Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menyibak Tabir "Orang Pintar" Masuk ISIS...
Oleh : Redaksi
Sabtu | 28-01-2017 | 18:26 WIB
ISIS.jpg Honda-Batam

Tentara Irak memperlihatkan bendera ISIS yang diperoleh setelah mereka merebut pertahanan ISIS di sebuah desa di sisi timur kota Mosul. (Sumber foto: AFP)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Fenomena "orang pintar" masuk ISIS makin bertambah di Indonesia.

Setelah Dwi Djoko Wiwoho, mantan Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Badan Pengusahaan (BP) Batam, menyatakan diri bergabung dengan ISIS pada Agustus 2015 lalu, tahun 2017 terulang peristiwa serupa.

Mantan Kepala Subdirektorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Non Sumber Daya Alam Kementerian Keuangan bernama Triyono Utomo Abdul Sakti juga melakukan hal sama.

Peneliti terorisme dari the Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai, fenomena ini patut diselisik. Apa penyebabnya? Apa efeknya? Dan bagaimana pencegahannya?

Harits mengatakan, fenomena ini mematahkan persepsi sebelumnya di mana paham radikalisme cenderung menyasar masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah.

"Yang selama ini dibangun opini, pindah ke Suriah karena faktor ekonomi. Padahal ternyata tidak demikian kan," ujar Harits, Sabtu (28/1/2017).

Pada akhirnya, faktor keyakinan atau kesamaan ideologi yang membuat seseorang, dari kelas ekonomi manapun di masyarakat, untuk pindah ke Suriah dan bergabung ISIS.

Bahkan, orang dari kelas atas yang bergabung ke ISIS bisa jadi lebih militan dari kelas ekonomi lainnya. Mereka rela menjual seluruh aset untuk hijrah.

"Prinsipnya pengikut ISIS ini, yang penting mereka sudah ikhtiar untuk hijrah. Itu adalah manifestasi keyakinan yang mereka pegang," ujar Harits.

"Soal kemudian mereka tersandung di tengah jalan kemudian gagal, itu bukan masalah. Bagi mereka mencoba sudah cukup," lanjut dia.

Atas argumentasi itu, Harits menegaskan bahwa iming-iming kehidupan ekonomi di ISIS yang sering dimunculkan pada dasarnya tidak tepat.

Karena, tidak seluruhnya orang yang hijrah ke Suriah benar-benar mendapatkan kesejahteraan ekonomi yang baik.

"Ketika mereka berhasil bermukim di ISIS kemudian kondisi ekonomi mereka dalam tingkat manapun, itu hanya dipandang sebagai konsekuensi logis dari pilihan mereka," ujar Harits.

Malahan tak jarang orang yang hijrah ke ISIS menghabiskan hartanya di tengah jalan. Sebab, tidak mudah masuk ke wilayah ISIS.

Mereka mesti tertahan di safe house sekitar Suriah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Namun, dengan berhasilnya ideologi ISIS merasuki nalar dan akal orang-orang kelas atas, Harits memandang tidak ada perubahan pola rekrutmen dari kelompok radikal.

"Penyebaran ideologi ini random. Bisa menyasar siapa saja. Bisa dari kalangan sipil sampai polisi, PNS dan berbagai macam latar belakang pekerjaan lain," ujar Harits.

Peran media sosial dinilai tetap menjadi medium yang paling ampuh dalam penyebaran paham radikalisme itu.

Tidak adanya perubahan pola rekrutmen ini menyanggah pernyataan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rikwanto yang mengatakan, perekrut WNI untuk bergabung ke ISIS sudah merambah ke tingkat yang lebih tinggi.

Expand