Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ulama yang Dituding Dalang Kudeta Turki Ini Tak Khawatir Diekstradisi
Oleh : Redaksi
Senin | 18-07-2016 | 12:26 WIB
gulen.jpg Honda-Batam

Fathullah Gulen balik menuding bahwa Presiden Recep Tayyip Erdogan berada di balik percobaan kudeta Turki, yang menurutnya, bisa jadi direkayasa. (Sumber foto: DW)

BATAMTODAY.COM, AS - Fathullah Gulen, ulama Turki yang dituding mendalangi percobaan kudeta militer terhadap pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan pada akhir pekan lalu, menyatakan akan mematuhi ekstradisi jika
pemerintah Amerika Serikat memutuskannya.

Turki kini tengah berupaya mengajukan permintaan ekstradisi Gulen kepada pemerintah Amerika Serikat. Gulen tinggal di pengasingan secara legal di Saylorsburg, Pennsylvania, AS.

"Saya benar-benar tidak khawatir tentang permintaan ekstradisi, sebagaimana saya tidak khawatir terhadap kematian," kata Gulen dalam wawancara dengan wartawan di kediamannya pada Minggu (17/7/2016), dikutip dari Reuters.

"Saya menunggu, bahkan menanti, untuk kehidupan di akhirat. Sehingga, hal semacam ini tidak membuat saya khawatir sedikit pun," ujarnya didampingi penerjemah.

"Namun, saya tidak akan melakukan apapun yang akan mencemarkan kehormatan saya, atau melakukan hal yang
tidak terhormat," ucapnya.

Terkait permintaan Turki untuk mengekstradisi Gulen, pemerintah AS sudah menyatakan akan mempertimbangkan permintaan itu jika diajukan secara resmi.

"Jika ada kemungkinan ekstradisi, tentu saja saya akan mematuhi hal itu. Namun saya tidak khawatir," ujar Gulen.

Gulen membantah ia mendalangi kudeta militer pada Jumat (15/7/2016) yang menewaskan lebih dari 200 orang itu. Sebaliknya, ia menuding bahwa Erdogan berada di balik percobaan kudeta, yang menurutnya, bisa jadi direkayasa.

"Sebelumnya, ada permintaan dari pihak Erdogan agar saya meminta maaf, tapi seseorang yang memiliki keyakinan kuat tidak akan meminta maaf kepada seorang penindas," ucapnya.

Pada Sabtu (16/7/2016), Gulen memaparkan bahwa ia menduga aksi itu bisa saja direkayasa agar pemerintah
Turki dapat melayangkan sejumlah tuduhan pengadilan keterlibatan kudeta kepada para pendukungnya di Turki.

"Ada kemungkinan kecil, bahwa bisa saja hal itu [kudeta] direkayasa," ujarnya.

Gulen sendiri meminta agar rakyat Turki tidak mendukung upaya kudeta militer seperti yang terjadi pada Jumat tengah malam. Ia menilai demokrasi tidak dapat dicapai melalui aksi militer.

"Setelah sejumlah kudeta militer di Turki, saya mengalami tekanan dan dipenjara. Saya menghadapi berbagai bentuk pelecehan. Ketika Turki sudah menuju demokrasi, hal itu [kudeta] tak bisa terulang kembali," ujarnya kepada The Guardian.

Gulen adalah warga Turki, seorang mantan imam, penulis sekaligus tokoh politik. Pria 75 tahun ini membentuk gerakan politik keagamaan bernama gerakan Gulen, atau yang dikenal dengan nama Hizmet di Turki.

Mengasingkan diri dari Turki, Gulen adalah kawan yang berakhir menjadi lawan bagi pemerintahan Erdogan.
Kongsi kedua tokoh ini pecah tahun 2013 saat kasus korupsi mendera keluarga dan para pendukung Erdogan
di pemerintahan dan kepolisian.

Erdogan membantah tudingan tersebut dan menuduh Gulen berada di balik fitnah korupsi terhadap dirinya.
Gulen kemudian kabur ke AS, upaya Turki mendeportasinya belum membuahkan hasil.

Mengaku bermazhab Hanafi, Gulen menekankan pengajarannya dengan memadukan agama dengan ilmu pengetahuan alam, mendorong dialog antar agama, serta demokrasi multi partai. Dia menginisiasi dialog dengan
Vatikan dan organisasi-organisasi Yahudi. (Sumber: DW)

Editor: Udin