Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Komnas HAM Nilai Polisi Lalai dalam Kasus Tanjungbalai
Oleh : Redaksi
Jum'at | 12-08-2016 | 09:50 WIB
tanjungbalaibymaskurabdullah.jpg Honda-Batam

Salah satu klenteng yang dibakar dan dirusak oleh massa dan kini tengah menjalani proses renovasi. (Foto: Maskur Abdullah)

BATAMTODAY.COM, Tanjungbalai - Besarnya massa yang muncul untuk melakukan perusakan dan pembakaran, menurut Komnas HAM, adalah hasil cipta kondisi.

Komnas HAM menemukan adanya faktor kelalaian polisi dalam kasus kerusuhan di Tanjungbalai, Sumatera Utara, sehingga aksi perusakan dan pembakaran vihara serta kelenteng terjadi.

Padahal sebenarnya, menurut Komnas HAM, peristiwa yang dipicu sentimen kebencian etnis dan suku itu bisa dicegah. Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Komnas Ham, Natalius Pigai, mengatakan, terdapat yang disebutnya sebagai pemelintiran opini di masyarakat.

"Komunikasi pertama terjadi tanggal 23 Juli, kemudian pecah peristiwa pembakaran itu tanggal 29 Juli. Bagaimana bisa terjadi informasi begitu berubah antara sesama teman, tetangga, antara penjual dan pembeli warung yang mereka saling kenal selama delapan tahun baik-baik saja berubah menjadi komunikasi yang seakan-akan berorientasi kebencian terhadap etnis dan ras," kata Natalius.

Dalam enam hari tersebut, menurutnya, terjadi cipta kondisi untuk melakukan upaya-upaya penggalangan opini sehingga muncul massa dalam jumlah besar yang melakukan perusakan dan pembakaran.

Oleh karena itu, tambah Natalius, Komnas HAM berkesimpulan, jika aparat intelijen, baik polisi maupun lainnya, bisa mendeteksi dini maka aksi massa tersebut bisa diantisipasi dan dieliminir. Apalagi, mengingat intelijen memiliki alat yang cukup untuk mendeteksi.

Massa, menurut temuan Komnas HAM, sudah berkumpul sejak sore hari pada tanggal 29 Juli, sementara pembakaran baru terjadi antara pukul 23:00-01:00 WIB. Sehingga menurut Natalius ada jangka waktu lima jam yang bisa digunakan polisi untuk mencegah pembakaran dan perusakan.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani