Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tahun 2016, Angka Penjualan Motor Dalam Negeri Turun
Oleh : Redaksi
Jum'at | 23-12-2016 | 11:26 WIB
Perakitan-motor1.jpg Honda-Batam

Perakitan motor di Indonesia (Foto: Dok. Sekretariat Kabinet)

BATAMTODAY.COM, Batam - Di tahun 2016, ternyata terjadi penurunan angka penjualan di pasar otomotif, khususnya di segmen kendaraan roda dua. Tentu saja, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya.

 

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), target penjualan untuk mengikuti tahun-tahun sebelumnya jelas makin jauh dari harapan. Pada tahun ini saja, pasar domestik belum menyentuh angka empat juta penjualan.

Sedangkan, di tahun sebelumnya angka penjualan berkisar di 6,7 juta unit. Meski, hasil itu juga tak terlalu baik, mengingat di tahun sebelumnya menuai angka yang lebih tinggi.

Pengamat Ekonomi Faisal Basri, mengatakan hal tersebut merupakan imbas dari lambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Serta, cara pandang pemangku kepentingan akan sepeda motor.

"Makin susah ya, karena cara pandang itu konsumtif. Padahal sebagian sepeda motor itu untuk kerja dan ngojek," kata Faisal di Jakarta.

Menurutnya, industri otomotif kendaraan roda dua dalam tiga tahun belakangan mengalami tekanan cukup berat. Puncaknya, berada di tahun 2016.

Bagi dia, tekanan tersebut tentunya atas dasar dari kebijakan yang sudah ditandatangani pemerintah. Misal, penerapan pajak, kenaikan harga bahan bakar minyak dan sebagainya.

"Jadi kalau pajak diturunkan permintaan naik. Kalau bbm naik tajam, otomotif langsung berasa. Jadi banyak yang tidak melihat, volatilitas pasar otomotif lebih banyak karena kebijakan pemerintah," ujar dia.

Ketua TIM Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono, berujar memiliki beberapa catatan terhadap situasi saat ini. Selain kondisi infrastruktur dalam negeri yang masih jauh dari beberapa negara lain.

Sutrisno mengatakan, hukum di Indonesia terlalu banyak regulasi. Bahkan, tidak hanya di tingkat atas, melainkan juga menjalar ke bawah.

"Indonesia masih dianggap kerumitan dari sisi luar biasa. Padahal sudah banyak regulasi. Tapi impelementasi tidak seperti yang dikatakan. Ijin domisili, setiap tahun harus diperbaiki. Tapi faktanya, kami setiap tahun kalau mau minta izin, yang diminta izin domisili. Padahal pabrik mobil atau motor bukan keong yang bisa pindah-pindah," ungkapnya.

Kata dia, investasi puluhan miliyar bisa terhambat jika tidak mempunyai restu dari RT/ RW se-tempat.

"Ketidakpastian hukum yang berubah, sering menjadi momok," kata dia.

Sementara, Ketua Umum AISI Gunadi Shinduwinata mengeluhkan hal serupa. Ia berpendapat, sistem yang diterapkan di Indonesia masih terbilang berantakan. Artinya, tidak memiliki sinergi antar instansi dan lainnya.

Contohnya, kata dia, pada instansi kepolisian belum memperbaharui daftar kendaraan yang masih aktif. Kendaraan yang sudah tidak beroperasi, saat ini masih terlihat aktif berdasarkan data tersebut.

"Carut marus peraturan. Misal sinergi antar instansi tidak ada. Jadi efektifiktas dipertanyakan. Memerlukan perbaikan, pungutannya juga tidak jelas," kata dia.

Untuk itu Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Profesor Dr Nindyo Pramono, menekankan jika memang aspek hukum di Indonesia belumlah mempunyai kepastian. Padahal, untuk memperoleh peningkatan ekonomi memerlukan tiga hal, yakni kepastian hukum, keadilan hukum dan kemandatan hukum.

"Yang paling esensial itu adalah kepastian hukum," ujarnya.

Nindyo melihat, saat ini dalam negeri lebih dikuasai oleh politik, ketimbang aturan hukum yang sudah dibuat sebelumnya.

"Panglima saat ini politik, belum hukum. Dulu sempat mengusulkan perbauikan Undang-Undang BUMN dan sebagainya. Malah yang menjadi prioritas adalah Undang-Undang Tanggung Jawab Prioritas Perusahaan. UU itu cuma ada di dua negara, di India dan Kanada," kata dia.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha