Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

kenaikan Tarif PPN dan Cukai Hasil Tembakau

Siap-siap, Harga Rokok Diprediksi Melejit 20 Persen
Oleh : Redaksi
Senin | 09-01-2017 | 12:26 WIB
tembakau-rokok1.jpg Honda-Batam

Harga Rokok Diprediksi Melejit 20 Persen. (Foto: Ilustrasi)

BATAMTODAY.COM, Batam - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) memproyeksi harga jual rokok akan melejit sekitar 10 persen sampai 20 persen, menyusul kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan cukai hasil tembakau.

Ketua Umum Gaprindo Muhaimin Moeftie mengatakan, kenaikan harga jual rokok akan bervariasi sesuai dengan masing-masing golongan rokok. Pasalnya, tiap golongan dikenakan tarif cukai yang berbeda-beda.

"Kenaikan bervariasi, proyeksi rata-rata mulai 10 persen. Tapi beberapa jenis rokok mungkin bisa sampai 20 persen karena ada kenaikan cukai per golongan," ujar Muhaimin Minggu (8/1/2016).

Ia meramalkan, golongan rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) I berpotensi menaikkan harga jual rokok hingga 20 persen. Sementara kenaikan yang tak terlalu signifikan mungkin diberlakukan rokok golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT) III-B.

Pasalnya, SKM I merupakan golongan yang dikenakan cukai tinggi, yakni mencapai 15,66 persen. Sedangkan SKT III-B bernasib baik alias belum dikenakan cukai oleh pemerintah sehingga kenaikan harga jual rokok tak akan melejit tinggi.

Sementara itu, untuk pengenaan tarif PPN, mulai tahun ini pemerintah resmi mengerek tarif PPN dari semula 8,7 persen menjadi 9,1 persen untuk semua golongan rokok.

"Jadi, rata-rata harga jual rokok saat ini sekitar Rp18 ribu per bungkus, minimal harga jadi dikisaran Rp20 ribu per bungkus," imbuh Muhaimin.

Imbasnya, lanjut Muhaimin, produksi industri rokok akan kembali melanjutkan penurunan yang telah terjadi sejak tiga tahun terakhir akibat harga jual rokok yang tinggi dan menurunkan konsumsi rokok masyarakat.

Catatan terakhir, berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu), penerimaan cukai rokok tahun 2016 merosot Rp1,54 triliun menjadi Rp137,96 triliun, dari sebelumnya Rp139,5 triliun di tahun 2015.

DJBC mencatat penurunan cukai yang diterima negara selaras dengan melemahnya roda produksi industri rokok, dari semula 348 miliar batang menjadi 342 miliar batang atau menurun enam miliar batang sepanjang tahun lalu.

Adapun Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyebutkan, industri rokok skala kecil dan menengah yang memiliki keterbatasan modal akan menjadi golongan yang paling berat langkahnya di tahun 2017.

"Industri yang modalnya terbatas akan lebih berat bebannya. Kalau industri yang besar pasti mereka punya permodalan dan skema penjualan yang bisa antisipasi," kata Ismanu.

Namun begitu, yang lebih ditakutkan Ismanu ialah merebaknya rokok ilegal. Sebab, rokok ilegal dijual dengan harga yang jauh lebih rendah dan tak ditarik pajak maupun cukai oleh pemerintah. Sementara masyarakat berpotensi melakukan subtitusi ke rokok yang lebih murah.

"Kalau yang ilegal menjamur, yang merugi bukan hanya industri rokok legal tapi juga pemerintah, pajak dan cukainya tidak dapat soalnya," tutup Ismanu.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha