Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Astra Agro Siapkan Rp500 Miliar Bangun Pengolahan CPO Tahun 2017
Oleh : Redaksi
Senin | 07-11-2016 | 10:02 WIB
rupsastragro.jpg Honda-Batam

PT Astra Agro Lestari Tbk pada tahun depan mengalokasikan belanja modal kurang lebih sama dengan tahun ini yaitu sebesar Rp2,5 triliun. (Foto: CNN Indonesia/Diemas Kresna Duta)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) berencana menggunakan 20 persen dari dana belanja modal (capital expenditure/capex) yang disediakan perusahaan tahun depan untuk pembangunan pabrik pengolahan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Kalimantan Selatan.

Investor Relations Astra Agro Rudy Limardjo menyatakan, tahun depan pihaknya mengalokasikan belanja modal kurang lebih sama dengan tahun ini yaitu, Rp2,5 triliun. Artinya, perusahaan akan menginvestasikan dana sekitar Rp500 miliar untuk membangun pabrik yang akan dibangun dengan kapasitas 45 ton tandan buah segar (TBS) per jam.

"Kami siapkan 20 persen untuk pembangunan pabrik baru, pabrik kelapa sawit akan dibangun tahun depan di Kalimantan Selatan, 1 unit dengan 45 ton TBS per jam," ungkap Rudi di Bogor, Jumat (4/11).

Sementara, sisanya akan digunakan untuk penanaman baru dan berulang (replanting) sawit di kebun yang dikelola oleh perusahaan dan membangun infrastruktur di sekitar area tanam, misalnya saja seperti perumahan untuk karyawan dan jembatan.

Untuk diketahui, pendapatan perusahaan hingga akhir September turun 7,34 persen menjadi Rp9,58 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp10,34 triliun. Kondisi ini disebabkan turunnya produksi CPO sebesar 18,5 persen menjadi hanya 1.043 juta ton dari sebelumnya 1.281 juta ton. Menurut Rudi, ini terjadi imbas dari el nino tahun lalu yang dinilainya cukup parah.

Jika dirinci, maka Sumatera menjadi wilayah penyumbang produk terbesar yaitu, 39,4 persen atau setara dengan 438 ribu ton, kemudian disusul oleh wilayah Kalimantan sebesar 37,3 persen atau 377 ribu ton, dan Sulawesi sebesar 23,3 persen atau 228 ribu ton.

"Sumatera lebih banyak karena tanaman di Kalimantan relatif masih muda, sehingga produksinya belum mencapai masa maksimal jadi produksi di Sumatera masih lebih besar. Ditambah, Sumatera itu ada suplai atau pembelian dari luar juga, jadi saat kami kelola CPO di pabrik kelapa sawit, sumbernya itu bukan hanya dari perkebunan inti tapi juga ada beli atau output dari luar," jelas Rudi.

Namun, penurunan produksi dan pendapatan ini tak membuat laba bersih perusahaan tertekan. Justru laba bersih perusahaan tumbuh hingga 689,9 persen menjadi Rp1,14 triliun dari sebelumnya yang hanya Rp145 miliar.

Hal ini terjadi karena perusahaan membukukan untung kurs sebesar Rp292,25 miliar, berbanding terbalik dengan sebelumnya yang menanggung rugi kurs sebesar Rp957,53 miliar. Rudi menjelaskan, utang perusahaan sebagian besar berdenominasi dolar AS, sehingga penguatan nilai tukar rupiah menguntungkan perusahaan.

"Kalau flash back tahun lalu kurs itu sekitar Rp14 ribu, dibandingkan dengan kurs tahun ini sekitar Rp13 ribu. Jadi penguatan rupiah cukup signifikan. Jadi dampak rugi untuk kurs cukup signifikan bergeraknya," pungkas dia.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Dardani