Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kabareskrim Sebut Wilayah Perairan ASEAN Rentan Serangan Perompak
Oleh : Redaksi
Jum'at | 09-09-2016 | 12:38 WIB
Kabareskrim.gif Honda-Batam

Kepala Bareskrim Polri Irjen Pol Ari Dono Sukmanto (Sumber foto: Kompas.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan, beberapa tahun belakangan terjadi peningkatan yang signifikan atas isu kejahatan di perairan kawasan ASEAN.

Kejahatan terjadi, khususnya di wilayah perbatasan Indonesia dan Vietnam. Terutama, soal serangan perompak yang marak terjadi lantaran luasnya wilayah perairan tersebut.

Hal itu disampaikan Ari dalam dialog keamanan antara aparat Indonesia dengan Vietnam, di kantor Kementerian Keamanan Publik (The Ministry of Public Security) Hanoi, Vietnam.

"Luasnya wilayah perairan di kawasan yang terpengaruh oleh kejahatan ini menjadikan satu tantangan untuk mencegah kejadian perompakan di laut terus terjadi," ujar Ari, dikutip dalam siaran pers, Jumat (9/9/2016).

Menurut Ari, sebagian besar dari perompak itu justru berasal dari Indonesia. Mereka tak segan-segan menyerang kapal dari luar negeri, bahkan kapal dari Indonesia tak luput dari serangan.

Ari mengatakan, pembajakan kapal kerap terjadi di Laut Cina Selatan, yaitu di kawasan Selatan Vietnam. Daerah tersebut merupakan kawasan konflik antara Vietnam dengan Kamboja.

Para pembajak juga menggunakan senjata api dan mengincar korbannya yang menggunakan kapal komersial, kapal kargo, hingga kapal penangkap ikan.

Oleh perompak, kapal tersebut kemudian dialihkan perjalanannya menuju pelabuhan yang telah ditentukan oleh mereka.

"Setelah kargo dan peralatan lainnya diturunkan serta dipreteli untuk dijual, kerap kali para awak kapal dibunuh atau dijadikan sandera untuk dimintai tebusan," kata dia.

Vietnam mengakui bahwa para perompak sulit ditangani karena mereka kelompok yang terlatih dan memiliki peralatan yang lebih lengkap ketimbang aparat kelautan dari Vietnam.

Selain itu, para pembajak biasanya beroperasi pada malam hari dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak mudah terdeteksi.

Menyadari lemahnya sistem keamanan laut, pemerintah Vietnam hanya bisa menyarankan kepada nelayan lokal agar tidak memancing di koordinat-koordinat yang dianggap berbahaya karena masuk ke wilayah perompak.

Ari mengatakan, selain soal perompak, masalah yang kerap dijumpai di wilayah perairan yaitu ilegal fishing.

Bersama dengan pemerintah Vietnam, Indonesia mencari jalan keluar dari masalah ini khususnya untuk di wilayah ASEAN.

"Sempitnya batas wilayah perairan di kawasan ASEAN, menjadi salah satu poin untuk dicarikan solusinya. Terlebih lagi, jika itu berkaitan dengan penangkapan ikan, di mana masing-masing negara memiliki kebijakan terkait hal itu," kata Ari.

Berdasarkan data kepolisian, pada 28 Agustus 2016 lalu, Direktorat Kepolisian Air Baharkam Polri telah menangkap tiga kapal ikan asing di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Sebanyak 29 warga negara Thailand dan Vietnam diamankan dari tiga kapal itu.

Sementara pada 13 Agustus 2016, Polres Jakarta Barat telah menangkap seorang warga negara Taiwan bersama istrinya karena menjual ribuan benih lobster ke Vietnam, yang didapat dari Indonesia.

Kemudian pada 23 Juni 2016, lebih dari 20 WNA asal Vietnam dideportasi karena ada kaitannya dengan kasus pencurian ikan di laut perairan Kalimantan Barat.

Ari menegaskan, Indonesia tidak dapat mentolerir pelaku kejahatan di laut. Setiap para pelanggar pastinya akan ditindak tegas.

"Di samping itu, pemberantasan illegal fishing dan destructive fishing adalah salah satu program prioritas Kapolri," kata Ari.

Sumber: Kompas.com
Editor: Udin