Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BAIS TNI dan Kemenhan Putus Hubungan
Oleh : Redaksi
Rabu | 15-06-2016 | 10:36 WIB
kemenhan.jpg Honda-Batam

BAIS dan BIN mengalami kebekuan komunikasi dengan Kemenhan sejak Ryamizard Ryacudu menjabat. (Dok. kemenhan.go.id)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) periode 2011-2013, Laksda TNI AL (Purn) Soleman B. Ponto, menyatakan telah terjadi keterputusan komunikasi antara lembaga yang pernah ia pimpin dengan Kementerian Pertahanan. Ketiadaan koordinasi ini ditengarai menjadi salah satu alasan Kemenhan membentuk badan intelijen sendiri.

"(Badan Intelijen Pertahanan) itu tidak perlu. Tugas Kemhan satu: membuat kebijakan pertahanan negara. Bahan (penyusunan kebijakan) didapat dan dianalisis dari data BAIS, BIN, dari mana-mana. Persoalannya, ada putus hubungan antara Kemhan dengan BAIS dan BIN," kata Ponto, Selasa (14/6/2016).

Ponto berujar, kala dia menjabat sebagai Atase Pertahanan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda, ia pun menyuplai informasi untuk Kemenhan. Demikian pula saat ia menjadi Kepala BAIS –badan intelijen kemiliteran di bawah komando Markas Besar Tentara Nasional Indonesia.

Oleh sebab itu Ponto menganggap Badan Intelijen Pertahanan yang tengah dibentuk Kemenhan sesungguhnya sama sekali tak dibutuhkan.

"Tugas Kemenhan bukan operasional. Sementara operasi intelijen yang butuh anggaran besar cukup oleh BIN dan BAIS. Ancaman nonmiliter domain BIN, ancaman militer domain BAIS," ujar pria 60 tahun tersebut.

Badan Intelijen Pertahanan di bawah Kemenhan, jika mewujud, disebut Ponto bakal menimbulkan gesekan bahkan tumbukan antarlembaga telik sandi, yakni dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan BAIS dan juga memboroskan anggaran negara.

"Akan kacau. Kalau badan intelijen Kemenhan menggelar operasi, pasti tabrakan dengan Undang-Undang, pasti tabrakan dengan BAIS dan BIN karena lingkupnya sama. Itu pasti," kata penulis buku TNI dan Perdamaian di Aceh: Catatan 880 Hari Pra dan Pasca-MoU Helsinki itu.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemenhan, Laksdya Widodo, mengatakan Badan Intelijen Pertahanan di bawah kementeriannya bertugas mengumpulkan berbagai data dan informasi secara komprehensif terkait seluruh sumber daya pertahanan dan keamanan negara, termasuk sumber daya pendukungnya seperti pangan dan energi.

Sementara mantan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemenhan Letjen (Purn) Syarifudin Tippe menyatakan Badan Intelijen Pertahanan akan memayungi segala ancaman yang berasal dari unsur militer maupun nonmiliter.

"Pertahanan itu luas, dan ada ruang kosong yang tak terjamah intelijen TNI, yaitu nonmiliter. Di situlah tugas Badan Intelijen Pertahanan," kata Tippe.

Badan Intelijen Pertahanan, ujar mantan Pangdam II/Sriwijaya itu, nantinya juga akan membantu intelijen militer.

Namun justru persinggungan atau kesamaan cakupan itulah yang dikhawatirkan menimbulkan tumpang tindih bahkan bentrok antar badan intelijen.

"Kemenhan berdasarkan UU Pertahanan Negara mestinya mengurus kebijakan negara saja, sementara urusan operasional dibagi habis kepada lembaga terkait lain, termasuk TNI. Tapi Kemenhan yang sekarang juga ingin memegang operasional, membuat badan intelijen, menerapkan bela negara. Itu akan tabrakan," ujar Ponto.

Expand