Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Demi Suaka, Hacker Turki Coba Jalan Kaki Bali-Jakarta
Oleh : Redaksi
Rabu | 05-10-2016 | 16:14 WIB
hackerturki.jpg Honda-Batam

Necati Yerad Ozal lari dari negaranya setleah dituding membocorkan dokumen publik, kini dia berada di Jakarta untuk mencari suaka ke Amerika Serikat. (Foto: CNN Indonesia/Mundri Winanto)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Seorang hacker yang lari dari Turki ke Indonesia mengaku terpaksa berjalan kaki dari Bali ke Jakarta demi mengajukan suaka.

Necati Yerad Ozal mengatakan perjalanan itu harus dilakukan karena kondisinya di tempat perlindungan pengungsi di bawah organisasi World Relief di Bali tidak akan bisa terwujud menjadi suaka.

Di Bali, dia mengaku takut keluar rumah dan hanya berada di sebuah penampungan di Denpasar. "Saya takut sekali, tidak bisa dibayangkan. Saya hanya beberapa kali ke Kuta," kata Ozal saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Selasa (4/9).

Ozal lari dari Turki pada Juni lalu, sebulan sebelum kudeta militer pecah di Istanbul dan Ankara. Dia kabur setelah dituding oleh pemerintah Recep Tayyip Erdogan telah meretas dan menyebarkan dokumen publik di internet. Kudeta Turki membuat kondisinya semakin rawan, terlebih dia pernah muncul dalam sebuah wawancara di stasiun televisi milik kelompok Fethulleh Gulen, tokoh yang dituding dalangi kudeta.

Sebelum tiba di Bali, pria 23 tahun ini ke Jepang untuk meminta suaka. Di Jepang, kata dia, dia tinggal di jalan sebelum bertemu dengan Japan Association for Refugee yang membantunya mengajukan suaka di negara itu.

"Beberapa hari saya tidur di jalan. Saya sangat miskin, saya kehilangan harta benda, mobil, dan rumah, saya kehilangan semuanya," ujar Ozal.

Selama beberapa bulan di negara itu, permintaan suakanya tidak juga membuahkan hasil.

"Mengajukan suaka di Jepang bukan ide yang bagus, karena sistemnya sangat tertutup dan karena hubungan politik antara Jepang dan Turki. Akhirnya saya mengambil keputusan cepat untuk ke Bali," ujar Ozal.

Dia ke Bali sebelum visanya berakhir September lalu. Di Pulau Dewata, nasibnya juga tidak berubah. Akhirnya pada 27 September dia memutuskan ke Jakarta untuk mengajukan suaka ke Kedutaan Besar Amerika Serikat. "Saya akan ke Kedutaan AS untuk mencari suaka. Saya siap, tidak hanya bekerja untuk Amerika, tapi negara mana pun yang menampung saya," ujar Ozal.

Jalan kaki ke Jakarta

Organisasi World Relief yang menampung Ozal selama di Bali tidak bisa memberikan tiket perjalanan ke Jakarta karena di luar mandat mereka.

Jessy Magdalena, salah satu staf pembinaan di World Relief mengatakan organisasi tersebut hanya memberikan dukungan sosial berupa tempat tinggal bagi pengungsi yang tertangkap di Bali, tidak membantu pengurusan suaka.

Jessy membenarkan Ozal sempat mereka tampung. "Dia mencari jalan ke Jakarta, kami tidak bisa memfasilitasinya," ujar Jessy saat dikonfirmasi CNNIndonesia.

Ozal akhirnya memutuskan jalan kaki ke Jakarta karena tidak memiliki uang yang cukup. Berdasarkan pengakuannya, dia sempat berjalan sekitar 40 kilometer di Jawa Tengah sebelum akhirnya dihentikan polisi di sebuah jalan tol.

Setelah diinterogasi, polisi akhirnya mengantarkan Ozal ke sekolah bentukan organisasi Turki, Sekolah Semesta di Semarang.

Sekolah ini sempat masuk daftar yang diduga terlibat kelompok Gulen. Pemerintah Turki meminta Indonesia menutup sekolah ini, namun ditolak.

"Saya diinterogasi pihak sekolah, ditanya apakah saya Kemalis atau Gulenis? Saya bilang saya bukan keduanya, lalu kamu apa?" ujar Ozal.

Pihak sekolah kemudian memberikan Ozal tiket kereta ke Jakarta. Kedatangan Ozal ke sekolah itu dikonfirmasi oleh salah satu guru, Didin Sopandi.

"Kami tidak mau tahu apa latar belakang dia, kami melihatnya sebagai manusia yang harus dibantu," ujar Sopandi.

Ozal mengatakan perlu waktu empat hari hingga akhirnya dia tiba di Jakarta.

Selama di Jakarta dia masih beraktivitas di internet untuk mendukung "kebebasan beropini dan berekspresi". "Saya punya tim, dan kami adalah aktivis yang hanya fokus pada Turki. Saya menyebut diri saya sendiri NeoHacktivist," ujar Ozal.

Ozal telah divonis 2,3 tahun dalam pengadilan in absentia atas tuduhan pembocoran data publik di Turki. "Saya kira hukumannya akan menjadi seumur hidup," tegas dia.

Ditanya alasannya mengapa memilih AS untuk mencari suaka, dia menjawab "karena AS adalah satu-satunya negara yang bisa mengabaikan Erdogan."

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Dardani