Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Harga Daging Capai Rp130 Ribu, OSO Sebut Tindakan Kartel Biadab
Oleh : Irawan
Kamis | 09-06-2016 | 17:58 WIB
dagingkartel.jpeg Honda-Batam

Wakil Ketua MPR RI, Oesman Sapta Odang (kedua kiri), Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi (F-PAN) dan Anggota Komisi IX DPR RI M Iqbal (F-PPP) menjadi pembicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Presiden Jokowi dan Kartel Sapi" di Press Room DPR RI, Jakarta, Kamis (9/5/2016).

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Osman Sapta Odang (OSO) menilai kartel daging yang membuat sistem harga daging sapi di Indonesia menjadi sangat tinggi, sudah keterlaluan.

OSO gerah dengan ulah kartel yang seenaknya menaikkan harga daging sapi hingga Rp130 ribu per kg. OSO menilai, apa yang mereka lakukan untuk memperkaya kelompok mereka dan membuat rakyat berpikir berkali-kali untuk membeli daging, sudah tindakan biadab.

"Menurut saya, mereka (para kartel) sudah biadab. Mereka sudah cari untung sebesar-besarnya tapi sudah membuat rakyat sampai susah beli daging. Padahal harga daging di Singapura saja antara Rp60 ribu sampai Rp70 ribu. Mereka benar-benar memanfaatkan kebutuhan daging kita yang mencapai 650 ribu ton per tahun,” kata OSO dalam diskusi "Dialektika Demokrasi" di Pressroom DPR RI di Jakarta, Kamis (9/6/2016).

OSO mengaku, praktek kartel daging ini dilakukan oleh pengusaha non pribumi, dan apa yang mereka lakukan sudah keterlaluan. Setidaknya ada 5 kartel menguasai pasar daging saat ini, dan mereka itu bukan pengusaha pribumi.

"Dulu Pak Benny Moerdani sering bilang ke saya, janganlah bedakan pengusaha pribumi dan non pribumi. Kan sama-sama pengusaha. Tapi kalau sudah keterlaluan cara cari untungnya ya terpaksa saya bedakan pribumi dan non pribumi. Karena yang pribumi tidak keterlaluan, saya terpaksa membela pengusaha pribumi. Akhirnya kita harus bedakan pribumi dan non pribumi kalau seperti ini," katanya.

OSO menceritakan, dirinya miris melihat rakyat selalu jadi korban akibat permainan kartel yang sebagian besar dikuasai pengusaha non pribumi.

Para pengusaha non pribumi itu melakukan tindakan yang biadab dengan mengorbankan rakyat Indonesia.

Karena rakyat terus jadi korban, ada seorang pengusaha pribumi yang memiliki peternakan sapi menawarkan sapi kepada pemerintah dengan harga murah.

Pengusaha ini seorang ibu, seorang janda yang lahir dari kandang sapi. Dia bertemu Menteri Pertanian, tetapi anehnya sang menteri membantah pernah ketemu.

"PT Evita sudah bertemu Mentan, Mendag dan PT Berdikari untuk menawarkan daging sapi yang dimiliki dengan harga murah. Saya saksi hidup. Kalau si menteri bilang tak tahu, tidak pernah bertemu si ibu pengusaha, itu menteri kita mau bilang apa ya. Menteri yang berbohong saja deh," ungkapnya.

Melihat semakin menjadi-jadinya kartel yang dilakukan pengusaha nonpri, Oso terpaksa membela pengusaha pribumi.

"Akhirnya kita bedakan pri dan nonpri. Kenapa pribumi dibikin begini? Nasib pribumi tertindas dan apa gunanya kita duduk di MPR dan DPR kalau kita diam saja,” ujarnya dengan nada bertanya..

Expand