Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KASN Ungkap Semua Daerah Berpotensi Jual Beli Jabatan
Oleh : Redaksi
Minggu | 08-01-2017 | 08:02 WIB
Sofjan Effendi.jpg Honda-Batam

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menduga praktik jual-beli jabatan pimpinan tinggi seperti terjadi di Kabupaten Klaten, berpotensi terjadi di ratusan kabupaten dan kota lainnya.

"Dugaan kami, selain Klaten ada ratusan kabupaten lain yang akan mengikuti jejak Klaten," ujar Ketua KASN Sofian Effendi di Jakarta kemarin.

Sofian tidak merinci daerah mana saja yang berpotensi terjadi praktik jual-beli jabatan. Namun, dia mengatakan potensi Itu diketahui berdasarkan ratusan pengaduan-pengaduan yang diterima KASN.

Seperti kasus jual beli jabatan di Klaten, Jayapura, dan Jambi yang kini telah ditangani KPK, perputaran uangnya diperkirakan mencapai Rp 35 triliun. Khusus kasus di Klaten, ada 850 jabatan dan masing-masing jabatan diharuskan mengumpulkan uang suap sebesdar Rp 50 juta. Jumlah itu belum termasuk jual beli formasi pegawai mulai Rp 75 juta hingga Rp 200 juta.

Dia mengungkapkan, dalam setahun terdapat 230 pengaduan yang dilayangkan kepada KASN terkait seleksi jabatan pimpinan tinggi. Ratusan pengaduan itu menyangkut sejumlah jenis pelanggaran pengisian JPT seperti pelanggaran sistem merit, kode etik, dan netralitas.

Selain itu, kata dia, banyaknya potensi jual-beli jabatan terindikasi juga dari banyaknya daerah yang belum melaksanakan seleksi terbuka JPT. Dia menginformasikan, saat ini dari 514 kabupaten, sebanyak 116 di antaranya belum melaksanakan seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi.

Sedangkan Anggota KASN Nuarida Mokhsen mengatakan, uUpaya pembenahan aparatur negara oleh pemerintah pusat tampaknya belum bisa berjalan optimal. KSAN melaporkan, dari hasil pengamatan pihaknya, diketahui ada 11 daerah yang terindikasi kuat terjadi praktik jual beli jabatan PNS daerah.

Terhadap hasil pengamatan tersebut, pihaknya melakukan pengawasan lanjutan terhadap proses perekrutan PNS di 11 kabupaten tersebut.

"Kalau 11 kabupaten itu ada indikasi kuat ada yang tidak betul lah sehingga itu masih akan dilanjutkan oleh penyelidikan," kata Nuraida.

Sayang, ia enggan membeberkan identitas 11 kabupaten tersebut dengan alasan kerahasiaan pengawasan.

"Tapi lokasi di luar Pulau Jawa," singkat dia.

Ia menyebut, KASN mendapatkan laporan terhadap 11 kabupaten itu sekitar Desember 2016 lalu. Saat ini masih dalam penyelidikan terkait pelanggaran administratif atas sistem merit (sistem manajemen seleksi PNS).

Sistem merit KASN berfungsi untuk mengawasi pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) yang harus sesuai prosedur yang dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif di instansi pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah. Sistem ini bertujuan untuk mencegah adanya praktik jual beli jabatan, konflik kepentingan seperti pemilihan jabatan atas dasar agama, suku, dan kepentingan politik.

"Laporannya itu bulan Desember kemarin, itu masih ada tindak lanjutnya karena penyelidikannya di KASN soal administratif. Misalnya ada orang diangkat tidak sesuai dengan sistem merit dan itu kami melakukan penyelidikan, apakah ini akan diterbitkan dan atau tidak," ujarnya.

Apabila terbukti, nanti KASN memberikan rekomendasi kepada Pemda, Kemendagri, atau pun Presiden untuk memberikan sanksi. Hal itu sesuai dengan jabatan tersebut. Namun, jika terindikasi terdapat unsur pidana nantinya KASN akan bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti.

"Kita kerja sama dengan Kemendagri. Nanti kalau ada indikasi pidana tentunya ke aparat hukum. Kita bisa memberikan rekomendasi itu, misalnya pemberhentian, teguran, tidak naik pangkat dan lainnya," ujarnya.

Contoh praktik jual beli jabatan ini misalnya yang dilakukan oleh Bupati Klaten Sri Hartini. Nuraida menyebut KASN belum memberikan rekomendasi pelantikan terhadap pejabat yang diajukan Bupati Klaten beberapa waktu lalu. Namun, Pemda setempat tetap ingin melakukan pelantikan. Ternyata, setelah dicokok KPK, pelantikan tersebut diduga karena adanya praktik jual beli jabatan.

"Klaten itu tertangkap KPK, tapi dari segi ASN tadinya belum dizinkan melantik atau ditunda karena ada beberapa tahapan yang masih diperiksa. Ternyata ada sesuatu kan. Walau sudah dikatakan itu tidak boleh, tapi tetap ingin melakukan, tapi begitu ketahuan itu kan ada kemungkinan ada sesuatu yang dilakukan, akhirnya untuk Klaten dia belum jadi melantik," katanya.