Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bunga yang Terjerembab di Lembah Nista
Oleh : Romi Candra
Kamis | 21-04-2016 | 08:00 WIB
bunga lapor.JPG Honda-Batam
Bunga yang terjerembab di lembah nafsu di Batam. (Foto: Romi Candra)

BUNGA itu layu, bukan pada saatnya. Niatnya membantu keluarga dan membiayai adik-adiknya sekolah, menjadi pintu masuk bagi kaki tangan jaringan traficking woman. Bunga pun terjerembab menjadi pemuas nafsu di Batam. Bagaimana kisah kelam Bunga itu? Berikut penuturannya kepada wartawan BATAMTODAY.COM, Romi Candra.

Mengenakan kaos merah, Bunga, tentu bukan nama sebenarnya, selalu menunduk. Ia tutupi wajahnya dengan rambut panjangnya, dan bersembunyi di balik punggung dua orang perempuan berhijab. Dua perempuan ini adalah warga dari kampung halamannya di Palembang yang merantau ke Batam. 

Mereka bersama warga lainnya mengantarkan Bunga, membuat laporan ke Polresta Barelang, Rabu, 20 April 2016, sehari sebelum para perempuan di Indonesia merayakan hari "kemenangan" mereka, Hari Kartini. 

Tubuh mungil, membuat orang tidak percaya bahwa ia sudah berusia 19 tahun. Sikap manja dan polosnya terlihat jelas. Wajar saja jika ia dengan mudah dibujuk rayu orang lain, agar dimanfaatkan dan kini malah dijual, dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK).

Tampak jelas traumatik dari raut wajahnya. Semula, perempuan berparas ayu itu enggan menceritakan kisah kelamnya. "Saya takut dibunuh. Orang tua saya di kampung juga diancam kalau cerita ke orang lain atau lapor polisi," akunya, seakan menutup hatinya untuk percaya lagi pada orang lain. Setelah dibujuk dua perempuan yang menemaninya, kata demi kata pun meluncur dari mulut Bunga. 

Bunga takkan bisa melupakan saat hari-hari indah hidupnya layaknya gadis belia, berubah menjadi malapetaka dan hancur seketika. Peristiwa kelam itu terjadi pada hari Jumat, 5 Februari 2016 lalu. Ya, pada tanggal itulah ia berangkat meninggalkan kampung halaman, dengan satu tujuan, membantu perekonomian keluarga.

Percaya pada tawaran tetangganya sendiri, R, untuk bekerja di rumah makan dengan gaji Rp100 ribu per hari. Tentu saja, itu adalah angka yang lumayan. Apalagi, kehidupan keluarganya di Muara Dua, Oku Selatan, Palembang, jauh dari layak. Bahkan, ia terpaksa berhenti sekolah saat masih kelas II SMA, juga demi membantu orangtua membiayai sekolah adik-adiknya.

"Dalam pikiran saya hanya satu, ingin membuat orang tua bangga, dengan membantu mencari biaya untuk kebutuhan di rumah. Siapa yang tidak mau tawaran kerja dengan gaji sebesar itu, kak," ujar Bunga, sesekali mengintip dari balik rambut panjang yang menutupi wajahnya.

Tawaran itulah yang membuat Bunga langsung memohon izin kedua orang tuanya. Saat itu, sama sekali tak terbersit dalam benaknya prasangka buruk terhadap R. Yang ada saat itu, adalah semangat untuk bekerja membantu ekonomi kedua orang tuanya, itu saja!

Setelah mendapat izin, di hari naas itulah Bunga berangkat dari rumah bersama R. Belakangan, Bunga baru tahu, kalau R  bekerja sebagai PSK. Tidak hanya itu, ternyata R adalah adik dari D, mami tempat Bunga akan dipekerjakan di Batam, cafe  di Bundaran Hyundai Tanjunguncang.

Demi meraih impiannya, Bunga rela naik taxi dari rumahnya menuju Kota Palembang. Rupanya, di dalam taxi itulah Bunga sudah mendapat peringatan pertama dari sang sopir. 

"Sebaiknya kamu pulang saja dek. Kamu tidak tahu mau dibawa ke mana. Nanti kamu dijual orang," ungkap Bunga, menirukan ucapan sopir taxi itu. 

Nasehat itu menyentak kesadaran Bunga. Ia mulai berfikir dua kali untuk pergi, dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Tapi, bujuk rayu R lebih kuat daripada nasehat sopir taxi. Bunga pun luluh.

"Ngapain kamu pulang? Kita sudah separuh jalan. Apa kamu tidak mau membahagiakan orangtuamu. Jangan jadi beban di kampung," bujuk R. 

Akhirnya, ia turuti rayuan R. Sesampai di Palembang, R bukannya menaiki transportasi tujuan Lampung. R justru membawa Bunga ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Bunga sempat bertanya, tapi lagi-lagi bujuk rayu R meluluhkannya. 

"Saya bingung, kenapa dibawa ke bandara. Katanya saya harus tenang saja. Saya harus ikuti dia. Tanpa menaruh curiga, ya saya ikut saja," lanjutnya.

Sampai akhirnya ia sadar, pesawat yang dinaiki telah sampai di tujuan, Bandara Hang Nadim. Kali ini, Bunga tak sanggup lagi menyembunyikan rasa ingin tahunya. Di manakah kita sekarang? Namun pertanyaan itu ia simpan di dalam hati, karena takut pada R.

"Saya baru sadar kalau saya sudah di Batam, setelah keluar dari bandara, dan melihat tulisan-tulisan. Kemudian saya langsung dibawa ke cafe kawasan Hyundai, tempatnya seperti bar-bar gitu. Saya jadi takut sendiri," tutur Bunga, sambil menunduk.

Di situlah kehidupan Bunga berubah drastis. Baru sehari di sana, ia sudah dipaksa mengenakan pakaian super seksi dan dipaksa keluar seakan dipromosikan bahwa ada "anak ayam" yang baru.

Tubuhnya yang mungil dan wajah polos, menjadi incaran para lelaki hidung belang. Karuan saja, Bunga pun menjelma jadi primadona, banyak pria moral bejad yang ingin mencicipi tubuh mungilnya.

Benar saja, selang sehari kemudian, Bunga sudah dipaksa bekerja melayani lima "unggas" ganas. Bunga tak kuasa melawan perintah mami. Karena siksaan menanti, membuat ia harus pasrah dan menjalani kehidupan barunya itu. 

Rupanya, kehadiran Bunga menjadi ancaman bagi para rekan sejawatnya. Mereka iri dan marah kepada Bunga, karena dianggap telah mencuri tamu mereka. Bunga pun kerap dibuly. 

"Saya sempat dicekik oleh PSK lain, karena dianggap mencuri tamunya. Ya saya melawan, toh yang punya uang adalah tamunya. Terserah mereka mau pilih siapa," kata Bunga ketus. 

Sebulan lebih ia jalani kehidupan sebagai pemuas nafsu birahi lelaki hidung belang. Hingga akhirnya ia memiliki kesempatan untuk kabur dari tempat terkutuk itu.

Sekitar pukul 07.00 WIB, ia menyelinap keluar dari mess yang disediakan. Saat itu, para penghuni tengah terlelap tidur. Jarak yang cukup jauh ia tempuh berjalan kaki, dengan pikiran tidak ketahuan. Namun masalah baru muncul, harus dibawa kemana langkah kaki ini melangkah.

Hingga akhirnya ia bertemu seorang lelaki berinisial A. Tanpa basa basi, Bunga meminta bantuan pada A agar ditolong. "Saya pinjam uangnya (A) Rp 1 juta, untuk ogkos pulang. Tapi karena saya tidak memiliki identitas apapun, A membawa saya ke rumahnya," tambah Bunga.

Awalnya ia merasa tenang karena sudah dibantu. Tapi ternyata salah, justru ia juga dimanfaatkan A sebagai pemuas nafsunya. Berkali-kali Bunga harus melayani A, dengan janji akan membantunya pulang ke kampung halaman.

Bunga terpaksa menuruti kemauan A, karena berharap bisa pulang secepatnya. Namun sang mami malah mengetahui persembunyiannya. 

"Mami tahu di mana saya sembuny, dan meminta tebusan pada A Rp4 juta. Katanya itu utang saya yang digunakan untuk biaya berangkat dan makan sesampai di tempat mami itu. Tapi saya merasa utang saya untuk semua biaya sampai di Batam hanya Rp1 jutaan. Imbasnya, saya sekarang berurusan dengan A, karena ia yang membayar tebusan," tutur Bunga. 

Ibarat lepas dari mulut buaya, sekarang Bunga justru masuk ke sarang harimau. Ia harus tunduk pada A, karena memiliki utang. Bunga juga diberi pilihan, bayar utang itu, atau ia harus menjadi istri A.

Pilihan yang sulit itu membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin mengganti uang tersebut, harus dengan apa? Hidupnya saja sekarang sudah luntang-lantung di kampung orang, tanpa ada sanak keluarga.

Dalam pilihan yang sulit harus ia jalani, Tuhan memberinya jalan keluar. Ia berhasil kabur dari rumah A, saat ia tengah pergi bermain futsal.

Tanpa tahu arah dan tujuan, Bunga lagi-lagi berjalan sejauh mungkin. Hingga ia bertemu pria lain berinisial J. J kemudian membantu mencarikan tempat tinggal sementara untuk Bunga, hingga ia mendapatkan biaya untuk ongkos Bunga pulang ke kampung halaman.

"Saya dibantu J, dan disuruh tinggal di Perumnas kawasan Batuaji. Saya tidak tahu persis tempatnya. Sekitar satu bulan saya tinggal," tambahnya lagi.

Karena menunggu terlalu lama, Bunga akhirnya memutuskan untuk mencari Ketua RT di perumahan tersebut, dengan niat, meminta bantuan surat jalan, agar dimudahkan untuk proses pulang ke kampung halaman.

Kepada sang RT, Bunga menceritakan semua yang terjadi. "Pak RT kemudian menanyakan asal saya dari mana. Saya bilang kalau dari Palembang. Pak RT membawa saya ke Paguyuban Palembang, dan akhirnya saya dibawa membuat laporan polisi ini," tambahnya lagi.

Bunga masih diliputi ketakutan, meski sudah membuat laporan. Ia takut terjadi apa-apa terhadap orangtuanya di kampung. "Saya pernah diancam, kalau sempat berusaha kabur atau melapor pada polisi, keluarga saya akan dibunuh," akunya lagi.

Kejadian ini tentu tidak hanya dirasakan Bunga. Mungkin, masih banyak Bunga lain di sana yang terjerat dalam jaringan pelaku traficking woman di Batam. 

"Sekarang dalam pikiran saya hanya satu. Ingin pulang dan bertemu orangtua saya, itu saja bang." 

Sekali lagi, niat mulia seorang anak yang ingin membantu ekonomi keluarga, menjadi pintu masuk bagi kaki tangan bisnis perdagangan manusia. 

Editor: Dardani