Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Korupsi Musuh Besar NKRI
Oleh : Opini
Senin | 25-04-2016 | 12:23 WIB
ilustrasi-korupsi-sgt.jpg Honda-Batam

Ilustrasi.

Oleh: Pedro Permana*

PRESTASI Indonesia sebagai negara keenam terkorup di dunia, dan paling korup di Asia, bukan rahasia. Mulai pejabat sampai pegawai terendah di desa/kelurahan banyak tahu tentang itu. Tidak peduli apakah mereka pemuka agama, kalangan terpelajar, orang terhormat, atau preman. Banyak upaya guna memberantas korupsi di NKRI, seperti adanya Undang-undang antikorupsi dan lembaga pemberantasan korupsi serta ormas antikorupsi.

Namun, belum menghasilkan secara maksimal serta tidak membuat para pelakunya jera (tobat). Sementara itu, kasus koruptor masuk penjara tidak jarang menjadi berita utama media cetak atau disiarkan media elektronika pada prime time. Mereka yang tersangka tindak pidana korupsi diperiksa polisi, baik yang diberitakan pers maupun tidak, menjadi bahan pergunjingan masyarakat. Produk hukum yang melarang orang berbuat, sekaligus menjatuhkan sanksi korupsi, sering terpublikasikan.

Sekalipun banyak orang sumpah serapah terhadap koruptor dan calon koruptor, anehnya, korupsi jalan terus. Semakin lama bahkan semakin canggih dan melebar ke hampir seluruh sendi kehidupan publik di NKRI. Pertanyaan mungkinkah korupsi dikikis habis di NKRI? Di semua negara, korupsi ada, walau berbeda atas kepentingan.

Begitu pula dengan keyakinan banyak orang bahwa meniadakan sama sekali korupsi di berbagai negara adalah sesuatu yang mustahil, demikian pula di NKRI.. Di RRC yang pelaku korupsi ditembak mati, Di Korea, seorang wali kota di Korea bunuh diri, hanya karena ia dituduh korupsi. Di Indonesia, bagaimana? Korupsi sudah sedemikian melembaga dan membudayanya.

Dari dahulu sampai sekarang korupsi ada. Sinisme publik mengatakan, sampai menjelang kiamat pun korupsi akan tetap ada, di negara kita. Sebagian orang menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah membudaya dan telah merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Sejak lepasnya pemerintahan Orde Baru, masalah pemberantasan korupsi belum juga tertangani dengan baik. Niat untuk memberantas korupsi cukup kuat.

Berbagai peraturan dan reformasi perundang-undangan tentang korupsi dilahirkan, tetapi tidak membawa hasil yang memadai. Bahkan banyak korupsi baru yang terungkap justru terjadi setelah masa reformasi. Fenomena ini membuat kita bertanya kembali dari sisi filsafat, sebenarnya apa yang terjadi dengan korupsi, mungkinkah kita salah mengartikan tentang apa yang dianggap korupsi dan apa yang tidak korupsi. Kita perlu berpikir kembali tentang aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi dari korupsi.

Menilai kalau korupsi merajalela di Indonesia adalah wajar. Kenapa? Mungkin karena tidak ada hukuman yang setimpal. Harta koruptor tidak disita untuk negara. Korupsi sekian miliar rupiah, disimpan, lalu cuma kena penjara dua atau tiga tahun. Keluar dari penjara masih kaya dan bisa hidup mewah.

"Maling sandal dengan korupsi sekian ratus juta rupiah, hukuman tidak beda jauh. Coba kalau korupsi lansung dihukum mati plus hartanya disita negara untuk bangun negeri, korupsi bakal menyusut drastis. Kalau tidak ada good will atau keinginan baik dari para pemimpinnya, ya susah. Harus ada pelaksanaan prinsip reformasi total dalam menyikat habis praktek korupsi, termasuk pengawasan yang melekat di semua jajaran eksekutif, legislatif, dan yudikatif guna menuju pemerintahan yang bersih, akuntable, dan transparan.

Melihat korupsi di Indonesia sudah terjadi di semua lini tanpa terkecuali. Dimana oknum (pelaku) itu memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan korupsi. Masalah korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat atau instansi-instansi di NKRI ini sudah mendarah daging! Mengapa demikian, hal itu dikarenakan korupsi terjadi sudah hampir terstruktur mulai tingkatan atas hingga bawahan.

Selain itu, oknum-oknum koruptor mencontoh budaya korup dari pendahulu-pendahulu mereka, dengan memanfaatkan celah penegakan hukum di negara ini yang kurang tegas, sehingga memberi ruang terhadap koruptor untuk melakukan aksinya. Semua dilakukan oleh pemegang kuasa anggaran, sehingga tidak banyak lagi yang percaya kepada kehakiman dan penegak hukum lainnya.

Hal ini harus ditindak habis. Jangan membuat rakyat menderita karena ulah koruptor. Kejahatan ini termasuk kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Harus dituntaskan dan dihabiskan jaringan koruptor tersebut. Ini harus dihentikan dan berharap KPK turun tangan untuk tuntaskan kasus-kasus korupsi.

*) Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial