Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mencontoh Toleransi Beragama di Maluku
Oleh : Opini
Jum'at | 22-07-2016 | 12:55 WIB

Oleh: Dede August*

TREN yang mengiriskan bagi Indonesia yaitu terlalu dipusingkan dengan konflik yang mengatasnamakan isu perbedaan agama. Sebagai Negara multikultural, yang memiliki keanekaragaman baik dalam hal bahasa, suku, ras/etnis dan agama khususnya, Indonesia memang rawan terjadi konflik. Tuduhan bahwa agama ikut andil dalam memicu konflik atau bahkan sebagai sumber konflik yang terjadi antar umat beragama memang sulit dibantah. Lantas apakah momok tersebut kita biarkan terus melekat pada benak masyarakat Indonesia?

 

Hal yang patut menjadi teladan bagi kita semua sebagai masyarakat Indonesia adalah pelaksanaan perayaan Idul Fitri 1437 Hijriah di Maluku yang kita ketahui memiliki warna masyarakat yang sarat akan perbedaan agama dan keyakinan.

Suasana perayaan Idul Fitri 1437 Hijriah yang damai dan tentram di Maluku, khususnya Kota Ambon, tidak menunjukkan bahwa provinsi ini sempat dilanda peristiwa kelam pada 1999 hingga 2003 silam. Meskipun hingga kini masyarakat Maluku cenderung terkotak-kotak karena perbedaan agama, namun mereka berhasil mewujudkan toleransi antara umat beragama yang patut ditiru.

Bahkan di tahun 2016 ini, Maluku sukses bertengger di posisi ketiga sebagai daerah dengan kerukunan umat beragama terbaik yang ditetapkan oleh Kementerian Agama RI. Hal itu mungkin tampak sulit jika dihadapkan dengan kenyataan bahwa Maluku terdiri dari 1.340 pulau, 117 bahasa, 100 sub-suku, dan adanya pengalaman kelam terkait hubungan antar umat beragama.

Namun, masyarakat Maluku telah mematahkannya, dan sukses dalam mewujudkan toleransi antara umat beragama itu. Ketegangan akibat peristiwa kelam 1999-2002 dan 2011 pun perlahan-lahan surut secara pasti dan sudah mulai terurai, bahkan hilang dari ingatan warga Kota Ambon.

Hal ini terlihat jelas dari perayaan malam takbiran 5 Juli 2016 yang sangat aman dan tertib. Kemenangan melawan hawa nafsu selama sebulan penuh dirayakan dengan suka cita oleh seluruh umat muslim di Kota Ambon dengan melakukan konvoi keliling kota. Meski telah dilarang berkonvoi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku karena dikhawatirkan akan berujung bentrok. Namun, masyarakat muslim dan non-muslim Maluku berhasil membuktikan bahwa mereka telah sembuh dari luka masa lalu yang kelam, sehingga tidak ada sedikit pun gangguan dalam perayaan takbiran.

Tidak hanya dalam perayaan Idul Fitri, perayaan Natal pun demikian, tukang ojek asal pangkalan Kudamati, Kecamatan Nusaniwe yang terkenal sebagai komplek nasrani, tidak khawatir lagi melayani penumpang hingga kawasan Kebun Cengkih, Kecamatan Sirimau, yang terkenal sebagai komplek umat muslim, sebagaimana dikatakan oleh sambutan Gubernur Maluku, Said Assegaff, ketika bersilaturahim Idul Fitri bersama masyarakat, di Kantor Gubernur Maluku, di Kota Ambon, Rabu (6/7) lalu.

Situasi ini Maluku saat ini juga sangat diapresiasi oleh Gubernur Maluku ini dan semakin membulatkan tekadnya untuk menjadikan Maluku sebagai laboratorium kerukunan antarumat beragama. "Saya bangga memiliki warga yang mendukung program Pemprov Maluku menjadikan daerah ini sebagai laboratorium kerukunan antarumat beragama, baik skala nasional maupun internasional," katanya.

Keberhasilan masyarakat Maluku untuk bangkit dari kelamnya masa lalu, sangatlah pantas dicontoh oleh seluruh daerah di Indonesia, bahkan di dunia. Suasana kehidupan masyarakat di Maluku ini merupakan bukti bahwa kemajuan sebuah daerah, salah satunya, harus dibangun dari rasa toleransi antar umat beragama. Jika seluruh masyarakat Indonesia mampu mewujudkannya, maka tidak akan lagi kita dipusingkan oleh konflik antar umat beragama, sehingga kedepannya Indonesia pun akan menjadi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab.

*) Penulis adalah Pengamat Sosial dan Politik