Siti yang membersihkan tempurung kelapa itu sangat sederhana. Namun tanpa disadari, dari tangan kreatif wanita-wanita ini telah mampu memberikan sumbangsih nyata bagi perekonomian nasional sekaligus membuka mata bahwa masih ada bahan bakar alternatif yang dapat digunakan sekaligus ramah lingkungan yang tercipta dari tangan mereka.