Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membongkar Permainan Bisnis Haji dari Filipina
Oleh : Redaksi
Senin | 14-11-2016 | 09:26 WIB
jokowidandutertebybbc.jpg Honda-Batam

Saat bertemu Presiden Jokowi di Jakarta, Presiden Filipina Rodrigo Duterte sepakat membebaskan ratusan calon jemaah haji asal Indonesia yang kedapatan memakai paspor Filipina. (Foto: Reuters)

BATAMTODAY.COM, Manila - Ratusan calon jemaah haji asal Indonesia dicekal di Bandara Internasional Manila karena kedapatan memakai paspor palsu Filipina.

 

Sigit, bukan nama sebenarnya, mengaku sebagai pionir pengerah jemaah haji menggunakan paspor palsu dan kuota Filipina.

Dari kartu nama yang disodorkan kepada BBC Indonesia, dia berkedudukan penting di sebuah perusahaan pengelola Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang berkantor di Jakarta.

Setelah beberapa lama berbincang, dia mengakui sering memberangkatkan calon haji lewat Filipina dari daerahnya.
"Saya pionir. Pertama kali saya memberangkatkan (calon haji) geger (nama daerahnya)," katanya.

"Orang bertanya ke saya, Kok bisa berangkat? Lewat Filipina, mas. Tapi saya langsung ke Filipina, tanpa perantara dari Jakarta," kata orang yang hanya mau bicara dengan syarat identitasnya disamarkan itu.

Ia memaparkan, bahwa untuk menggunakan kuota haji Filipina, calon jemaah harus menggunakan paspor Filipina. Karena itu dibuatkan paspor aspal -asli tapi palsu.

Sebelum berangkat ke Mekah, calon jemaah asal Indonesia diajak ke Filipina terlebih dahulu untuk mengurus paspor ke kantor imigrasi Filipina.

"Nama di paspor dengan nama aslinya beda, tapi nawaitu tetap nama Anda. Itu saya jelaskan semua ke jemaah," kata Sigit.

Di Filipina, Sigit sudah memiliki jaringan yang mengurus paspor. Sehingga calon jemaah tinggal datang ke imigrasi, merekam sidik jari, tanda tangan, foto dan selesai.

"Saya langsung berhubungan, karena saya ada hubungan baik dengan muslim Filipina. Saya kasih uang ke sana lalu pihak sana yang menguruskan. Paling lama 15-30 menit. Mereka intens hubungan dengan imigrasi Filipina," imbuhnya.

Sumber BBC Indonesia menyebut, dalam paspor, semua nama jemaah WNI diganti menjadi nama warga Filipina. Ketika menyetorkan KTP, maka dicari tanggal lahir yang sesuai dan tinggal ganti nama. "Jadi istilahnya pinjam identitas warga Filipina untuk jemaah saya, jadi identitas dalam paspor benar-benar ada orangnya."

Ketika semua urusan administrasi sudah selesai dan tinggal berangkat, pelaku tidak memberikan seragam atau koper kepada jemaahnya, tujuannya agar tidak mencolok. Jemaahnya juga tidak boleh bergerombol dan berperilaku santai.

"Bermain cantik, masuknya pelan, tidak berseragam, dan santai. Jadi berangkatnya biasa, terus beli perlengkapan di Arab Saudi," katanya.

Keberangkatan dari Indonesia pun tidak harus dari Jakarta, namun bisa dari Semarang ke Malaysia, baru ke Filipina. Tergantung harga tiket dan maskapai penerbangannya.

Sesampainya di Filipina, paspor jemaahnya diambil dan diganti paspor Filipina yang telah diberikan oleh jaringan di Filipina. Dan setelah kembali, paspor diganti lagi.

Dia mengaku telah memberangkatkan puluhan jemaah haji menggunakan paspor Filipina pada tahun 2014 dan 2015.
Ketika pertama kali melakukannya, pada 2014, menurutnya KBIH yang dikelolanya memberangkatkan 12 jemaah sebagai uji coba. Ternyata berlangsung lancar. Maka berikutnya dia memberangkatkan 23 jemaah pada 2015.

Untuk setiap satu orang jemaah haji yang berangkat lewat Filipina, pelaku mengenakan biaya sebesar Rp120-an juta.

"Tahun ini saya tidak memberangkatkan. Saya dan teman-teman Filipina sudah mencium hal ini akan terjadi, setelah Rodrigo Duterte dilantik (menjadi presiden Filipina)," imbuhnya.

Memberangkatkan jemaah haji lewat Filipina, menurutnya, kalau tak ketahuan bisa langsung berangkat, karena jemaah Filipina sendiri jauh lebih kecil dari kuota haji mereka.

Risikonya, selain dideportasi jika ketahuan, adalah kerumitan jika terjadi apa-apa, apalagi sampai meninggal di Mekah, karena identitas mereka palsu.

Sigit mengaku, ia tidak menyembunyikan informasi tentang risiko-risiko itu kepada para calon jemaahnya. "Semua saya informasikan kepada calon jemaah," akunya.

Sigit mengaku, memberangkatkan haji adalah bisnis jasa biasa. Untuk setiap satu orang jemaah haji yang berangkat lewat Filipina, Sigit mengenakan biaya sebesar Rp120-an juta.

"Keuntungan untuk saya, dari memberangkatkan haji lewat Filipina, mencapai US$1.000 setiap jemaah," akunya.
Surga sindikat jemaah haji ilegal

Filipina menjadi surga bagi sindikat jemaah haji dengan identitas palsu terkait kecilnya jumlah jemaah haji mereka sendiri dibanding kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi.

Dalam dengar pendapat dengan parlemen Filipina, akhir Agustus 2016 lalu, Menteri Filipina Perfecto Yasay menyebut bahwa kuota haji untuk Filipina berjumlah 8.000 orang.

Namun, yang digunakan jemaah Filipna, "kurang dari setengahnya," kata Yasay sebagaimana dikutip ABS-CBN. Sisanya, kata Yasay, dipakai warga asing, termasuk warga Indonesia.

Warga asing, termasuk Indonesia bisa seakan begitu mudah memanfaatkan situasi ini, kata Sigit, karena "Filipina itu negara yang amburadul: nyatanya bikin paspor bisa (padahal bukan warga Filipina)." "Saya juga terkadang lama main-main di sana, jadi nyaman untuk bangun jaringan."

Saat bertemu Presiden Jokowi di Jakarta, Presiden Filipina Rodrigo Duterte sepakat membebaskan ratusan calon jemaah haji asal Indonesia yang kedapatan memakai paspor Filipina.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku, baru mengetahui modus ini Agustus lalu setelah aparat Filipina menangkap 177 WNI calon jemaah pengguna paspor palsu.

"Dari situ kami juga baru tahu ternyata sudah ada WNI yang terlanjur berada di Tanah Suci dengan menggunakan paspor Filipina. Datanya mencapai 106 orang," kata Menteri Agama.

Namun menurut Sigit, yang sudah beberapa kali memberangkatkan calon jamaah haji Indonesia menggunakan paspor Filipina, pemerintah pasti sudah tahu karena karena praktiknya sudah berjalan lama.

"Kalau pemerintah Indonesia yang menangani haji di Arab Saudi bilang tidak tahu, itu bohong. Banyak teman-teman Indonesia di sana yang jemaahnya mati, orangnya orang Indonesia tapi datanya orang Filipina," terang pelaku.

Apakah terbongkarnya penggunaan paspor palsu dan kuota Filipina ini mengakhiri peluang sejumlah KBIH untuk memberangkatkan haji di luar jalur resmi? Sigit mengaku, masih banyak jalan yang bisa dilalui untuk memberangkatkan jemaahnya.

Selain bermain lewat jalur Filipina, KBIH biasanya mengakali dengan menggunakan visa selain visa haji, seperti visa ummal (pekerja), visa tijari (pedagang), atau visa furada (visa haji yang diperoleh melalui undangan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi di luar kuota visa haji).

Bahkan menurutnya, ini lebih umum. "Kalau model mengakali visa, banyak KBIH yang kadang melakukan," imbuhnya. Biasanya, yang menggunakan visa ummal adalah orang-orang yang sudah terbiasa ke Arab Saudi atau kadang juga pembimbing haji.

"Tapi nominalnya lebih mahal, kisaran Rp55 juta, hampir sama dengan visa tijari. Sedangkan kalau visa furada lebih mahal lagi, sampai Rp110 juta," katanya.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani