Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Eliminir Kegagalan Tax Amnesty di Indonesia
Oleh : Opini
Jum'at | 24-06-2016 | 15:46 WIB

Oleh: Moch. Irfandi*

TAX AMNESTY atau pengampunan pajak akan segera diberlakukan dalam waktu dekat dan diharapkan bisa berdampak langsung dalam menggerakkan ekonomi Indonesia. Akan tetapi, pemberlakukan aturan tersebut ternyata tidak semudah yang diharapkan, terdapat banyak kepentingan asing yang mengarahkan kegagalan penerapan tax amnesty di Indonesia melalui berbagai aksi dari lembaga pemangku kepentingan.

Paling lambat, pengampunan pajak akan berlaku pada 1 Juli mendatang. Kepastian ini diungkapkan Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofyan Wanandi, mengutip Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurut Sofyan, uang Indonesia yang parkir di luar negeri maupun dalam negeri adalah sebanyak Rp 1.000 triliun hingga Rp 2.000 triliun. Jika uang itu benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat dan diputar untuk membuka lapangan kerja serta tidak diletakkan di dalam bank-bank lagi.
Jumlah tersebut diyakininya mampu membuat ekonomi Indonesia bergerak sesuai target, yakni 5 persen atau bahkan menjadi 6 persen hingga 7 persen.

Oleh karena itu, Sofyan menilai sektor ritel bisa menjadi ujung tombak penggerak ekonomi nasional dan Hippindo diharapkannya mampu menggalakkan pusat-pusat perbelanjaan agar mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut.
Kementerian Keuangan mengingatkan potensi timbulnya aneka masalah dalam perekonomian nasional, jika pengampunan pajak atau tax amnesty gagal dilakukan, akibat tarif repatriasi yang kurang ideal. Menurut dia, tarif ideal jadi kunci sukses pengampunan pajak. Saat ini, penentuan tarif ideal masih menunggu kesepakatan antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Menurut Bambang, RUU Pengampunan Pajak sedang dalam pembahasan di tingkat rapat panitia kerja (panja) antara pemerintah dengan DPR, yang sedang berlangsung secara tertutup. Seperti diketahui, besaran tarif tebusan yang selama ini diajukan pemerintah Sekadar informasi, tarif tebusan akan dibebankan kepada peserta tax amnesty. Sejauh ini, tarif tebus yang akan berlaku untuk deklarasi adalah 2 persen untuk tiga bulan pertama, 4 persen untuk tiga bulan kedua, dan 6 persen untuk enam bulan selanjutnya hingga 31 Desember 2016. Sementara untuk tarif tebusan yang berlaku atas repatriasi dana adalah 1 persen untuk tiga bulan pertama, 2 persen untuk tiga bulan kedua, dan 3 persen untuk 6 bulan selanjutnya.

Ekonom UOB Group Ho Woei Chen menilai pemberlakuan UU pengampunan pajak akan membawa dampak signifikan bagi pemerintah dalam memenuhi target anggaran pendapatan dan target defisit di 2016. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dalam kurun waktu empat bulan terakhir Indonesia baru mencapai 20 persen dari total target penerimaan pajak, dimana dana yang telah terkumpul sebesar Rp 283 triliun (21 miliar dollar AS).

Jumlah tersebut lebih rendah 8,4 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp 309 triliun. Rendahnya penerimaan pajak disebabkan oleh penundaan pembayaran para wajib pajak karena tidak adanya kepastian akan undang-undang pengampunan pajak.

Namun di sisi lain, Upaya kepentingan pemodal asing menggagalkan pembahasan RUU Pengampunan Pajak (tax amnesty) makin terlihat jelas menjelang pembahasan RUU tersebut di DPR. Aksi tersebut dilakukan melalui sejumlah LSM dan politisi yang ingin dana-dana WNI tetap tersimpan di "save haven countries" dan tidak ingin ribuan triliun dana tersebut kembali ke dalam negeri untuk membiayai pembangunan nasional.

Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Rony Bako mengingatkan kepada pemerintah dan DPR untuk berhati-hati lantaran ada kemungkinan asing semakin gencar melakukan lobi-lobi guna menggagalkan RUU Pengampunan Pajak demi kepentingan negara mereka. negara-negara tetangga yang sering dijadikan tempat untuk menyimpan dana-dana warga RI, seperti Singapura, bakal kekeringan likuiditas akibat kebijakan tax amnesty.

Implemetasi tax amnesty di Indonesia tentunya menjadi bumerang bagi beberapa negara sasaran tax heaven terutama pada kepentingan asing melalui perusahaan-perusahaan. Akibatnya, perdebatan dan penolakan akan kebijakan tersebut pun cukup besar digencarkan para politisi dan sejumlah LSM. Kekhawatiran terhadap pihak asing yang ingin menggagalkan rencana pengesahan RUU Pengampunan Pajak membuat Pemerintah Indonesia harus mengambil prinsip dan memutar pikiran untuk bagaimana caranya agar dana tersebut masuk kembali ke Indonesia demi menunjang ekonomi bangsa.

*) Penulis adalah Pemerhati Ekonomi Politik Indonesia