Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Barelang Perlu Dibangun Pangkalan Laut Militer

Djasarmen Usulkan Perlunya UU Bakamla guna Menjaga Kedaulatan Wilayah Perairan Indonesia
Oleh : Irawan
Selasa | 24-05-2016 | 11:26 WIB
Djasarmen Purba1.jpg Honda-Batam

Anggota Komite II DPD RI Djasarmen Purba, Senator asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Anggota DPD RI Djasarmen Purba mengusulkan perlunya Undang-undang (UU) Badan Keamanan Laut (Bakamla) guna meningkatkan peran kewenangan dan kinerjanya agar mendapatkan dukungan dari sisi anggaran.

Usulan tersebut disampaikan Djasarmen dalam Laporan Kegiatan Daerah Anggota DPD RI Provinsi Kepulauan Riau pada 30 April sampai 22 Mei 2016 yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPD RI pembukaan Masa Persidangan V Tahun 2015/2016.

"Perlu adanya undang-undang tersendiri tersendiri tentang Badan Keamaman Laut (BAKAMLA) sebagai turunan Undang-Undang Kelautan agar TUPOKSI dan Organisasi BAKAMLA terutama dari segi anggaran dan kewenagan dapat meningkatkan peran dan kinerjanya," kata Djasarmen.

Menurut Djasarmen, Bakamla seharusnya diberi wewenang penuh di perairan Indonesia dalam hal melakukan patroli, penangkapan dan penyidikan untuk selanjutnya dilimpahkan kepada penuntutan ke pihak Kejaksaan.

"Dengan disyahkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang kelautan, maka Bakorkamla berubah menjadi Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan tugas, fungsi, dan wewenang yang lebih luas," katanya.

Sebagai contoh, Provinsi Kepri sebagai wilayah garda terdepan NKRI, permasalahan yang dihadapi di wilayah Provinsi Kepri bukan hanya terkait sisi keamanan laut saja, melainkan juga gerakan-gerakan radikalisme.

Sebab, dari sisi wilayah, Provinsi Kepri yang 96% wilayahnya adalah laut, maka Bakamla sangat berperan penting untuk mengamankan perairan Provinsi Kepri dari segala ancaman dan permasalahan yang terjadi seperti ilegal fishing di perairan Natuna, permasalahan limbah di Pulau Bintan barang-barang bekas pakai, barang tipe percusor (kimia aktif), limbah barang beracun dan berbahaya (B3), narkotika dan psikotropika, firework, bubuk mesiu dan senjata api, arus perdagangan/trafficking manusia dan buruh migrant khususnya ke wilayah Malaysia serta berbagai komoditi yang termasuk kedalam pelarangan dan pembatasan (lartas) sebagaimana diatur didalam UU No 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Lalu, isu tentang perompakan atau pembajakan sarana armada laut juga menjadi perhatian serius terutama beberapa kejadian belakangan ini yang dilakukan oleh bajak laut Abu Sayyaf dan Somalia.

"Sehingga ini menjadi perhatian khusus dari Bakamla, khususnya Bakamla Armada Barat dalam hal pencegahan dan penanggulangannya," kata Senator asal Provinsi Kepri.

Dalam perjalanannya hingga saat ini, lanjut Djasarmen, Bakamla belum dapat melakukan tupoksinya sebagaimana yang diharapkan karena terbatasnya wewenang dan sumber daya pendukung seperti SDM dan armada yang diperlukan agar dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga pengaman laut.

Untuk mengetahui sampai sejauh mana Bakamla Provinsi Kepri dalam melaksanakan fungsi dan peran dari sisi keamanan laut setelah disahkannya UU No 32 Tahun 2014, Djasarmen mengungkapkan telah melakukan jaring aspirasi dengan Bakamla Provinsi Kepri.

Dari pertemuan dengan jajaran Bakamla Provinsi Kepulauan Riau dapat, menurut Anggota Komite II DPD RI dapat disimpulkan dalam lima hal. Yakni pertama ntuk lebih meningkatkan peran dan wewenang Bakamla diperlukan wacana Bakamla diatur dalam Undang-undang tersendiri.

Kedua keberadaan Bakamla sangat dibutuhkan untuk mengamanan wilayah laut dan perairan di Indonesia. Untuk itu harus ada peningkatan dari sisi kantor, sumber daya manusia, dan trasportasi seperti armada penunjang kegiatan yang memadai termasuk persenjataan.

"Ketiga diiharapkan pada Tahun 2017 agar di wilayah Batam terutama kawasan Barelang perlu dibangun Pangkalan Laut, mengingat akan beroperasinya kapal dengan tipe 110 meter dan 80 meter yang tentunya membutuhkan pangkalan untuk bersandar secara memadai," katanya.

Keempat, masih terbatasnya wewenang yang dimiliki sehingga konsep untuk menerapkan single agent multy task (BAKAMLA) multy agent single task (BAKORKAMLA) masih belum tercapai.

"Secara efektive saat ini Bakamla masih bertindak lebih banyak sama seperti ketika dulu organisasi berbentuk Bakorkamla dibawah Kemenko Polkam," katanya.

Kelima, faktor koordinasi dan sinergi menjadi sangat kritis, terutama, perihal standar baku dan sering terjadinya tumpang tindih dan saling menegasi kewenangan dari berbagai otoritas yang menangani pengamanan dan pertahanan laut seperti Kementrian Kelautan dan Perikanan, Coast Guard (KPLP) Kemenhub, Bea Cukai, Polairud dan TNI Angkatan Laut.

Editor: Surya