Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Korupsi Kantor Camat Bestari Tanjungpinang

Lindungi Keterlibatan Adik dan Oknum DPRD, Dua Terdakwa Cabut Keterangan di BAP
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 20-04-2016 | 20:00 WIB
PINANG-Kantor-camat-Bukit-Bestari-di-Jalan-Batu-Naga-Kelurahan-Dompak-masih-dalam-tahap-pembangunan.png Honda-Batam
Inilah Kantor Camat Bukit Bestari di Jalan Batu Naga, Kelurahan Dompak yang bermasalah pembangunannya.  (Sumber foto: Tanjungpinangpos.co.id)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Dua terdakwa korupsi pembangunan Kantor Camat Bukit Bestari Tanjungpinang, Zulfanedi dan Ahmad Safii, "pasang badan" dan menutup-nutupi keterlibatan oknum anggota DPRD Tanjungpinang, Syafrial, dan adiknya Azrul (DPO) dalam dugaan korupsi uang muka proyek tersebut, yang menelan dana sebesar Rp1,5 miliar tahun 2014 itu.


Jika ‎sebelumnya, terdakwa Ahmad Safii yang merupakan Dirut CV Pilar Dua Inti Perkasa (PDIP), mengaku hanya menerima fee proyek sebesar Rp25 juta atas penggunaan perusahaannya oleh Azwir. Sedangkan sisanya, Rp381 juta seluruhnya diserahkan kepada Azwir yang ditransfer melalui rekening PT Nusa Perdana yang juga milik adik dan oknum anggota DPRD Kota Tanjungpinang dari Fraksi PDIP, Syahrial sebagai komisaris.

"Ketika dapat proyek ini, saya baru 3 bulan ‎menjadi direktur dan saat itu saya dijanjikan akan mendapat persentase 3 persen dari setiap keuntungan yang diperoleh," ujar Ahmad Safii.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Selasa (19/4/2016), Direktur CV PDIP ini kembali mencabut laporannya, dengan mengatakan kalau dirinya saat itu menerima dana termen uang muka proyek itu sebesar Rp187 juta. Sedangkan sisanya Rp219 juta lebih, diserahkan ke Azwir sebagai pembayaran alat berat.

"Saya mencabut laporan saya sebelumnya dan uang yang saya terima saat itu Rp187 juta, dan sisanya Rp219 juta diserahkan kepada Azwir," ujarnya.

Hanya saja, ketika JPU dan majelis hakim mempertanyakan mengapa dirinya mencabut keteranganya itu dan untuk apa sisa dana yang diserahkan tersebut kepada Azwir, terdakwa Ahmad Safii malah berkilah dengan mengatakan saat itu ia grogi dan ‎jengkel pada‎ Azwir, karena dijadikan tersangka dan akan ditahan dalam kasus itu.

"Yang menyusun RAB juga adik Azwir," terangnya.

Keterangan berbelit terdakwa Ahmad Safii, juga terkait land clearing Kantor Camat.

"Itu juga saya cabut, dia mengerjakan dengan alat beratnya karena saya sewa, sedangkan saya mengerjakan tiang pancang Kantor," ujar Ahmad Safii lagi, hingga membuat JPU dan Hakim terlihat geram.

Sedangkan terdakwa Zulfendi, selaku KPA dan PPK mengaku, mencairkan dana proyek, kendati sudah terjadi penyetopan pekerjaan, karena itu menurutnya merupakan hak dari kontraktor.

Kepada Hakim Windi Ratnasari dan JPU, terdakwa juga mengatakan, pengucuran dana uang muka sendiri, awalnya dibarengi dengan uang jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka. Namun asuransi dana itu tidak dapat dicairkan ke rekening Kas Daerah, karena penghentiaan pekerjaan atau kontrak, tidak disebabkan adanya pelanggaran di dalam kontrak.

"Dana jaminan proyeknya memang ada, tetapi saat itu tidak dapat kami cairkan, karena penghentiaan pekerjaan, bukan karena ke-alpaan kontraktor," sebutnya.

Sedangkan mengenai adanya surat dan berita acara penghentiaan pekerjaan proyek yang disebut karena kontraktor cedera janji, dikatakan Zulfenedi merupakan kesalahan redaksional surat.

"Saya akui redaksional surat itu salah, dan yang buat saat itu bukan saya," sebut terdakwa seperti tidak berdosa.

Ketika majelis hakim mencecarnya dengan mengenai dasar hukum pemberian dispensasi pengembalian uang muka, yang sebelumnya dicairkan hingga 1 tahun, Zulfendi saat itu dengan "garang" mengatakan kalau hal itu didasari dari kontrak, yang menyatakan kalau ada permasalahan di antara kedua belah pihak,  diselesaikan secara musyawarah.

Atas jawaban terdakwa, kembali Hakim mencecarnya. "Kalau berdasarkan musyawarah, memang apa yang menjadi permasalahaan antara PPK dan kontraktor?," ujar Hakim Purwaningsi.

Atas pertanyaan Majelis Hakim ini, Zulpenedi-pun terpojok, karena dalam keterangan sebelumnya, dia mengakui, dalam pemutusan kontrak, redaksional cedera janji merupakan kesalahan redaksional. Sementara dalam surat pernyataan yang dibuat kontraktor dengan dirinya selaku PPK sebelumnya, juga tertera surat yang menyatakan, lahan proyek bermasalah dan terhenti, kontrakor tidak akan menuntut apa-apa.

Atas pertanyaan itu, terdakwa Zulpenedi terlihat hanya terdiam dan mengakui kesalahannya.

Usai pemeriksaan kedua terdakwa, Ketua Majelis Hakim Windi Ratnasari SH, didampingi Windi Ratnasari, dan Patan Riadi, menyatakan sidang akan kembali dilaksanakan pada minggu mendatang dengan agenda mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada kedua terdakwa.

Editor: Udin