Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peringatan May Day 2016 Miliki Makna Strategis, karena Bertepatan dengan MEA
Oleh : Irawan
Kamis | 28-04-2016 | 17:10 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Peringatan May Day 2016 mendatang sangat strategis, karena merupakan yang pertama kali sejak diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Yang mana persaingan ketat tenaga kerja telah terbuka. Berkaitan dengan hal tersebut Rieke akan mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang Piagam Marsinah.

"Pada May Day mendatang, kami akan mengingatkan kembali tentang Piagam Marsinah yang dibacakan pak Jokowi saat kampanye untuk Pilpres pada 5 Juli 2014 lalu. Yang mana piagam tersebut menekankan pentingnya Kerja Layak, Upah Layak dan Hidup Layak bagi buruh Indonesia, serta menolak outsourcing karena merupakan perbudakan di jaman modern," kata Demikian ditegaskan Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka pada Dialektika Demokrasi bertema May Day dan Negara di Jakarta, Kamis (28/4/2016).

Politisi PDIP tersebut mengatakan, May Day di Indonesia sebenarnya sudah dirayakan sejak lama. Bahkan Presiden pertama RI Soekarno merayakannya dengan mengundang para buruh ke Istana. Dan Soekarno berpidato mengobarkan semangat para buruh serta menjelaskan Program Pembangunan Semesta Berencana yang nantinya akan mensejahterakan buruh.

"Kami tidak berharap Presiden Jokowi bisa seperti Bung Karrno dalam merayakan May Day. Tapi kami berharap Presiden Jokowi bisa memenuhi janji kampanyenya yang tertuang dalam Piagam Marsinah tentang Kerja Layak, Upah Layak dan Hidup Layak. Juga bagaimana pemerintahan Presiden Jokowi mempunyai kebijakan yang berpihak pada buruh Indonesia yang kini berada di era MEA," kata Rieke.

Rieke menambahkan, BUMN yang menjadi garda terdepan dalam penegakan aturan ketenagakerjaan. Namun sangat disayangkan masih banyak BUMN yang tidak melaksanakan aturan ketenagakerjaan secara baik dan rapi.
Menurut politisi PDI Perjuangan, jika BUMN saja tidak rapi, sangat tidak fair kalau hanya perusahaan swasta yang dituntut melaksanakan peraturan ketenagakerjaan, terutama meningkatkan upah para buruhnya.

"Sebab perusahaan BUMN berbeda dengan swasta. BUMN mendapatkan suntikan dana dari pemerintah, sementara tidak memperhatikan kesejahteraan buruhnya. Dalam kondisi seperti itu lantas kita mendesak swasta tentunya sangat tidak adil," kata Rieke.

Dia mencontohkan masih banyak buruh atau tenaga kerja di BUMN yang masih berstatus outsourching. "Jadi BUMN harus menunjukkan contoh yang baik," demikian Rieke.

Editor: Surya