Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Warga Keturunan Tionghoa Terbelah Soal Ahok
Oleh : Redaksi
Rabu | 21-12-2016 | 09:24 WIB
ahokdisidangbyepa.jpg Honda-Batam

Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjaha Purnama alias Ahok, menjalani persidangan dalam kasus penistaan agama. (Foto: EPA)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dua jam setelah persidangan yang mengadili Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok rampung, organisasi Muslim Tionghoa Indonesia (Musti) menggelar acara penghargaan untuk Rizieq Shihab, Ketua Front Pembela Islam yang lantang menyuarakan agar Ahok dipenjarakan.

Kepala Muslim Tionghoa Indonesia (Musti), Jusuf Hamka, mengaku dirinya berseberangan pandangan dengan Ahok, walau sama-sama keturunan Tionghoa.

"Kedekatan etnis saya sama Ahok, sama-sama Tionghoa. Tapi, itu bukan itu saya melihatnya. Saya melihatnya ini sebagai hak individu seseorang (untuk memilih). Tapi, bukan berarti dengan musuh Ahok, saya bermusuhan. Lalu, saya mesti berteman dengan temannya Ahok? Nggak juga," kata Jusuf.

Pria yang menjadi mualaf sejak 1981 lalu itu mempersilakan anggota organisasinya untuk bersekutu dengan Ahok atau membuat penghargaan untuk Ahok.

"Belajar mendidik mereka, bagaimana berdemokrasi dengan santun, dengan baik. Jangan karena orang musuh sama si anu, kita ikut-ikutan bermusuhan. Orang senang sama si anu, kita ikut-ikutan. Kemajemukan ini, kebhinekaan ini harus kita jaga benar-benar," ujarnya.

Sebagai seorang muslim dan keturunan Tionghoa, Jusuf mengaku tidak memiliki konflik di dalam batin ketika Ahok diadili terkait kasus penistaan agama Islam.

"Hanya saja, kalau ada yang keseleo-keseleo lidah, saya mengharapkan tidak berdampak pada Tionghoa-Tionghoa lain. Fokus saja secara hukum, selesaikan. Saya tidak ikut campur," ucap Jusuf.

Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik pada 2010, jumlah warga DKI Jakarta mencapai 9,6 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 632 ribu di antara mereka merupakan warga etnis Tionghoa.

Dukungan Etnis Tionghoa

Di sisi lain, walau kini Ahok tengah diadili dalam kasus penistaan agama, dukungan dari etnis Tionghoa tetap mengalir.

Lenny Kurniati, seorang etnis Tionghoa yang menjadi simpatisan Ahok, mengatakan dia dan keluarganya rela merogoh kocek pribadi demi menyokong Ahok. Namun, menurutnya, sikap itu bukan karena kesamaan latar belakang etnis.

"Ini bukan karena etnis, bukan karena agama, tapi karena clean government. Kalaupun Ahok bukan etnis Tionghoa, misalnya, kita tetap akan mendukung," kata Lenny.

Ketika ditanya apakah dia dan keluarganya akan tetap mendukung Ahok, meskipun pria asal Belitung itu sekarang menjalani persidangan, Lenny menyampaikan sebuah analogi.

"Sebuah sinar tidak akan padam hanya karena dalam kungkungan apapun, kendati kungkungan penjara yang harus dihadapi," ujarnya.

Lenny menyadari bahwa rata-rata keluarga Tionghoa di Indonesia, seperti keluarganya, tidak acuh dengan politik Indonesia lantaran diskriminasi yang dialami selama bertahun-tahun.

"Saya dari kecil merasakan prasangka, saya merasakan hidup sebagai minoritas, dengan pengalaman-pengalaman yang tidak enak. Dari kecil kita sudah mengalami begitu banyak pengalaman buruk. Jadi untuk kita bangga menjadi warga negara Indonesia, butuh waktu, benar-benar butuh waktu," kisahnya.

Namun, dia merujuk sosok Ahok sebagai pengubah sikap tersebut. "Ahok telah maju beberapa langkah ke depan dan dia menjadi panutan, sebagai contoh buat kita bahwa kita bisa melakukan perubahan," tandasnya.

Seorang warga keturunan Tionghoa menjalankan ibadah di rumahnya di Jakarta, pada 28 November 2016. Menurut pengamat politik Tionghoa, warga etnik Tionghoa bukan kelompok homogen sehingga mereka tidak serta-merta beraliansi menyokong figur politikus Tionghoa, seperti Ahok.

Penjelasan soal sikap politik warga Tionghoa dikemukakan Leo Suryadinata, peneliti politik yang banyak menulis buku soal warga Tionghoa di Indonesia, seperti "Dilema Minoritas Tionghoa" dan "Pemikiran Politik Etnis Tionghoa di Indonesia 1900-2002".

Menurutnya, warga Tionghoa makin aktif terlibat politik sejak Soeharto lengser pada 1998. Bagaimanapun, itu bukan berarti warga Tionghoa serta-merta beraliansi menyokong figur politikus Tionghoa, seperti Ahok.

"Warga Tionghoa itu bukan kelompok homogen. Mereka berbeda kelas, berbeda agama, berbeda kebudayaannya. Nilai-nilainya juga berbeda," kata Leo, yang kini menjadi peneliti Institute of Southeast Asian Studies di Singapura.

Hal ini juga menjelaskan mengapa ada pro dan kontra di antara warga Tionghoa terhadap Ahok. "Warga Tionghoa yang mendukung Ahok mungkin punya kesamaan nilai, biarpun agamanya lain. Ada juga karena kepentingan kelas, kepentingan ekonomi, dan tidak mau ada bentrokan agama, mereka tidak mendukung Ahok," papar Leo.

Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik pada 2010, jumlah warga DKI Jakarta mencapai 9,6 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 632 ribu di antara mereka merupakan warga etnis Tionghoa.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani