Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Korupsi Alkes RSUD Kepri Tanjunguban Rp8 M

Persekongkolan Sudah Dimulai dari Pembuatan HPS
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 26-04-2016 | 10:38 WIB
sidang-korupsi-Alkes-RSUD-Tanjunguban.jpg Honda-Batam

Saksi Ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Provinsi Kepri, Hendra Mahendara memberi keterangan saat sidang korupsi Alkes RSUD Tanjunguban-Bintan (Foto: Charles Sitompul)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Dugaan korupsi pengadaan 6 item alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Daerah (RSUD) Kepri di Tanjunguban, Bintan, dengan terdakwa mantan Dirut RSUD Tanjunguban, dr Aryanto Sidasuha Purba selaku KPA dan Deni Rafian selaku (PPK), serta Suhadi Dirut PT Mitra Bina Medika selaku kontraktor semakin terkuak di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.

 

Saksi Ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Provinsi Kepri, Hendra Mahendara, mengatakan, dari Rp8 miliar alokasi dana APBD Kepri untuk pelaksanaan proyek alkes di RSUD Provinsi Kepri di Tanjunguban itu, terdeteksi persekongkolannya sudah dimulai dari penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dilakukan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan.

"‎Dari HPS serta pelaksanaan lelang, berdasarkan audit yang kami lakukan ada kesalahan pengetikan, sehingga berbeda dengan dokumen masing-masing perusahaan pada Pokja," ujar Hendara Mahenda kepada Majelis Hakim Elyta Ras Ginting, Senin (25/4/2016).

Dalam metode pelaksanaan, tambah dia, pemberi dukungan teknis pada 4 perusahaan berbeda yang memasukkan penawaran juga sama. Selain itu, juga ditemukan satu orang pengendali dari 4 perusahaan yang memasukkan penawaran.

"Di satu perusahaan orang tersebut berkedudukan sebagai direktur dan di perusahaan lainnya sebagai komisaris dan hal itu diperkuat dengan dokumen asuransi, dan pembayaran asuransi juga diambil dan dibayarakan oleh satu orang yang sama pada 4 perusahaan tersebut," ujarnya.

Selain itu, dari 4 perusahaan yang memasukan penawaran proyek, harga perkiraan masing-masing perusahaan dalam tender proyek alat kesehatan ini, juga hampir persis sama, yang masing-masing dari perusahaan HPS-nya mendekati 0,4 persen.

"Dari HPS dan pelaksanaan tender pengadaan ini, terlihat tidak adanya persaiangan dan kompetisi dalam pelaksanaan tender, dan dari tidak adanya persaingan dan kompetisi ini mengakibatkan kontrak dan pelaksana kegiatan yang dilakukan dalam pengadaan barang itu juga tidak sehat," ujarnya.

Terkait dengan merk dan spesifikasi teknis barang yang diadakan, Hendara mengatakan, sesuai dengan Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa, juga tidak boleh mengarah pada spesifikasi merk tertentu dan harus ada pilihan dan kompetisi.

Tetapi kenyataannya, dalam pelaksanaan pengadaan alkes RSUD Provinsi Tanjunguban-Bintan itu, hanya mengacu kepada satu merk yang mengakibatkan nilai kontraknya tidak wajar.

"Merk tidak boleh mengarah pada satu jenis barang tertentu dan ‎proses pelaksanaan pengadaan harus diyakini Pokja, bahwa dari pengadaan tersebut tidak terjadi persaiangan tidak sehat dan adanya mark-up," sebutnya.

Dari seluruh rangkaian perencanaan, penetapan HPS hingga pada pelaksanaan tender dan pelaksanaan kegiatan, Mahendar menambahkan, apabila proses penyusunan HPS tidak Wajar dan pelaksanaan tender tidak wajar maka akan mengakibatkan harga kontrak juga menjadi harga yang tidak wajar.

Dan berdasarkan dokument Pokja pengadaan Alkes yang diaudit, ada penyimpangan yang dilakukan Pokja dalam pelaksanaan pengadaan yang memenangkan PT Mitra Media sebagai kontraktor pemenang.

"Harusnya, pada saat pelaksanaan pengadaan, harus  ada koreksi atas pemeriksaan PPHP, dan kalau ada kesalahan akan segera dapat diperbaiki. Namun kenyataannya, dari proses pengadaan ditemukan persaingan usaha yang tidak sehat, mengakibatkan harga kontrak yang tidak wajar dan menyebabkan kerugian negara," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, dari pengadaan alat kesehatan RSUD Kepri Tanjunguban, yang menelan dana Rp8 miliar tahun 2011 itu, untuk Pembelian alkes berupa ‎Polymerase Chain Reaction (PCR) atau alat kesehatan pen‎deteksi virus dengan alokasi dana pembelian Rp5 Miliar serta pengadaan alat Hemodialis (HD) atau alat kesehatan pencuci darah sebesar Rp3 miliar dari APBD 2011, mengakibatkan kerugian negara Rp11 miliar lebih.

Sidang akan kembali dilaksanakan minggu mendatang dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi dan terdakwa.

Editor: Udin