Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

RUU Perbukuan Atur Kepentingan Penulis dan Penerbit
Oleh : Irawan
Rabu | 29-06-2016 | 09:26 WIB
RUU_perbukuan.jpg Honda-Batam

Forum  Legislasi tentang RUU Perbukuan

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Popong Otje Djundjunan, mengatakan, melalui RUU Sistem Perbukuan nanti, tidak boleh ada lagi buku teks yang tidak sesuai dengan proses belajar-mengajar di sekolah.

Semua hal menyangkut isi, jumlah halaman, kualitas kertas, dan tinta hanya untuk kepentingan murid bukan kepentingan lain.

"Sekarang ini berbeda antara kepentingan penulis dan penerbit. Untuk itulah, RUU ini kontrolnya, peruntukan, penulis, dan penerbitnya tidak boleh sembarangan. RUU ini sangat penting demi kepentingan generasi ke depan," tegas politisi Golkar itu, dalam Forum Legislasi tentang Sistem RUU Perbukuan bersama anggota dewan pertimbangan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Setya Dharma Madjid, dan Noor Riyadi (Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta), di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (28/6).

Dengan demikian, kata Ceu Popong panggilan akrabnya, RUU ini harus selesai dalam persidangan tahun 2016 ini.

"Toh, secara kontens tak banyak perubahan, hanya ada usulan perubahan judul menjadi sistem perbukuan nasional. Tapi, DPR RI, tetap bersikukuh tidak berubah, karena yang namanya UU itu, pasti untuk nasional, bukan untuk lokal," ujarnya.

Perubahan konten tersebut, antara lain terkait isi, redaksi, penambahan dan pengurangan.

"Jadi, RUU buku ini sangat penting mengingat demi kepentingan generasi ke depan. Hanya saja masih dibahas di internal Komisi X DPR RI. Kalau semua fraksi di Komisi X DPR sudah sepakat, baru dibahas bersama pemerintah," tambahnya.

Setya Dharma menyayangkan, tidak adanya sastrawan unggul akhir-akhir ini di bidang penulisan. Berbeda dengan India, melalui ‘People Books’ 2015, yang tampil dalam pameran buku secara apa adanya, India justru menjadi penerbit buku yang hebat.

"Kita, Indonesia hanya menampilkan buku-buku lama, dan yang baru hanya Laskar Pelangi tapi tidak mendunia meski sudah diterjemahkan ke dalam 25 bahasa dunia," kata Setya.

Tentu dengan People Books itu, maka buku-buku yang baik dan berkualitas tetap bisa dibaca oleh rakyat. Mengapa? "Buku itu disubsidi oleh pemerintah. Sehingga bukan memurahkan buku dan juga buku itu tidak mahal," jelasnya.

Karena itu dengan RUU ini, IKAPI berharap Indonesia bisa mengangkat kearifan lokal, sebagai kekuatan bangsa ini untuk menyatukan dan mempersatukan negara ini.

"Anehnya, dalam menilai buku ini kita masih pada kualitas kertas, penerbit, cover, dan bukannya pada isi. Ditambah lagi penerbit sudah ditentukan, maka IKAPI sangat menyesalkan di tengah literasi bangsa ini menurun," katanya.

Sedangkan menurut Noor Riyadi, membuat buku itu butuh proses panjang. Karena itu perlu dikaji secara matang.

"Kalau dikerjakan secara buru-buru, buku pelajaran sekolah akan terkesan dikerjakan sekedarnya," ujarnya.

Editor: Surya