Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Polisi Dinilai Cari-cari Pasal Makar untuk Jerat 10 Aktivis
Oleh : Irawan
Minggu | 04-12-2016 | 08:31 WIB
Raden_M_syafei.jpg Honda-Batam

 Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Raden Muhammad Syafii.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Muhammad Iriawan sebaiknya membaca kembali pasal makar di KUHP, dan menunjukkan pasal mana yang bisa disangkutkan pada 10 aktivis yang ditangkap pada Jumat (2/12/2016) kemarin.

Saran ini disampaikan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Raden Muhammad Syafii, saat dihubungi wartawan, Sabtu (3/11/2016), menyikapi aksi penangkapan aparat kepolisian terhadap 10 orang aktivis yang diduga makar.

Syafii menilai, kalau penangkapan para aktivis oleh Polda Metro Jaya dengan tuduhan makar sama sekali tidak memiliki landasan hukum. Padahal dalam pasal 104 KUHP itu tertulis: Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

"Kan tidak ada yang akan membunuh presiden atau wapres sementara untuk meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden. Justru saya melihat para aktivisi itu ingin mengingatkan presiden akan kemampuan presiden dan wakil presiden untuk bertindak pada pelanggar hukum seperti Ahok. "Jadi pasal 104 jelas tidak terpenuhi unsur-unsurnya," tambahnya.

Sedang dalam pasal 106 KUHP berbunyi: Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun, menurutnya juga tidak terpenuhi.

"Mereka, para aktivisi itu justru sedang mengingatkan akan keutuhan NKRI jika Ahok tidak juga dipenjarakan," jelasnya.

Untuk pasal 107 ayat (1) tertulis: Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Sementara dalam ayat (2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebbut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

"Sekarang di mana letaknya mereka mau menggulingkan pemerintahan? Yang mereka tuntut kan jelas agar pemerintahan menegakkan hukum dan menjalankan kewajiban konstitusionalnya. Jelas juga unsur ini tidak bisa dipenuhi," imbuhnya.

Kalaupun ucapan dan pernyataan para aktivis dianggap melangar karena ucapannya diangap berpotensi untuk terjadinya makar, maka jelas Romo sapaan politisi Partai Gerindra ini, apa bedanya pernyataan-pernyataan mereka dengan pernyataan Kapolri Tito Karnavian yang menyebut-nyebut ada rencana makar? Dia pun perlu menggarisbawahahi bahwa makar hanya bisa dilakukan dengan kekuatan senjata.

"Sementara yang memiliki senjata itu adalah Polisi dan TNI. Makanya kalau Tito menuduh ada makar, dia artinya mau menuduh ada keterlibatan TNI, karena rakyat gak mungkin makar. Masak orang tidak punya senjata apa-apa mau makar," jelasnya.

Kalaupun rakyat mau menggulingkan Presiden dan Wapres, maka menurut Romo Syafii apa yang dilakukan rakyat adalah sah karena rakyat itu pemegang kekuasaan tertiggi di Republik Indonesia ini.

"Rakyat itu melalui wakil-wakilnya punya hak konstitusional untuk memakzulkan presiden, jadi tidak perlu makar. Makanya aneh pernyataan Tito ini siapa yang dimaksudnya mau makar?" tandasnya.

Editor: Surya