Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Revisi UU Pilkada Belum Disahkan
Oleh : Redaksi
Sabtu | 30-04-2016 | 11:49 WIB
KPU.jpg Honda-Batam

Revisi UU Pilkada Belum Disahkan Petugas PPK membawa kotak suara dari tiap kecamatan dalam rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat kota pada Pilkada Depok di Depok, Jawa Barat (Sumber foto: CNN Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kepentingan politik dinilai jadi penyebab batalnya pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Seharusnya, rencana revisi beleid ini diselesaikan akhir April dan disahkan menjadi undang-undang sebelum penutupan masa sidang keempat DPR.

"Padahal revisi diharapkan perbaiki aturan yang tidak sempurna. Karena UU masih banyak kekurangan. Tapi berjalannya sekarang lebih terlihat kepentingan partai politik sangat kuat," kata Peneliti Senior PARA Syindicate Toto Sugiarto dalam diskusi di Jakarta, kemarin.

Kemarin masa persidangan keempat DPR 2015-2016 telah berakhir. DPR akan memulai masa persidangan pada 17 Mei. Toto menjelaskan, salah satu pembahasannya adalah soal syarat dukungan calon independen dan ambang batas partai politik.

Sejumlah fraksi di DPR ingin syarat dukungan calon independen dinaikan, sementara ambang batas partai politik diturunkan. Keinginan itu mencuat setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menyatakan maju melalui jalur independen.

"Ada ketakutan akan sosok populer yang diprediksi banyak diidolakan. Sehingga, terdapat kesan ini langkah untuk menjegal calon perseorangan," ucapnya.

Sebelumnya, Komisi II DPR mengakui syarat dukungan calon independen dan ambang batas partai politik menjadi hal yang membuat pemerintah dan DPR terus tarik ulur. Alotnya pembahasan ini terjadi karena pecahnya suara di DPR.

Sejumlah fraksi menginginkan tetap seperti yang diatur dalam Pasal 40 draf revisi beleid, soal parpol dapat mengusung paslon jika memenuhi 20 persen kursi DPRD atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD.

Sementara itu, sejumlah fraksi lain menginginkan syarat diturunkan menjadi 15 persen kursi DPRD atau 20 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD.

Pasal 41 draf UU ini juga menyebabkan alotnya pembahasan. Pasal ini menyatakan, calon independen dapat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika mengantongi dukungan 6,5-10 persen DPT.

Dalam pembahasan, muncul opsi pukul rata calon independen harus mengantongi dukungan 10 persen DPT. Padahal, ring 6,5-10 persen DPT diatur berdasarkan jumlah penduduk di daerah.

Sejumlah fraksi juga menilai verifikasi KTP dukungan harus dilakukan. Hal itu agar dapat memastikan seseorang mendukung calon independen dengan kesadarannya.

"Semangat untuk perbaiki UU Pilkada hilang. Yang timbul malah kontroversi yang imbasnya kontraproduktif," ujar Toto.

Anggota DPR Harus Mundur

Kepentingan politik kata Toto, juga terlihat dalam pembahasan Pasal 7 huruf S, tentang anggota dewan harus mengundurkan diri sejak ditetapkan menjadi calon kepala daerah. Pemerintah mengatur hal ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.

Dalam pembahasannya di DPR, masalah ini mulai menemukan titik terang karena DPR dan pemerintah membuat norma baru. Yakni anggota dewan hanya mengundurkan diri dari pimpinan alat kelengkapan dewan. Jabatannya sebagai anggota dewan cuma perlu cuti.

Toto berpendapat, usulan itu tidak sejalan dengan upaya menghadirkan calon-calon berkualitas dalam pesta demokrasi itu. "Sebenarnya yang ideal itu wakil rakyat mundur ketika mencalonkan diri agar bisa fokus dengan target-targetnya dan tidak menganggu mekanisme di DPR," ucapnya.

Dia menilai, pilkada serentak 2017 berpotensi menjadi ajang coba-coba jika norma baru itu ditetapkan. Artinya, calon sekadar mencari peluang dan enggan mengambil risiko atas keputusannya mencalonkan diri dalam pilkada.

Namun, Toto mengatakan, norma baru itu masih berpeluang tak dicantumkan dalam UU Pilkada jika tidak disetujui MK. Sebab, keputusan MK bersifat final dan mengikat. "Putusan MK harus dijalankan. Tentu ada pemikiran-pemikiran dari MK, itu melanggar konstitusi atau tidak," ucapnya.

Toto mendesak DPR dan pemerintah segera merampungkan pembahasan. Sehingga, revisi UU Pilkada dapat disahkan. Pilkada 2017 akan tertunda apabila belum ada payung hukum. Menurutnya, pengesahan paling lambat dilakukan akhir Mei.

Sebab berdasarkan perencaanaan awal, pada Juli 2016 semua perangkat penyelenggaraan pilkada ditargetkan sudah lengkap. Saat ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tengah melakukan rekruitmen pengawas pilkada.

"Awal Juni tugas pertama mereka sudah dimulai, yakni mengawasi pembentukan struktur KPU di daerah. Mereka akan membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS)," tuturnya.

Kemudian pada Juli hingga Agustus nanti pendaftaran calon perseorangan dimulai. Sehingga semua struktur penyelenggara baik dari KPU dan Bawaslu harus sudah siap. "Makanya akhir Mei harusnya sudah disahkan," ucapnya. (Sumber: CNN Indonesia)

Editor : Udin