Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Fatwa MUI Sumber Masalah, Itu Tuduhan Sesat
Oleh : Irawan
Rabu | 18-01-2017 | 18:14 WIB
Aboebakar_Alhabsyi.jpg Honda-Batam

Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsyi dari FPKS

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsyi dari FPKS mengatakan, adanya tuduhan bahwa fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai penyebab keresahan dan anti kebhinekaan akhir-akhir ini merupakan tuduhan sesat.

"Saya rasa jika ada kesimpulan yang menyatakan bahwa fatwa ulama menjadi penyebab keresahan dan anti kebhinekaan, ini adalah logika sesat," kata Aboebakar Alhabsyi dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (18/1/2017).

Ia meminta semua pihak menengok sejarah fatwa jihad atau resolusi jihad yang disampaikan KH Hasym Asyari mengobarkan perlawanan Arek Suroboyo terhadap penjajah.

"Bila tidak ada fatwa jihad tersebut, tidak ada hari pahlawan, dan kita tidak tahu apakah republik ini masih ada," katanya.

Jika yang dimaksud fatwa meresahkan adalah fatwa dari MUI, maka coba dilihat juga bahwa fatwa MUI sudah berjalan selama 40 tahun.

"Selama ini sudah ada 5 presiden yang berganti, dan tidak ada yang mengeluhkan fatwa MUI. Malah Fatwa MUI banyak dijadikan rujukan pembangunan nasional, misalkan saja dibidang perbankan, zakat hingga wakaf," katanya.

Karena itu, jika yang dikeluhkan adalah pergerakan massa setelah ada fatwa penistaan, juga tengok sejarahnya.

Hal itu juga dilakukan HOS Tjokroaminoto yang mengajak rakyat Indonesia untuk menghadiri rapat besar di Kebun Raya Surabaya, pada 6 Februari 1918 lantaran penistaan yang dilakukan Djojodikoro terhadap Nabi Muhammad dalam Harian Djawi Hisworo.

Oleh sebab itu, pergerakan oleh rakyat seperti ini bukan pertama kalinya.

"Perlu dipahami, fatwa ulama adalah penterjemahan aturan hukum agama dalam konteks lokalitas dan kekinian. Hal itu memang sangat dibutuhkan agar ummat dapat memahami aturan hukum agama dengan baik dan benar sesuai dengan perkembangannya," tegas Aboebakar.

Anggota Komisi III DPR yang membidangi Hukum dan HAM ini menilai tentunya sudah menjadi kewajiban bagi ulama untuk menjaga umatya agar selalu dalam rel ajaran agama yang benar.

Editor: Dardani