Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sohihul Ingin seperti SBY dan Mega, padahal bukan Pendiri PKS
Oleh : Irawan
Senin | 25-04-2016 | 14:58 WIB
Sohibul_Iman.jpg Honda-Batam

Presiden Partai Keadilan Sejahtera Muhammad Sohibul Iman

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna menyarankan kepada kelompok Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman untuk mendirikan partai sendiri jika ingin kader-kadernya termasuk Fahri Hamzah patuh dan taat pada apapun keputusan ketua umum.

"Sohibul Iman dirikan saja partai sendiri seperti halnya SBY dengan Partai Demokrat, Megawati dengan PDIP nya, Prabowo dengan Gerindranya dan lain-lain. Karena hanya partai seperti itulah ketua umum memiliki hak veto dan tidak akan ada kader yang akan melawan," kata Budyatna kepada wartawan di Jakarta, Senin (25/4/2016).

Sohibul menurutnya tidak bisa berperilaku seperti ketua umum-ketua umum partai lainnya, karena karakter PKS yang berbeda. Sejak awal PKS didirikan menurutnya partai yang didirikan untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam itu adalah partai kader.

"Tidak ada satupun kader PKS sejak awal di didirikannya memiliki patron yang harus diikuti tanpa syarat. Jadi saya lucu membaca berita bahwa Sohibul mempersilahkan pada Fahri Hamzah pindah ke partai lain agar bisa belajar untuk taat dan patuh pada putusan ketua umumnya," ujar Budyatna.

Budyatna melihat PKS sudah berubah ternyata dari partai kader menjadi partai yang sama saja dengan partai lainnya. Hanya saja ini tidak bisa berjalan karena Sohibul bukanlah tokoh yang sejak awal mendirikan dan membesarkan partai dengan segala kemampuannya seperti halnya Prabowo, Megawati, SBY, Wiranto dan lainnya.

"Kalau memang PKS seperti yang digembar-gemborkan selama ini adalah partai kader, tidak mungkin ada pemecatan terhadap kader yang semena-mena. Siapapun yang melawan keputusan ketua umum, maka dia harus disingkirkan. Sohibul bukan nabi yang tidak memiliki salah, dia hanya manusia biasa," tegasnya.

Sebagai manusia biasa, maka wajar kalau Sehibul berbuat salah dan tidak harus semuanya diikuti. "Saya rasa kader PKS memahami ini semua, namun saat ini banyak yang takut menyuarakan kebenaran hanya karena takut kehilangan jabatan saja. Makanya Fahri saat ini seperti musuh bersama di PKS," imbuhnya.

Budyatna pun meragukan pemahaman para elit PKS terhadap nilai-nilai Islam karena banyak keputusan PKS yang selama ini justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang selama ini didengung-dengungkan oleh PKS. Sejak kapan dalam Islam diajarkan bahwa boleh melindungi koruptor, karena selama ini toh kader PKS yang terlibat korupsi tidak dipecat.

"Menjelek-jelekkan saudara sendiri itu jelas dilarang. Tapi elit PKS saat ini saling menjelekkan. Bermusuhan lebih dari 3 hari, tapi apa yang diperlihatkan para elit PKS? Mereka bermusuhan terus menerus," ucapnya.

Soal surat edaran untuk tidak berhubungan dengan Fahri, menurut Budyatna jelas bukan ajaran Islam yang mewajibkan umatnya untuk menjaga tali silahturahmi. Termasuk menunjuk seorang wanita menjadi pengganti Fahri sebagai pimpinan DPR.


"Bukan saya menentang pemimpin wanita, tapi kan PKS selama ini selalu menentang pemimpin itu wanita," ujar Budyatna seraya menilai kalau Sohibul tidak pandai berpolitik, berbeda dengan SBY yang lihai.

SBY itu, lanjut Budyatna tidak pernah memecat kadernya meskipun dia kecewa sekalipun. Mengapa, karena SBY lihai membuat kader-kader yang membangkangnya tidak betah dan akhirnya keluar sendiri.

"Ini berbeda dengan apa yang dilakukan Sohibul yang berani memecat kader meski itu bukan partai yang didirikannya sendiri, seperti halnya SBY dengan Partai Demokrat," katanya.

Sebelumnya Presiden PKS membongkar dosa Fahri Hamzah yang dijadikan alasan pemecatan. Dia pun melarang kader PKS berhubungan dengan Fahri, karena dianggap banyak bertentangan dengan sikap Sohibul Iman. Antara Fahri dan Sohibul cs pun terjadi perang kata-kata.

Terakhir Sohibul pun mempersilahkan Fahri untuk pindah ke Partai Demokrat supaya Fahri bisa belajar bahwa di partai lain seperti Partai Demokrat, kader harus mematuhi apapun keputusan ketua umum.

"Dari semua komunikasi yang beliau (Fahri) lakukan, kami berharap beliau juga tahu bagaimana sebenarnya di partai-partai lain. Saya berharap beliau dapat pencerahan dari SBY karena kader Partai Demokrat pun wajib mengikuti keputusan SBY," ujar Sohibul di Kantor DPP PKS, Jakarta, Minggu (24/4/2016) lalu.

Sebagai contoh, kata Sohibul, meski pada awalnya ada anggota Fraksi Partai Demokrat menyetujui adanya revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada akhirnya anggota Fraksi Demokrat menolak dilakukannya revisi.

"Mudah-mudahan pencerahan seperti ini bisa beliau dapatkan ketika berkunjung ke partai lain. Maka kami dorong beliau, silakan bertemu siapapun," kata Sohibul.

Editor: Surya