Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Sandera 10 WNI, RI Diminta Buka Opsi Bayar Tebusan
Oleh : Redaksi
Kamis | 07-04-2016 | 09:26 WIB
abu_sayyaf by ap.jpg Honda-Batam
Kelompok penculik dilaporkan meminta uang tebusan hampir Rp15 miliar. (Foto: AP)

BATAMTODAY.COM, Filipina - Sehari menjelang tenggat waktu pembayaran uang tebusan yang dituntut oleh kelompok penculik, nasib 10 warga Indonesia yang menjadi korban penculikan di wilayah Filipina selatan masih belum jelas.

Walaupun pemerintah Indonesia mengaku terus melakukan koordinasi dengan pemerintah Filipina untuk membebaskan sandera, keluarga korban penculikan mengaku cemas terhadap keselamatan mereka.

Sejumlah laporan menyebutkan para penculik meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp15 miliar, dengan batas waktu Jumat, 8 April 2016.

Mereka diculik pada 26 Maret lalu di perairan Tambulian, di lepas pantai Pulau Tapul, Kepulauan Sulu, Filipina, dan sejauh ini belum ada pihak yang mengaku sebagai pelakunya.

Pemerintah Indonesia melalui KBRI di Manila, Filipina, mengatakan, proses negosiasi untuk menyelamatkan para awak kapal yang disandera "terus berjalan".

"Proses terus berjalan, pemerintah terus mengupayakan berbagai opsi untuk penyelamatan 10 WNI yang disandera, karena prioritas utama adalah keselamatan mereka," kata Basriana Basrul, sekretaris pertama KBRI di Manila, Filipina, kepada wartawan BBC Indonesia melalui sambungan telepon.

Di tempat terpisah, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan negosiasi - yang melibatkan pula perusahaan dua kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 - dengan pihak penculik terus dilakukan.

"Perusahaan juga berkomunikasi dengan mereka (kelompok penculik)," kata Badrodin Haiti kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Belum jelas materi apa yang dikomunikasikan pihak pengusaha dengan para penculik, tetapi peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekaligus pengamat Filpina, Adriana Elisabeth menyarankan, agar opsi tebusan uang lebih diutamakan.

"Kita tidak boleh main-main dengan ancaman ya, karena ada kejadian sandera itu dibunuh. Jadi, cara yang paling cepat membayar uang yang diminta sebagai tebusan," kata Adriana kepada BBC Indonesia, Rabu sore.

Menurutnya, opsi tebusan uang harus menjadi prioritas karena pemerintah Indonesia telah memilih untuk mengutakaman keselamatan sandera. "Itu cara paling praktis, karena negosiasi, diplomasi itu butuh waktu," tambah Adriana.

Sementara, salah seorang keluarga korban penculikan mengaku sangat cemas terhadap keselamatan anaknya menjelang tenggat batas waktu pembayaran uang tebusan.

"Perasaan sebagai orang tua, sangat cemas atas keselamatannya, sebab keselamatan nyawa tidak bisa digantikan apapun," kata Aidil, ayah dari Wendi Rakhadian, kru kapal Anand 12, yang disandera kelompok penculik.

Kepada Ocky Anugrah Mahesa - wartawan di Padang, Sumatera Barat- Aidil mengharapkan pemerintah Indonesia dan pengusaha pemilik kapal agar bisa membebaskan semua sandera dengan cara apa saja, termasuk dengan membayar uang tebusan.

Aidil mengaku telah dihubungi pihak perusahaan kapal pada Senin (04/04) lalu dan mengabarkan bahwa Wendi dalam kondisi "sehat".

Walaupun lebih mengutamakan opsi dialog, pemerintah Indonesia telah menyiapkan pasukan reaksi cepat di Tarakan, Kalimantan Utara. Presiden Jokowi mengatakan berbagai opsi telah disiapkan untuk menyelamatkan sandera.

Pemerintah Filipina telah menolak kemungkinan keterlibatan militer Indonesia dan meminta mempercayakan kepada aparatnya untuk menyelesaikannya.

Kelompok Abu Sayyaf, yang diketahui seringkali melakukan penculikan, pemenggalan, pengeboman dan pemerasan, diduga berada di balik penyanderaan warga Indonesia di Filipina selatan.

Abu Sayyaf merupakan jaringan al-Qaeda di Asia Tenggara ini adalah kelompok paling militan di negara mayoritas Kristen Filipina. (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Dardani