Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Paruh Kedua Tahun Lalu, BPK Sebut Duit Negara Raib Rp8 Triliun
Oleh : Redaksi
Jum'at | 15-04-2016 | 12:26 WIB
85c832aa-f9c4-4bbf-9854-6ba024562c2f_169.jpg Honda-Batam
Ketua BPK Harry Azhar Aziz (kiri) mengatakan instansinya menemukan ada biaya cost recovery yang tidak semestinya dibebankan ke negara sebesar Rp4 triliun pada semester II tahun lalu. (sumber foto: CNN Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kekurangan penerimaan negara sebesar Rp8 triliun pada semester II 2015. Angka itu menyumbang 81,05 persen dari masalah berdampak finansial temuan BPK sebesar Rp9,87 triliun sepanjang paruh kedua tahun lalu.


Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan kekurangan penerimaan terbesar disumbang oleh masalah cost recovery migas antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas). BPK menemukan adanya hal-hal yang tidak seharusnya dibebankan kepada cost recovery sehingga menggerus penerimaan negara.

"Hasil pemeriksaan BPK atas perhitungan bagi hasil migas pada SKK Migas menunjukkan ada biaya-biaya yang tidak semestinya dibebankan kepada cost recovery di dalam di dalam tujuh Wilayah Kerja (WK) KKKS," jelasnya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, pembebenanan biaya pada cost recovery tersebut mencapai Rp4 triliun atau sebesar 50 persen dari kekurangan penerimaan negara. Sayangnya, bekas Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu enggan menyebutkan nama KKKS pengelola WK yang dimaksud.

"Saya tidak tahu detil nama-namanya, nanti mungkin hal teknis bisa lebih ke Komisi VII DPR. Setelah ini kami serahkan ke Pemerintah bagaimana follow up berikutnya," terangnya.

Selain pembebanan pada cost recovery, BPK juga menemukan potensi kekurangan penerimaan negara pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai, pajak rokok dan denda administrasi senilai Rp843,8 miliar. Di samping itu, terdapat pula kekurangan penerimaan negara dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pertambangan dan PBB tubuh bumi sebesar Rp308,42 miliar.

Keduanya menyumbang 14,4 persen dari total kekurangan penerimaan negara sepanjang semester II tahun lalu. Ia berharap, kasus tersebut dapat ditindaklanjuti oleh instansi terkait.

"Sesungguhnya, efektivitas dari hasil pemeriksaan BPK akan tercapai jika laporannya ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa," ujarnya.

Sebagai informasi, pada semester II tahun lalu BPK menemukan masalah berdampak finansial sebesar Rp9,87 triliun yang terdiri dari kerugian negara sebesar Rp710,91 miliar, potensi kerugian negara senilaiRp 1,15 triliun, dan kekurangan penerimaan senilai Rp8 triliun. Angka ini lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana masalab berdampak finansial tercatat Rp14,74 triliun.


Sumber: CNN Indonesia
Editor: Udin