Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Transparansi Minim, Pemicu Mafia Anggaran di DPR Subur
Oleh : Redaksi
Jum'at | 01-07-2016 | 09:38 WIB
korupsimuralbygetty.jpg Honda-Batam

Mural anti-korupsi di Jakarta. (Foto: Getty)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menurut FITRA, kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR sering kali terjadi pada saat pembahasan anggaran perubahan.

Kasus mafia anggaran kembali mencuat setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap I Putu Sudiartana, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Dia merupakan anggota DPR ketujuh dari periode ini yang ditangkap KPK.

Meski demikian Anggota DPR dari PDIP menilai sampai saat ini belum ada upaya pencegahan dari internal DPR untuk mencegah praktik mafia anggaran.

Anggota DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, sampai saat ini tidak ada upaya pencegahan praktik mafia anggaran dalam kode etik parlemen, yang dapat mengantisipasi konflik kepentingan anggota DPR.

Sehingga tak heran, menurut Eva, jika ada keputusan-keputusan yang berorientasi pada kepentingan bisnis yang dimiliki anggota parlemen. “Syarat agar berkurang korupsi di parlemen dimulai dengan kode etik, diperketat mengurangi konflik kepentingan. Nah, itu tidak ada," kata Eva.

"Misalnya, orang yang punya tambang jangan di Komisi VII, orang yang punya rumah sakit atau yang punya PJTKI jangan di Komisi IX karena nanti keputusan-keputusannya akan berorientasi kepada bisnis dirinya,” tambah Eva.

Menurut Eva, ada dua masalah utama yang membuka peluang terjadinya praktik mafia anggaran di DPR, yaitu konflik kepentingan dan rencana anggaran yang tidak berbasis kebutuhan yang membuka peluang terjadinya negosiasi dalam proses di parlemen.

“Rencana anggaran tidak berbasis pada kebutuhan dan berbasis pada data, maka memunculkan negosiasi, tarik ke dapil ku dong, akhirnya gap Jawa luar Jawa akan makin besar karena anggota DPR unitnya kan dengan jumlah penduduk, mestinya kan lebih banyak di Jawa, itu karena berbasis negosasi," papar Eva.

Expand