Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BPK Harus Minta Maaf dan Segera Pulihkan Nama Baik Ahok
Oleh : Irawan
Rabu | 15-06-2016 | 12:25 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus segera meminta maaf dan memulihkan nama baik Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menemukan perbuatan melawan hukum terkait pembebasan lahan RS Sumber Waras.

"Ini pukulan berat dan mencoreng nama sebuah lembaga negara yang ternyata hasil auditnya bermasalah. BPK telah merusak nama baik Ahok dan karena itu lembaga tinggi negara itu harus segera meminta maaf dan memulihkan nama baik Ahok," kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/6/2016).

Dengan tidak menemukan perbuatan melawan hukum dan kerugian negara, kata Petrus, maka KPK tidak akan meningkatkan pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang dimaksud ke tingkat penyidikan.

Ini berarti langkah KPK selanjutnya adalah mengeluarkan Keputusan Penghentian Penyelidikan sesuai dengan kewenangannya menurut UU KPK.

"Kita patut mengapresiasi kesimpulan KPK ini, karena selain telah membuktikan bahwa institusinya tidak goyah terhadap tekanan politik dan psikologis, juga mematahkan anggapan berbagai pihak yang sudah menjurus ke arah fitnah terhadap Presiden Jokowi, KPK dan terutama Gubernur DKI Jakarta," katanya.

Yang menarik, kata pengacara Peradi itu, pengumuman hasil pemeriksaan penyelidikan KPK yang isinya di luar kehendak dan harapan mayoritas politisi di DPR itu, disampaikan oleh pimpinan KPK di hadapan Komisi III DPR RI dengan penuh keyakinan, argumentatif, dan percaya diri.

Data Palsu
Kesimpulan KPK, kata dia, ternyata tidak berbeda dengan penilaian banyak pihak, termasuk TPDI, bahwa LHP BPK RI tentang pembelian lahan Sumber Waras disusun berdasarkan data yang diperoleh dari sumber yang tidak kompeten dan tidak valid.

"Sehingga patut diduga terdapat upaya pihak tertentu yang mencoba memutarbalikkan fakta, merusak independensi dan profesionalisme BPK RI, demi memenuhi tuntutan pihak ketiga, yang bertujuan untuk menjegal Ahok dalam pilkada DKI Jakarta 2017 yang saat ini sedang berproses," katanya.

Sejumlah fakta bisa diangkat sebagai indikator di mana BPK RI patut diduga telah menanggalkan profesionalismenya, mengesampingkan Standar Pemeriksaan yang seharusnya menjadi pedoman dan pijakan bagi BPK RI dalam menyusun LHP yaitu BPK RI masih menggunakan ketentuan Pasal 121 Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012, yang sudah dicabut dan mengabaikan ketentuan pasal 121 Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014, Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.

Selain itu BPK RI sengaja mengabaikan bukti autentik berupa alamat letak Objek Jual Beli tanah yang tertera di dalam SHGB atas nama Yayasan RS Sumber Waras yaitu di Jln Kiyai Tapa dan sengaja mengabaikan NJOP PBB tahun 2014 yang tertera harga Rp20,7 juta per meter dan memilih menggunakan informasi/data yang mengarahkan alamat Objek Jual Beli dan Objek Pajak di Jln. Tomang Utara dengan nilai NJOP Rp 7 juta per meter untuk harga tahun 2013, tanpa didukung bukti dan sumber bukti yang jelas.

"Berdasarkan empat fakta hukum di atas, maka BPK RI dapat dimintakan pertanggungjawaban secara politik di DPR dan secara hukum melalui suatu proses penyelidikan dan penyidikan atas dugaan kemungkinan terdapat dokumen palsu atau dipalsukan atau yang diperoleh melalui cara-cara di luar prosedur atau setidak-tidaknya data yang diperoleh BPK RI tidak dilakukan due deligence demi mengejar opini atau kesimpulan bahwa pembelian lahan RS Sumber Waras terdapat Pelanggaran Hukum dan adanya Kerugian Negara," katanya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian soal kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

KPK menganggap kasus itu selesai dan tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sehingga dari hasil penyelidikan tersebut, dengan demikian KPK tidak meningkatkan proses hukum ke tahap penyidikan.

“Penyidik kami tidak menerima dan tidak menemukan perbuatan melawan hukumnya (soal kasus pembelian lahan Sumber Waras), penyidik kami lho ya. Kalau tidak perbuatan melawan hukumnya kan (berarti kasusnya) selesai,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Jakarta, Selasa (14/6/2016).

Agus menjelaskan, pihaknya sudah mengundang ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus tersebut. Diantaranya ahli dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia.

“Mereka menyandingkan temuan-temuan. Temuan para penyidik KPK ini disandingkan dengan pendapat para ahli yang diminta KPK untuk menelaah kasus ini.,” kata Agus. Baca: KPK Selamatkan Ahok dalam Kasus RS Sumber Waras

Agus yang didampingi empat pimpinan KPK lainnya, yakni Alexander Marwata, Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif, dan Basaria Panjaitan mengatakan, tidak ada indikasi kerugian negara dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terkait pembelian lahan Sumber Waras.

“Ahli menyebutkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) kan harganya paling baru. Dari pendapat ahli tidak seperti itu (audit BPK). MAPI ada selisih, tapi tidak sebesar itu. Ahli ada yang berpendapat terkait NJOP (nilai jual obyek pajak) itu harga bagus,” katanya.

Menyikapi hasil kerja penyidik tersebut, KPK akan bertemu Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Menurut Agus, kemungkinan pertemuan digelar sebelum Lebaran.

Editor: Surya