Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPPU Khawatir Pengadaan Barang dan Jasa Dimonopoli Holding BUMN
Oleh : Redaksi
Sabtu | 28-01-2017 | 13:50 WIB
KPPU-Kepri1.jpg Honda-Batam

Kantor KPPU Kepri. (Foto: Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mewaspadai dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah pasca penggabungan beberapa BUMN ke dalam satu induk usaha (holding).

 

Pasalnya, semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula kapabilitas yang dihasilkan jika dibandingkan badan usaha lain yang skalanya lebih kecil.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, posisi itu semakin diperkuat dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang kini menggunakan e-katalog yang disediakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Menurutnya, barang-barang di e-katalog ini akan lebih diminati jika harganya murah.

Padahal tingkat efisiensi setiap badan usaha berbeda-beda, di mana efisiensi yang dihasilkan gerombolan BUMN tentu berbeda dengan badan usaha swasta maupun koperasi.

Dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, menurutnya tak hanya faktor efisiensi saja yang diperhatikan. Namun, asas keadilan dan persaingan bisnis yang baik juga perlu dicermati.

Menurut Syarkawi, saat ini BUMN sudah terlalu dominan dan menutup pelaku swasta masuk ke pekerjaan, termasuk pengadaan barang jasa pemerintah.

“Memang, efisiensi ini merupakan inti dari persaingan. Tapi akibatnya, ini menciptakan ketimpangan yang besar antara pemain besar dan yang lebih lemah," jelas Syarkawi di kantornya, Jumat (27/1).

KPPU sendiri tengah menggiatkan pengadaan barang dan jasa dengan skema subkontrak agar badan usaha swasta skala kecil dan koperasi bisa ikut serta di dalam pengadaan barang dan jasa.

Dalam skema ini, badan usaha pemenang pengadaan barang dan jasa, termasuk holding BUMN, bisa melelang pengerjaan beberapa bagian dari barang dan jasa yang akan disediakan ke pemerintah ke badan usaha swasta.

Contohnya, jika sebuah BUMN memenangkan pengadaan konstruksi, maka BUMN tersebut bisa melelang beberapa pengerjaannya ke badan usaha skala kecil atau koperasi.

"Namun, tentu saja pelaksanaan lelang ini harus dijalankan sesuai standar yang diberikan oleh pemenang pengadaan barang dan jasa. Agar semuanya sama-sama untung," terangnya.

Ia juga berharap, skema seperti ini juga bisa diterapkan di beberapa proyek yang dikerjakan oleh BUMN itu sendiri. Pasalnya, ia menganggap jika sinergi BUMN yang selama ini digaungkan bisa mengikis peluang masuknya badan usaha swasta ke proyek besar. Sehingga, persaingan usaha di dalam pengadaan barang dan jasa di proyek-proyek BUMN pun semakin sempit.

Apalagi menurutnya, BUMN juga terkadang membentuk anak atau cucu usaha sendiri demi mengakomodasi pengadaan barang dan jasa proyek.

"Sinergi atau holding BUMN ini seolah-olah membatasi kompetisi," jelas Syarkawi

Sebagai informasi, pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas sebagai dasar pembentukan holding BUMN.

Meski demikian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menganggap masih ada masalah terkait beberapa operasional, termasuk pengadaan barang dan jasa, yang dialami beberapa BUMN. Di dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS) 2016, BPK menemukan adanya 50 permasalahan utama terkait operasional BUMN yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha