Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Khawatir Perairan Filipina Selatan Jadi Somalia Baru
Oleh : Redaksi
Senin | 25-04-2016 | 11:38 WIB
anggota-Abu-Sayyaf.jpg Honda-Batam

Salah satu tentara Abu Sayyaf di Filipina (Sumber foto: DW Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Indonesia khawatir aksi pembajakan pada rute pelayaran yang sibuk di perairan Filipina selatan bisa meluas seperti yang terjadi di Somalia. Menko Polhukam Luhut Panjaitan minta keamanan diperketat.

Kawasan perairan Filipina Selatan merupakan bagian dari arteri pelayaran utama yang menghasilkan sekitar 40 miliar dollar AS per tahun dengan lalu lintas peti kemas. Jalur ini digunakan oleh banyak supertanker bermuatan penuh yang tidak bisa menggunakan jalur Selat Malaka yang selalu ramai.

Saat ini, ada 18 awak kapal Indonesia dan Malaysia yang diculik kawanan perompak militan dalam tiga serangan terpisah di perairan Filipina. Pelakunya diduga kelompok-kelompok yang punya hubungan dengan jaringan teror al-Qaida dan jaringan militan lokal Abu Sayyaf.

Abu Sayyaf memang dikenal sebagai kelompok yang sangat sering melakukan penculikan untuk mendapat uang tebusan. Kelompok ini juga siap melakukan aksi brutal, seperti pemenggalan kepala, jika tuntutannya tidak dipenuhi. Untuk pembebasan awak kapal asal Indonesia, mereka dilaporkan menuntut uang tebusan 50 juta peso, atau lebih 1 juta Dollar AS.
 
"Kami tidak ingin melihat kawasan ini menjadi Somalia baru," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Luhut B Pandjaitan kepada wartawan minggu lalu. Yang dimaksud adalah kawasan perairan Filipina selatan di sekitar Laut Sulu, lokasi aksi-aksi penculikan.

Pembajakan di lepas pantai Somalia dalam beberapa tahun terakhir mulai mereda, terutama karena perusahaan pelayaran sudah mempekerjakan tenaga keamanan swasta dan banyak kapal militer asing yang sekarang mengawasi perairan Somalia.

Para menteri luar negeri dari Malaysia, Filipina dan Indonesia akan bertemu di Jakarta untuk membahas kemungkinan "patroli bersama guna mengamankan kawasan perbatasan Indonesia-Filipina," kata Luhut Pandjaitan.

Luhut tidak memberikan jadwal pertemuan itu, namun menambahkan bahwa kepala angkatan bersenjata kepala dari ketiga negara juga akan bertemu di Jakarta tanggal 3 Mei mendatang.

Pejabat keamanan dan transportasi Indonesia melakukan pertemuan hari Kamis (21/04/2016) untuk membahas upaya meningkatkan keamanan di daerah itu.

Pusat Pemantauan Perompakan Piracy Reporting Centre yang berbasis di Kuala Lumpur pekan ini memperingatkan semua kapal yang berlayar di Laut Sulawesi dan sebelah timur perairan negara bagian Sabah, Malaysia agar menjauhi kapal-kapal kecil yang mencurigakan.

Meningkatnya aksi-aksi perompakan di laut sekarang berdampak pada perdagangan batubara antara negara-negara di di Asia Tenggara.

Indonesia, eksportir batubara thermal terbesar dunia, memasok 70 persen dari kebutuhan impor batubara Filipina. Karena kekhawatiran keamanan meningkat, pihak berwenang di beberapa pelabuhan batubara Indonesia melarang kapal-kapal berangkat ke Filipina.

"Langkah Indonesia untuk melarang pengiriman batubara adalah tindakan domestik mereka sendiri, sehingga itu hak prerogatif mereka," kata juru bicara Perjanjian Kerjasama Regional tentang Pemberantasan Pembajakan dan Perampokan Bersenjata di Asia (ReCAAP).

Dalam upaya untuk menghentikan aksi-aksi penculikan meluas menjadi "industri" baru, militer Filipina mendesak perusahaan pelayaran yang awak kapalnya disandera agar tidak membayar uang tebusan yang dituntut para penculik.

Aksi-aksi pembajakan di perairan Somalia pada pada akhir dekade lalu mengakibatkan kerugian miliaran dolar AS pada industri perkapalan. Jalur pelayaran sempat lumpuh, ratusan pelaut dan kapalnya diculik di lepas pantai Somalia. Pelakunya adalah sindikat yang terorganisasi dengan baik dan menggunakan alat komunikasi canggih untuk melakukan serangan mendadak. (Sumber: DW Indonesia)

Editor: Udin