Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Selebaran Disebarkan oleh Orang yang Tak Bertanggung Jawab

Haripinto Bantah Imbauan untuk Etnis Tionghoa Tutup Usaha sebagai Aksi Tolak UWTO
Oleh : Irawan
Minggu | 30-10-2016 | 14:30 WIB
Haripinto-beras3.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Senator Haripinto Tanuwidjaja, Anggota Komite IV DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Senator Haripinto Tanuwidjaja membantah pengusaha etnis Tionghoa akan melakukan aksi menutup usahanya di Batam, apabila Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengelola (BP) Batam yang mengatur tentang besaran tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang baru, yang dinilai sangat tidak masuk akal dan sangat memberatkan masyarakat Batam, tidak dicabut atau direvisi.

 

"Siapa Tim Tolak UWTO? Cek dulu kebenarannya, kok bawa-bawa etnis tertentu, etnis Tionghoa. Tidak ada itu. Saya juga sudah cek ke pengurus Paguyuban Tionghoa di Kepri, makanya saya bingung. Ini ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan selebaran seperti itu," kata Haripinto saat menghubungi BATAMTODAY.COM di Jakarta, Minggu (30/10/2016).

Menurut Haripinto, penolakan terhadap kenaikan UWTO tidak hanya disuarakan etnis tertentu saja, tetapi seluruh masyarakat Kepulauan Riau (Kepri), khususnya Batam. Masyarakat Kepri, lanjutnya, tidak hanya menolak kenaikan UWTO, bahkan meminta untuk dihapuskan.

"Masyarakat banyak yang keberatan, belum naik saja sudah minta dihapuskan, apalagi sekarang dinaikkan, jelas-jelas menolak dan minta dihapuskan. Tetapi sekali lagi itu, tidak hanya disuarakan etnis tertentu, itu keberatan masyarakat Kepri," katanya.

Anggota Komite IV DPD RI ini menegaskan, tidak ada paguyuban etnis Tionghoa di Batam yang akan melakukan aksi tersebut. Sehingga keberadaan selebaran tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, dan meminta polisi mengusut selebaran tersebut.

"Saya tidak perlu mengeluarkan himbauan, apakah aksi itu benar atau tidak. Karena, selebaran itu nggak jelas ngapain saya menyampaikan himbauan kepada etnis Tionghoa agar tidak melakukan aksi tersebut," katanya.

Haripinto mengungkapkan, empat Anggota DPD RI asal Provnsi Kepri telah menyatakan menolak kenaikan UWTO. Sikap tersebut, telah disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko Perekonomian Darmi Nasution dengan tembusan Presiden Joko Widodo.

"Kita empat Anggota DPD RI sudah mengirim surat ke menteri keuangan, meneri keuangan dengan tembusan Presiden Jokowi agar menunda kenaikan UWTO," katanya.

Kenaikan UWTO, katanya, harusnya dibicarkan dengan perwakilan publik karena hal ini menyangkut pajak, meskipun masuk kedalam PNBP.

"Kita menolak karena pelayanan publik di BP Batam masih buruk dan bermasalah. Gubernur (Gubernur Kepri Nurdin Basirun, red) saja meminta untuk ditunda. Kenaikan UWTO itu harusnya dibicarakan dengan perwakilan publik, karena ini semacam pajak, meskipun PNBP," katanya.

Hal senada disampaikan Soehendro Gautama, Wakil Ketua Umum Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Pusat. Dia juga memastikan himbauan penolakan UWTU untuk etnis Tionghoa, yang beredar berupa selebaran, merupakan ulah orang yang tidak bertanggung jawab.

"Penolakan kenaikan UWTO ini kan sudah bergulir luas dan disuarakan hampir seluruh elemen masyarakat Batam. Bahkan, sudah disampaikan langsung oleh Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan Walikota Batam Muhammad Rudi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi)," kata Soehendro.

"Itu faktanya penolakan bukan hanya oleh etnis tertentu saja, tapi masyarakat Batam. Imbas kenaikan UWTO juga bukan hanya dirasakan satu etnis saja, tapi seluruh masyarakat Batam. Jad selebaran itu merupakan kerjaan orang yang tidak bertanggung jawab," ujarnya menanggapi BATAMTODAY.COM.

Seperti diketahui, sejumlah selebaran disebar yang berisi ancaman dari etnis Tionghoa Batam akan menutup usahanya dalam waktu tiga hari, apabila kenaikan UWTO tidak dibatalkan atau direvisi.

Acaman tersebut disampaikan dalam bentuk selebaran tertulis yang mereka sebarkan. Bahkan mereka juga akan memasang spanduk "Tolak UTWO" dan di sejumlah jalan protokol dan strategis di Batam. Apabila tidak juga digubris, usaha mereka di Batam akan ditutup sementara atau selamanya.

"Saudara-saudara etnis Tionghoa Batam yang senasib dan seperjuangan. Oleh karena kenaikan UWTO yang sangat tidak masuk akal, maka melalui rapat para sesepuh-sesepuh, ketua-ketua dan pemuka-pemuka masyarakat Tionghoa Batam, maka mulai Senin, tanggal 31 Oktober, kita sepakat akan mengadakan aksi solidaritas untuk menolak kenaikan tarif UWTO ini dengan cara memasang spanduk "Tolak UTWO" di ruko atau bangunan tempat usaha masing-masing," begitu isi selebaran tersebut.

"Dan apabila BP Batam tidak merespon tuntutan kita, maka kita akan mengadakan aksi "Tutup Usaha" selama 3 hari, mulai tanggal 7, 8 dan 9 November 2016, sebagai bentuk protes dan bentuk kekecewaan kita," lanjut selebaran tersebut.

Namun, hingga kini belum diketahui siapa pihak yang bertanggung jawab yang mengatasnamakan etnis Tiongho tersebut, dan hanya tertulis Tim Tolak UWTO.

Editor: Surya