Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengemis, Bisul yang Mencoreng Kemolekan Bandung
Oleh : Saibansah
Senin | 15-08-2016 | 08:00 WIB
dipasarbarubandung.jpg Honda-Batam

Penulis bersama dengan Ketua SIWO PWI Kepri, Freddy di depan Pasar Baru Bandung. (Foto: Mul)

Saat Walikota Bandung Ridwan Kamil berhasil membongkar jurus tipu-tipu seorang pengemis di wilayahnya yang pura-pura buntung Jumat 5 Agustus 2016 lalu, saya teringat dengan pengalaman dikepung para pengemis plus pengamen di Pasar Baru Bandung. Pengemis itu bak bisul yang mencoreng keindahan kota kembang, Bandung. Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah dari Bandung. 

 

MEMBACA akun instagram pribadi Kang Emil, demikian Walikota Bandung itu biasa disapa, membuktikan bahwa kehadiran pengemis telah menjadi keluhan. Bukan saja dikeluhkan para wisatawan yang berkunjung ke Bandung, tapi juga warga Bandung sendiri.

"Merespon laporan warga kemarin, sudah diamankan pengemis dengan modus minta dikasihani pura-pura tidak punya tangan. Wahay anak-anak muda, seburuk-buruknya nasib kita, mari kita bekerja, bukan dengan menipu sesama." tulis Kang Emil pada akun Instagramnya.

Pengalaman tak enak juga saya alami, Rabu, 27 Juli 2016 lalu. Di sela-sela menghadiri seluruh rangkaian kegiatan Porwanas (Pekan Olahraga Wartawan Nasional) di Bandung, saya bersama dengan Ketua SIWO (Seksi Wartawan Olahraga) PWI Kepri, Freddy dan Pemimpin Redaksi Beritakepri, Nizamul Akhyar belanja ke Pasar Baru Bandung.

Setelah mendapat informasi dari petugas hotel tempat kami menginap, bahwa di pasar itulah pusat oleh-oleh khas Bandung. Benar saja, di pasar 6 lantai itu, tersedia berbagai macam oleh-oleh khas Bandung. Mulai dari aneka kaos dengan berbagai desain kreatif khas anak muda Bandung, sampai dengan jaket-jaket kulit yang semuanya ditawarkan dengan harga menarik.

Sayang, sejak baru pertama kali turun dari taksi hingga pulang, semua pergerakan kami selalu ditempel oleh para pengemis dan pengamen serta pengasong yang agresif menempel semua pengunjung. Mereka bahkan berani menepuk halus pundak para pengunjung sambil terus menawarkan dagangannya.

Sementara para pengemis dengan berbagai "asesorisnya", mulai dari pakaian yang dilusuhkan, sampai dengan membawa anak-anak kecil, terus menempel para pengunjung. Mereka memberondong kami dengan doa-doa berisi harapan diberikan kemurahan rezeki dan kemakmuran.

Bahkan, saat mendengar logat Freddy yang berbau "agak ke-Malaysia-an" itu, pengemis itu pun meminta uang dalam bentuk ringgit. Hampir dapat dikatakan, selama berada di Pasar Baru Bandung, semua pergerakan kita selalu dikelilingi oleh rombongan pengemis, pengamen dan pengasong.

Di situlah kewaspadaan kita diuji. Jika tidak wasdapa, dengan konsentrasi yang terpecah, siapa yang bisa menjamin dompet Anda masih berada di saku belakang celana Anda?

Kota kembang yang indah itu kini telah "bau" oleh ulah para pengemis. Kumaha Kang Emil?

Editor: Dardani