Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kontroversi Aksi Intoleransi Beragama di Bandung
Oleh : Redaksi
Jum'at | 09-12-2016 | 15:33 WIB

Oleh Ardian Wiwaha

SORE hingga malam, 6 Desember 2016 lalu, di gedung Sabuga ITB, Bandung, telah terjadi aksi yang konon bersifat intoleransi beragama, berupa aksi pembubaran paksa kegiatan peribadatan nasrani Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal oleh organisasi massa Islam yang terdiri dari Pembela Ahlu Sunnah (PAS), DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Jundullah/Annas/FUUI, FPI, KPUB, API yang berjumlah sekitar 50 orang.

M. Roinul Balad yang merupakan Koordinator Aksi dan Abdul Hadi yang merupakan Ketua Jundullah menyatakan sikap penolakan terhadap perayaan kegiatan KKR Nasrani, yang pada kesempatan tersebut dipimpin oleh Pendeta Stephen Tong.

Seiring dengan berkembangnya informasi dan cara bersikap yang kurang dewasa oleh beberapa kelompok, perihal kejadian ini konon telah menjadi kontroversi dan berpotensi menimbulkan sentimen hingga konflik agama yang dikhawatirkan dapat mengganggu ketenteraman kehidupan dan toleransi beragama di Indonesia.

Alasan mengapa KKR Nasrani harus dibubarkan ormas Islam tersebut, disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SPB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006, menurut ormas Islam tersebut, KKR identik dengan ibadah-ibadah yang pernah dilakkan oleh Yesus Kristus dahulu, yang mana ibadah tersebut berbentuk khotbah di bukit, pelayanan di tempat umum, dan lain-lain yang mana di dalam pelaksanaannya ibadah KKR dan peribadatannya telah diatur di tempat tertentu yakni gereja.

b. Konon rencana peribadatan KKR Nasrani secara spesifik bertentangan dengan SKB dua Menteri.
c. Pengalihan tempat peribadatan (tanpa izin)yang konon seharusnya di Gereja diduga melanggar hukum, khususnya pasal 70 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.

d. Berdasarkan hasil investigasi ormas Islam ditambah lagi pengakuan oleh mantan pendeta/pastur (Penginjil Hanyy Kristianto) pada acara KKR terdahulu dibeberapa lokasi, terbukti bahwa adanya tindakan yang bersifat mempengaruhi dan membujuk sekaligus menyebarkan agama Kristen kepada umat yang sudah beragama, dimana hal tersebut telah tertera jelas pada SPB Dua Menteri dan Instruksi Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 1990 tentang petunjuk pelaksanaan dan seterusnya poin 11 (a) perihal penyebaran agama yang melarang penyebaran agama kepada orang yang sudah beragama.

e. Dakwah yang disebarkan dengan cara membohongi objek dakwah dan melanggar hukum dan/atau peraturan, dinilai sebagai kedustaan yang bertentangan dengan ajaran agama dan ajaran Tuhan yang Maha Esa.

Sempat Terjadi Mediasi

Dipertengahan proses KKR yang berlangsung, penolakan oleh ormas Islam tersebut akhirnya dimediasi oleh aparat kepolisian Polres Bandung guna mengantisipasi pecahnya suasana saat itu. Sehingga, setelah mediasi yang dijalankan antara perwakilan pihak Nasrani dan Ormas Islam sepakat untuk menjalankan beberapa hal diantaranya :

a. Kegiatan KKR akan diselesaikan pukul 15.00 WIB
b. Dan acara selanjutnya yang dalam hal ini ibadah malam dibatalkan guna mengakomodir keinginan ormas Islam tersebut.

Pecahnya Suasana Perdamaian

Setelah mempertimbangkan beberapa hal seperti ketersediaan/ kapasitas tempat ibadah, parkir, kelengkapan izin dan lain-lain, pada kesempatan tersebut juga umat Nasrani tetap melanjutkan ibadahnya tanpa menggubris intervensi oleh Ormas Islam yang menolak. Sehingga ditengah-tengah nyanyian “Malam Kudus” yang dinyanyikan oleh umat Nasrani terdengar sebutan takbir dari massa ormas Islam yang menentang pelaksanaan ibadah tersebut.

Sudah seharusnya dinegara Indonesia yang terkenal dengan tingkat toleransi yang tinggi, tindakan dan aksi serupa dapat diantisipasi. Jangan karena hanya aksi segelintir kelompok, perdamaian dan toleransi kita selaku umat beragama dapat terganggu atau bahkan malah menimbulkan permasalahan pelik.

Sudah saatnya kita selaku bangsa yang besar, mulai bersikap cerdas dan dewasa dalam memilah dan memilih informasi yang konon rawan akan kepentingan serta dimanfaatkan oleh kelompok yang akan mendeskreditkan ketentraman kehidupan umat beragama di Indonesia.

Perlu disadari memang bahwa Ibu pertiwi sedang diuji, setelah publik disibukan dengan permasalahan isu Makar, penistaan agama oleh Ahok yang rawan akan dikaitkan dengan konflik SARA, serta dilanjutkan dengan permasalahan agama di Bandung ini yang sarat akan kepentingan, disinilah ajang kita bangsa Indonesia menunjukan kepada dunia, bahwa kepentingan kelompok oportunis dan pragmatis dapat kita kalahkan dengan kedewasaan dalam menghadapi sebuah perbedaan, Karena Indonesia Satu. *


Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia