Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Megawati Dinilai Telah Melakukan Penistaan terhadap Umat Islam
Oleh : Irawan
Kamis | 12-01-2017 | 19:26 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pidato Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri pada perayaan HUT ke- 44 PDIP beberapa waktu lalu, dinilai telah menghina semua hal yang terkait dengan Islam. Ucapan yang keluar dari mulut Presiden RI keempat itu diduga merupakan penistaan yang sangat menusuk iman umat Islam.

Politisi dari Partai Gerindra, Raden Muhammad Syafii pun meminta Megawati untuk mempertanggungjawabkan isi pidaotonya itu.

"Isi pidato Megawati kemarin, telah menghina Allah, Al Quran, Nabi Muhammad dan umat Islam," kata Syafii kepada wartawan di Gedung DPR RI, Kamis (12/1/2017).

Pidato Megawati, tambah pria yang akrab disapa Romo Syafii itu, terutama yang dia katakan bahwa firman Allah itu adalah ramalan, sebuah penistaan yang sangat menusuk akidah umat Islam dan harus dipertanggungjawabkan.

"Megawati telah menghina iman Islam karena salah satu bunyi rukun iman percaya pada hari akhir dan kalau tidak percaya hari akhir maka dia bukan islam," ujarnya.

Firman Allah mengenai akhirat dan sebagainya menurut anggota Komisi III DPR RI ini adalah berita dari Allah dan bukanlah sebuah ramalan seperti yang dikatakan Megawati. Karena itu, kalau memang Megawati tidak percaya maka lebih baik diam dan tidak usah menghasut umat untuk ikut tidak percaya pada keyakinannya.

"Kalau dia tidak percaya tidak perlu juga diomongkan seperti itu, yah diam-diam saja. Indonesia bisa rukun dan damai karena mayoritas bangsa Indonesia percaya pada Allah, apa dia tidak sadar?" tambahnya.

Namun, dirinya yakin bahwa pidato tersebut bukan ditulis langsung oleh Megawati. Tapi menurutnya baik Megawati maupun penulis pidato itu jelas tidak memiliki pemahaman yang baik tentang apa yang diucapkan dan yang dituliskannya.

"Megawati sebagai pembaca pidato yang dibuat orang lain itu saya yakin sama-sama tidak memahami dan memiliki pengetahuan agama yang cukup baik sehingga bisa berbicara dan menulis pidato yang demikian menyakitkan umat Islam," imbuhnya lagi.

Mereka menurut Romo tidak memahami kultur dan semangat religiusitas di Indonesia. Kehidupan beragama di Indonesia selama ini sudah berjalan dengan baik, kerukunan umat beragama juga sudah terawat dengan baik dan tentu ini karena dipelihara oleh masing-masing pemeluk agama, terutama yang paling menentukan adalah sikap dari mayoritas pemeluk Islam yang sangat toleran.

"Karena itu kalau berbicara hendaknya disesuaikan dengan kapasitas. Jika akhirat dikatakan ramalan, jelas mereka tidak memahami itu. Sikap seperti ini bisa mengobok-obok kerukunan," tambahnya.

Karena itu, Romo menghimbau kepada semua pemimpin yang ada di republik untuk berbicara sesuai kapasitas dan menjaga persatuan dan kesatuan merawat kerukunan umat beragama. Jangan sekali-sekali berbicara rasis baik untuk bangsa sendiri maupun bangsa lain di dunia serta menjaga sopan santun tata budaya bangsa.

Dia sepakat bahwa bangsa Indonesia memang tidak perlu menjadi seperti bangsa lain, tapi perlu dipahami bahwa dalam ibadah-ibadah Islam itu banyak yang menggunakan bahasa Arab. Ini menurut Romo bukan berarti bangsa ini menjadi seperti bangsa Arab.

"Selain itu, sangat tidak layak kalau kita mendeskreditkan bangsa lain hanya karena persoalan agamanya," ujar Pria yang dikenal dengan doanya yang menggemparkan dalam sidang Istimewa DPR beberapa waktu lalu.

Berikut Cuplikan Pidato Megawati :
Dalam pidatonya Megawati mengatakan, pada penghujung 2016 lalu, Pancasila mendapatkan ujian terhadap idiologi yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa

"Apa yang terjadi di penghujung di tahun 2016 dimaknai sebagai cambuk yang mengingatkan kita terhadap pentingnya Pancasila untuk mendeteksi segala likus tameng proteksi terhadap tendensi hidupnya idiologi tertutup yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa," kata Megawati, Selasa (10/1/2017)

Menurutnya, Idiologi tertutup tersebut bersifat dogmatis. Ia tidak berasal dari cita-citanya yang hidup di dalam masyarakat. Idiologi tertutup tersebut hanya muncul dari suatu kelompok tertentu yg dipaksakan diterima oleh masyarakat.

Mereka, kata Megawati, memaksakan kehendak sendiri, tidak ada dialog apalagi demokrasi. Apa yang mereka lakukan hanyalah kepatuhan yang lahir dari watak kekuasaan totaliter dan dijalankan dengan totaliter pula. Bagi mereka teror dan propaganda adalah jalan kunci tercapainya kekuasaan.

Syarat mutlak kehidupan idiologi tertutup, lanjutnya, adalah lahirnya aturan-aturan hingga dilarangnya pemikiran kritis. Mereka menghendaki keseragaman dalam berdikir dan bertindak dengan memaksakan kehendaknya. Oleh karenanya pemahaman terhadap terhadap agama dan keyakinan sebagai bentuk kesosialan pun dihancurkan bahkan kalau bisa dimusnahkan.

"Selain itu demokrasi dan keberagaman, dalam idiologi tertutup tidak ditolerir. Karena kepatuhan total masyarakat jadi tujuan. Tidak hanya itu, mereka benar2 anti kebhinekaan kita," katanya.

Hal Itulah yangg muncul dengan berbagai persoalan SARA akhir-akhir ini. Di sis lain, para memimpin yang menganut idiologi tertutup pun memposisikan diri mereka sebagai "Self Fulfilling Prophecies ( PARA PERAMAL MASA DEPAN )".
"Mereka dengan fasih meramalkan yang akan terjadi di masa datang termasuk dalam kehidupan setelah fana (AKHERAT). Padahal notabena mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya. Apa yang disampaikan di atas idiologi tertutup jelas BERTENTANGAN dengan Pancasila," ujar Megawati dalam pidato tersebut yang berdurasi cukup panjang.

Pada bagian lain pidato itu juga Megawati mengutip statement Soekarno, bahwa jika jadi Orang Hindu jangan jadi Orang India, jika jadi Orang Kristen jangan jadi Orang Yahudi dan jika jadi Islam jangan jadi Orang Arab.
Pernyataan Megawati ini lah dianggap rasis dan tidak etisdisampaikan dalam forum resmi di yang dihadiri Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, Ketua MPR Zulkifli Hasan, para menteri Kabinet Kerja, para ketua umum partai politik dan lain-lain yang disiarkan oleh salag satu TV nasional.

Editor: Surya