Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mewaspadai Kabar 10 Juta TKA Tiongkok
Oleh : Opini
Kamis | 28-07-2016 | 12:38 WIB
tka-singatac.jpg Honda-Batam

Ilustrasi TKA

Oleh: Kusmana S*

KABAR dari berbagai media tentang jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) Tiongkok di Indonesia yang mencapai 10 Juta orang, dinilai tidak rasional. Indonesia merupakan negara yang memiliki peraturan ketat tentang ketenagakerjaan dari luar negeri. Menurut data yang diperoleh dari website resmi Kementerian Ketenagakerjaan, bahwa pekerja asal Tiongkok hanya mencapai 14-16 ribu orang setiap tahunnya. Pekerja asing yang akan bekerja di Indonesia dikendalikan melalui prosedur perizinan yang ketat, meliputi prosedur izin kerja dan prosedur izin tinggal.

 

Semua izin tersebut harus diurus oleh pihak perusahaan sebelum pekerja bersangkutan bekerja di Indonesia. Para TKA juga harus memenuhi syarat dari pemerintah, antara lain syarat kompetensi, pendidikan, pengalaman kerja, keahlian, dan beberapa syarat administratif lainnya. Bahkan jika para TKA melanggar, akan mendapatkan sanksi denda sebesar 10-400 juta rupiah, deportasi, dan catatan hitam bagi perusahaan penggunanya. Oleh karena itu, kabar jumlah TKA Tiongkok mencapai 10 juta orang merupakan kabar yang masih diragukan kebenarannya.

Angka 10 juta orang, melebihi jumlah total TKA di Indonesia yang hanya mencapai sekitar 70 ribu orang. Diperkirakan angka tersebut diperoleh dari total perkiraan warga negara Tiongkok yang memasuki Indonesia dalam setahun, karena berdasarkan program Kementerian Pariwisata, target jumlah wisatawan asing mencapai 12 juta orang. Tiongkok menjadi target tertinggi dari jumlah kunjungan wisatawan asing karena memiliki daya beli yang tinggi. Menurut data UNWTO, total wisatawan asal Tiongkok di dunia mencapai sekitar 120 juta orang. Potensi tersebut merupakan peluang investasi pariwisata terutama dalam menjadi destinasi prioritas.

Perlu dibangun kewaspadaan terkait kabar tersebut, karena akan merugikan Indonesia dari berbagai bidang. Di antaranya menyebabkan keresahan terhadap masyarakat khususnya kalangan pekerja, yang khawatir adanya pengambilalihan bidang pekerjaan mereka, padahal terdapat regulasi bahwa pekerja asing hanya diperbolehkan menduduki jabatan tertentu yang bersifat skill. Posisi paling rendah adalah engineer atau teknisi, jika terdapat pekerja asing bekerja kasar (kuli) dari manapun asalnya sudah termasuk melanggar hukum.

Kerugian selanjutnya adalah di bidang kerjasama luar negeri dan pariwisata. Jika masyarakat Indonesia terpancing oleh isu tersebut sehingga bertindak represif terhadap para warga Tiongkok di Indonesia khususnya wisatawan, maka akan menurunkan jumlah wisatawan Tiongkok dan target program Kementerian Pariwisata tidak tercapai. Selain itu, para investor Tiongkok juga berpotensi menarik investasinya di Indonesia, yang berdampak pada stabilitas perekonomian dalam negeri.

Kewaspadaan terhadap Tiongkok perlu dibangun tanpa harus bertindak represif terhadap masyarakatnya. Mengingat sepak terjang Tiongkok dalam menguasai berbagai sektor ekonomi di dunia, contohnya bercermin pada kiprah bisnis dan investasi tiongkok di kawasan Afrika. Tiongkok telah meningkatkan kekuatan bisnis dan investasi di Nigeria, Angola, Zambia, dan Afrika Selatan. Perdagangan bilateral Tiongkok-Afrika Selatan tahun 2008 naik tajam menjadi 106,8 miliar dollar AS dari 10,6 dollar AS pada 2000 atau tumbuh lebih dari 30 persen per tahun.

Menurut Bank Dunia, Benua Afrika membutuhkan dana investasi 93 miliar dollar AS per tahun selama 10 tahun ke depan untuk infrastruktur. Tiongkok mengambil peluang itu melalui kerja sama dengan beberapa pemerintah di Afrika, dimulai dengan tahun 2007 Commercial Bank of China membeli 20 persen Standard Bank (Afrika Selatan), dengan dana sebesar 5,6 miliar dollar AS secara tunai. Mulai saat itu, investasi China langsung tercatat sebagai investasi asing terbesar di Afrika.

Contoh lainnya adalah dominasi diaspora Tiongkok di Singapura dan Malaysia, maka Indonesia harus bangkit dengan meningkatkan kualitas SDM dan daya saing ekonomi yang sehat. Kekuatan modal Tiongkok menjadi kekuatan terbesar mereka dalam menguasi pereokonomian dunia, namun objek investasi mereka tetap bertumpu pada SDA setiap kawasan. Indonesia memilki nilai SDA yang tinggi di mata dunia, maka dengan berbagai paket kebijakan ekonomi oleh pemerintah dan dengan dukungan masyarakat, diharapkan Indonesia akan mampu kembali menjadi macan Asia.

Selanjutnya, Kementerian Tenaga Kerja menghimbau kepada masyarakat agar melapor ke Dinas Tenaga Kerja Daerah jika mengetahui pekerja asing khususnya yang berasal dari Tiongkok, yang bekerja sebagai pekerja kasar (kuli), dengan catatan pekerja tersebut benar-benar warga negara asing (WNA) atau tidak memiliki KTP Indonesia.

Selain itu para TKA yang tidak memiliki surat izin tinggal atau izin tinggalnya kadaluarsa (overstay) maka dapat dilaporkan kepada pihak pengawas imigrasi di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Kerjasama antar lembaga dan kementerian serta dukungan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan akan membantu meningkatkan capaian target pembangunan dan reformasi di bidang ketenagakerjaan.

Di sisi lain, masyarakat Indonesia juga diimbau untuk peduli dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya, terutama dalam mengawasi keberadaan orang asing, dalam hal ini WNA Tiongkok yang tidak memiliki izin tinggal ataupun yang bekerja di Indonesia.

*) Penulis adalah Pengamat Ketenagakerjaan