Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Niat Pemerintah Selidiki Pembantaian 1965-66 Hadapi Banyak Rintangan
Oleh : Redaksi
Selasa | 31-05-2016 | 11:43 WIB
monumen-Pancasila.jpg Honda-Batam

Monumen Pancasila di Jakarta (Sumber foto: DW)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Presiden Joko Widodo menginstruksikan penyelidikan kuburan massal dan pengungkapan pembantaian anti komunis 1965-66. Tapi instruksi itu tidak mudah dijalankan karena penentangan aparat keamanannya sendiri.

Sejak penyelenggaraan Simposium 1965 yang diwadahi pemerintah dan didukung langsung oleh Presiden Jokowi, polisi dan militer Indonesia mendadak bergerak cepat justru untuk menghantam segala hal yang dianggap berbau komunisme. Antara lain menyita t-shirt, buku-buku dan membatalkan berbagai acara.

Reaksi sebagian aparat keamanan dan perwira tinggi militer mendapat dukungan dari sebagian kubu konservatif di Indonesia, yang masih menganggap tulisan dan pembahasan tentang komunisme bisa mengembalikan Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali menjadi kekuatan politik.

Kekhawatiran terhadap PKI yang sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang terutama disulut oleh aksi-aksi kelompok militan dan pernyataan-pernyataan keras para petinggi polisi dan militer, termasuk dari Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, pensiunan Jendral yang punya pengalaman tempur ketika mengejar anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Suharto banyak berurusan dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. Tahun 1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto.

Gelombang isu yang mencuat tentang "kebangkitan PKI" tidak terjadi secara kebetulan, kata beberapa pengamat politik Indonesia. Penyebaran isu itu dipersiapkan dan dilansir secara terarah.

Expand