Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Stop, Eksploitasi Anak Indonesia
Oleh : Opini
Rabu | 25-05-2016 | 13:10 WIB
buruh_anak-anak.jpg Honda-Batam

Ilustrasi.

Oleh: Sultan Pasya, S.Sos*

KEKERASAN terhadap anak Indonesia saat ini sudah semakin memprihatinkan dan dapat menjadi ancaman psikologi anak kedepan. Apalagi kekerasan tersebut dilakukan oleh orang terdekatnya. Berbagai bentuk kekerasan terhadap anak seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, hingga kekerasan seksual, yang biasanya berhubungan dengan eksploitasi terhadap anak, masih menjadi ancaman serius bagi anak-anak Indonesia.

Pada saat ini, banyak orang tua ataupun orang dewasa menggunakan atau mengeksploitasi anaknya untuk membantu mereka di dalam mencari uang. Anak-anak yang seharusnya menikmati masa-masa bermain justru harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri dan membantu keluarga yang notabene tanggungjawab orang tuanya.

Eksploitasi antar lain dengan menjadikan anak sebagai pengemis, pengamen, pedagang asongan, kenek, juru parkir hingga kepada kasus perdagangan anak, menjadi pekerja seks komersial (PSK). Dengan dalih kesulitan ekonomi dan semakin sulitnya mencari pekerjaan, ekploitasi atau mempekerjakan anak sebagai sarana yang mudah mencari uang karena mereka berkeyakinan orang akan kasihan melihat anak-anak kecil di jalan mencari nafkah dan akan memberikan sedikit rezekinya kepada anak tersebut.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menegaskan bahwa pelaku eksploitasi anak harus dihukum berat, pemberatan hukuman menjadi penting, meskipun pelakunya adalah orang tua si anak untuk memberi efek jera. Tapi sering kali kalau pelakunya orang tua si anak maka cenderung dihukum ringan dalam putusan pengadilan. Kecenderungan hukuman ringan tersebut karena adanya kekhawatiran bahwa anak tersebut tidak ada yang mengurus.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 sudah memberikan hukuman yang berat dengan kategori tertentu sebagai sanksi bagi pelaku kekerasan maupun eksploitasi anak. Pemerintah sudah membuat mekanisme tentang perlindungan anak, termasuk untuk anak yang menjadi korban dan tidak yang mengasuh. Kalau orang tuanya dihukum, anak ini bisa diasuh keluarganya. Kalau keluarga tidak mampu bisa dipelihara oleh negara.

Saat ini terdapat sekitar 8.300 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) seperti panti-panti asuhan yang dapat mengasuh anak-anak tersebut. Kementerian Sosial mendata saat ini ada 4,1 juta anak Indonesia yang terlantar dan butuh perlindungan dan 35.000 anak yang dieksploitasi. Sementara data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan ada 18.000 anak korban eksploitasi.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise menyatakan telah meluncurkan kampanye "Bersama Lindungi Anak Indonesia" di Provinsi Bali melalui diskusi musikal yang dihadiri ratusan siswa, anak-anak berkebutuhan khusus dan sejumlah tokoh masyarakat, pada 24 April 2916. Bali dipilih sebagai provinsi pertama di Indonesia untuk peluncuran kampanye baru kemudian menyusul provinsi lainnya di Tanah Air.

Sejauh ini berbagai bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik, psikis, hingga kekerasan seksual masih menjadi ancaman serius bagi anak-anak Indonesia. Permasalahannya, sejumlah kasus kekerasan yang dialami anak justru terjadi dalam lingkungan yang pelakunya adalah orang-orang terdekat. Di dalam keluarga dan sekolah masih ada kekerasan terhadap anak. Di sekolah masih ada guru yang mencabuli siswa, di keluarga ada keluarga dekat yang mencabuli, dan itu terjadi dimana-mana. Belum lagi, persoalan anak-anak yang diperdagangkan atau dieksploitasi untuk membantu perekonomian keluarga. Meskipun ancaman hukumannya berat, namun tidak mungkin semua orang tua ditangkap karena siapa nanti yang akan merawat anak-anak.

Ketua Dewan Pembina Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Seto Mulyadi mengatakan mendidik dan melindungi anak juga perlu melibatkan orang sekampung, maka harus ada bagian khusus anak di tingkat RT dan RW. "Kami selalu mengimbau agar sekarang ini setiap RT dan RW ditambah satu seksi lagi, seksi perlindungan anak, jadi, saling mengingatkan. Jika ada anak di bawah umur membawa sepeda motor, maka orang tuanya harus diingatkan demi mencegah hal-hal berbahaya dan melanggar hukum. Jika ada orang tua yang memukuli anaknya dan tetangga mengetahuinya, maka tetangga wajib melaporkan ke seksi perlindungan anak agar orang tua diberi peringatan secara dini. Kalau sampai diteruskan (pemukulan terhadap anak) bisa lapor polisi."

Kasus kekerasan terhadap anak, yang juga dalam bentuk ekploitasi dan tindak pidana oleh anak di bawah umur adalah fenomena gunung es. Apa yang dilaporkan selama ini masih belum seberapa, dibanding kenyataan yang sebenarnya terjadi.

Dengan adanya satgas (satuan tugas) perlindungan anak di setiap RT-RW, maka data-data ini bisa dikumpulkan di RT, selanjutnya lurah, kabupaten/kota, kemudian dilaporkan ke pusat. Mengharapkan anak-anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana diposisikan sebagai korban. Korban dari lingkungan yang tidak kondusif, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat sekitarnya.

Jika ada satgas perlindungan anak, kejadian itu bisa dicegah sejak dini sehingga begitu ada anak yang menyimpang dan tetangga mengetahuinya, maka segera laporkan kepada seksi perlindungan anak.

Kekerasan terhadap anak khususnya eksploitasi terhadap anak di Indonesia dalam lingkungan orang dekatnya saat ini sudah semakin memprihatinkan, dikhawatirkan akan membawa trauma anak dan berpengaruh terhadap kehidupannya kedepan. Meningkatnya eksploitasi terhadap anak banyak faktor yang mempengaruhinya, misalnya faktor ekonomi dan faktor pendidikan agama yang semakin memudar di masyarakat.

Eksploitasi anak biasanya terjadi oleh keluarga yang kurang mampu dan kecenderungannya orang tua anak tersebut malas untuk melakukan pekerjaan yang menjadi porsinya, sehingga anak digunakan membantu mereka dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Selain i,tu eksploitasi anak juga cenderung dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak jalanan yang tidak lagi diperhatikan oleh orang tuanya yang kecenderungannya mempunyai ekonomi tidak mampu. Biasanya dilakukan dengan pengancaman dan tindakan kekerasan apabila anak-anak tersebut tidak mau menuruti perintah mereka.

Untuk meminimalisir terjadinya eksploitasi terhadap anak diperlukan peran aktif seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Peran pemerintah dalam menekan terjadinya kekerasan terhadap anak termasuk juga eksploitasi anak seperti yang dilakukan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise meluncurkan kampanye "Bersama Lindungi Anak Indonesia" di Provinsi Bali perlu diapresiasi dan diikuti instansi-instansi terkait lainnya.

Selain itu tindakan tegas perlu dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku, bagi siapa saja yang telah melakukan eksploitasi terhadap anak, hal ini agar menimbulkan efek jera. Karena apabila dibiarkan ataupun dihukum ringan eksploitasi dapat semakin besar dan menjadi turun temurun, nantinya kedepan dapat merusak kehidupan anak.

*) Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial