Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menghadang Provokasi dari Tanah Papua
Oleh : Opini
Rabu | 03-08-2016 | 14:32 WIB
bendera-bintang-kejora.jpg Honda-Batam

Ilustrasi bendera bintang Kejora.

Oleh: Muhammad Sidiq*

SIAPA yang tidak mengenal Indonesia, negeri dengan kebhinekaragaman suku dan budaya di Asia tersebut. Kebhinekaragaman tersebut yang membuat Indonesia sampai saat ini berdiri sebagai negara yang sejahtera. Terkadang banyak negara yang iri dan bangga pada Indonesia karena memiliki kekayaan yang melimpah. Terutama kekayaan budaya dan sumber daya manusia yang beragam masih dimiliki oleh Indonesia sampai saat ini.

 

Banyak manuver-manuver negara lain yang dilakukan untuk menjatuhkan Indonesia demi kepentingan individu maupun kelompok. Manuver yang dilakukan dapat melalui politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun media massa. Dengan cara demikian secara tidak sadar Indonesia telah dijajah dan dipecah belah.

Sebagai contoh dari segi politik, manuver yang digunakan seperti ketua organisasi Melanesia Spearheart Group (MSG) mencoba secara perlahan memecah belah kesatuan Indonesia dengan memberi pernyataan yang tidak rasional. Memanfaatkan jabatan politiknya sebagai cara untuk memprovokasi terpecahnya NKRI. Ketua MSG sekaligus Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare yang mengatakan bahwa Indonesia berpartisipasi dalam “Melanesian Spearhead Group” (MSG) hanya untuk melindungi kepentingan sendiri. Secara lengkapnya pernyataan itu yakni, “Pemberian status keanggotaan penuh untuk Gerakan Serikat Pembebasan Papua Barat (ULMWP) di MSG dapat dibenarkan karena Indonesia pun telah berusaha mendapat status keanggotaan dalam kelompok regional ini hanya untuk melindungi kepentingan sendiri, daripada terlibat dalam dialog tentang isu-isu serius hak asasi manusia di Papua Barat”.

Pernyataan tersebut sudah jelas merupakan bentuk provokasi agar persatuan Indonesia terpecah belah karena pernyataan itu melanggar prinsip-prinsip dasar kedaulatan dan non-interferensi, sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Pembentukan MSG pada 2007. Dalam prinsipnya, seharusnya antara anggota MSG saling menghormati hukum internasional termasuk kedaulatan dan tidak ikut campur hubungan domestik negara anggota. Pernyataan ketua MSG tersebut juga mencerminkan bahwa dia tidak mengetahui tujuan pembentukan MSG, asal bunyi dan tidak bisa dipercaya kata-katanya.

Padahal sudah jelas kepentingan Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga yang menghormati hak asasi manusia merupakan prinsip penting bagi Indonesia. Dan sebagai anggota PBB, Indonesia telah meratifikasi delapan dari sembilan instrumen utama hak asasi manusia dan bekerja sama dalam berbagai mekanisme HAM.

Indonesia juga telah lama berkomitmen untuk mengatasi masalah HAM, antara lain dengan mendirikan kantor perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Papua. Komnas HAM, baik di tingkat nasional dan regional, sekarang ini terus bekerja untuk mengatasi kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua.

Indonesia menyambut baik dan siap untuk berbagi pengalaman tentang promosi dan perlindungan HAM dengan banyak negara, termasuk Kepulauan Solomon. Indonesia selalu menyambut partisipasi Kepulauan Solomon di Forum Demokrasi Bali, dan Indonesia mengembangkan kemitraan dengan beberapa negara kunci di kawasan Pasifik untuk memastikan hubungan bilateral yang kuat dan produktif.

Selain itu, Indonesia juga telah ikut aktif dalam berbagai kelompok regional, seperti Dewan Kerjasama Ekonomi Pasifik (PECC) sejak 1980; Kelompok Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) sejak 1989. Sama halnya dengan Indonesia juga aktif di Forum Kepulauan Pasifik (PIF) sejak 2001 dan Forum Pengembangan Kepulauan Pasifik (PIDF) sejak 2014. Hal tersebut menunjukan bahwa Indonesia menjunjung tinggi HAM apalagi di Tanah Papua, dan bekerjasama dengan MSG untuk kepentingan bersama.

Menurut penulis, kalau ULMWP diberikan status keanggotaan penuh di MSG, maka gerakan tersebut akan melakukan manuver-manuver ke Internasional agar Papua Barat lepas dari Indonesia melalui keanggotaan di MSG tersebut. Dan tidak mungkin ULMWP diberikan status keanggotaan di MSG karena ULMWP merupakan Gerakan Serikat Pembebasan Papua Barat yang dimana gerakan tersebut adalah gerakan yang mendukung Papua Barat Merdeka dari Indonesia.

Peran media dalam mempublikasikan informasi sangatlah berpengaruh, kita harus melihat perspektif dari berbagai sumber dan refrensi yang berbeda agar kita bisa membedakan berita yang bertujuan untuk memprovokasi atau tidak.

Aksi provokasi bukanlah hal yang baru untuk memecah belah Indonesia, kita harus sadar tentang adanya povokasi tersebut. Jangan mudah terpecah karena aksi provokasi. Ingatlah, dahulu Indonesia adalah bangsa yang hebat, bangsa yang pernah dijuluki sebagai macan Asia karena solidaritasnya dan sikapnya yang tegas dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Mengapa sekarang menjadi pecah belah?

Kita pernah merasakan pahitnya dijajah oleh negara lain, dan kita mampu mengatasi itu dengan bersama. Jangan mudah terprovokasi dengan isu-isu yang mampu memecah belah Indonesia. Soekarno pernah mengatakan dalam pidatonya:
"Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!"

"Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bistik tapi budak."

Dalam pidato tersebut terdapat makna yang mendalam, yang dimana NKRI mampu merdeka bukan hanya karena satu suku atau satu golongan adat istiadat, melainkan dari perjuangan berbagai suku di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kalau mau menjadi bangsa yang besar jangan mudah terprovokasi dari pihak-pihak yang mampu memecah belah NKRI, ingat pesan Soekarno, NKRI Harga Mati!!!

*) Penulis adalah Pengamat Kebangsaan Tinggal di Jakarta