Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kewarganegaraan Istri Gubernur Kepri Harus Ditinjau dari Hukum Perkawinan Campuran
Oleh : Harjo
Kamis | 18-08-2016 | 10:14 WIB
Andi_Masdar.jpg Honda-Batam

Ketua Gerakan Rakyat Kepri Suskses (Gerak Keris) Bintan, Andi Masdar Paranrengi. (Foto: Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Ramainya pembahasan masalah kewarganegaraan istri Gubernur Kepri Nurdin Basirun, yang masih berpaspor Singapura, harus dikembalikan pada aturan berlaku. Yaitu, status kewarganegaran dalam perkawinan campuran yang diatur Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Demikian diungkap Ketua Gerakan Rakyat Kepri Suskses (Gerak Keris) Bintan, Andi Masdar Paranrengi, kepada BATAMTODAY.COM di Tanjunguban, Kamis (18/8/2016).

Masalah kewarganegaraan istri Gubernur Kepri yang pernah menjabat sebagai Ketua Penggerak PKK tapi masih berwarganegara Singapura, tentunya semua menjadi sebuah pertanyaan bagi seluruh masyarakat terutama di Kepri.

Namun, semua itu harus tetap dikembalikan pada aturan baku dan penyelesaiaannya tetap pada pemerintah dan instansi yang berwenang. Setidaknya status kewarganegaraan dalam perkawinan campuran diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU Kewarganegaraan), harus dijadikan sebagai acuan.

Andi Masdar menyampaikan, dalam pasal 26 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berbunyi: (1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.

(2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.

Jika pejabat yang bersangkutan kehilangan kewarganegaraannya akibat perkawinan campuran sehingga tidak lagi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), maka ia tidak lagi memenuhi syarat-syarat untuk menjadi pejabat negara.

Selain itu kata Andi Masdar apa yang terjadi sebelumnya, dalam Pasal 22ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara disebutkan bahwa syarat untuk seseorang diangkat sebagai Menteri adalah harus berstatus WNI.

Baca Juga: Merdeka! Hanya di Kepri, Warga Negara Singapura Bisa Jadi Ketua PKK

Ditambahkan Nuri Nugroho, Sekretaris Jenderal Gerak Keris, untuk menjadi gubernur, salah satu syaratnya adalah setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah.

Nuri melanjutkan, bunyi dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) diatur mengenai sumpah/janji kepala daerah yang berbunyi: “Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa.

"Semua kembali kepada pemegang kebijakan untuk berpijak kepada aturan yang berlaku, dalam membuat keputusan untuk kemajuan bangsa dan negara. Sebaliknya masyarakat menunggu kinerja yang lebih baik dari pemerintah," imbuhnya.

Editor: Dardani