Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemecatan Fahri Hamzah Dinilai Ada Campur Tangan Pemerintah
Oleh : Irawan
Senin | 04-04-2016 | 19:55 WIB
Budyatna.jpg Honda-Batam
Perngamat politik Universitas Indonesia Muhammad Budyatna

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Budyatna, meyakini kalau pemecatan Fahri Hamzah sebagai kader di semua tingkatan, termasuk dari jabatan Wakil Ketua DPR RI oleh PKS tidak lepas dari campur tangah pemerintahan Jokowi.


Kasus Fahri ini seperti juga yang terjadi pada Partai Golkar dan PPP, akan menimbulkan perpecahan di internal partai.

"Pasti ada tangan pemerintah di balik pencopotan Fahri sebagai kader. Karena bagaimanapun, selama ini yang namanya Fahri Hamzah adalah politisi yang kerap membuat kuping pemerintah memerah dan panas. PKS akan pecah juga karena bagaimanapun Fahri punya pengikut," ujar Budyatna kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/4/2016).

Dia juga meyakini bahwa pimpinan PKS saat ini sudah tidak ingin bergabung di KMP (koalisi merah putih) karena kalau PKS masih di KMP seperti yang ditegaskan oleh Presiden PKS Sohibul Iman, tentunya orang seperti Fahri tidak akan tersingkir. Fahri harus disingkirkan karena PKS saat ini nampaknya ingin bergabug dalam pemerintahan Jokowi-JK.

"Hanya dengan cara menyikirkan Fahri langkah PKS akan mulus bergabung ke pemerintahan. Bagaimanapun Fahri ini salah satu otak berdirinya KMP sehingga tidak mungkin kalau PKS masih di KMP orang seperti Fahri disingkirkan. Hanya jika PKS berpindah haluan bergabung dalam pemerintahan saja Fahri harus disingkirkan," tambahnya.

Lagipula menurut Budyatna kalau PKS tetap berada di KMP, maka yang terjadi sama seperti di Partai Golkar, bukan kader seperti Fahri yang diobok-obok oleh pemerintah tapi justru pengurus partai yang resmi lah yang akan menjadi korban.

"PKS nampaknya mengicar posisi di kabinet dalam pemerintahan Jokowi. Ini kan pengurusnya tidak diobok-obok seperti halnya Aburizal di Golkar dan Djan Faridz di PPP," tegasnya.

Budyatna pun yakin bahwa kasus Fahri Hamzah ini hanyalah bentuk pengalihan isu yang digarap dengan menggalang isu. Setiap kali ada isu besar, menurutnya pasti muncul kasus-kasus dimana partai-partai anggota KMP diobok-obok seperti ini. Dengan demikian isu-isu utama pun menjadi teralihkan.

"Pola ini terus digunakan untuk mengalihkan isu. Ketika pemerintah menaikan harga BBM dan mengambil kebijakan-kebijakan tidak pro rakyat, PPP dan Golkar pertama kali yang diobok-obok," katanya.

Begitu pula ketika muncul kasus perpanjangan kontrak Freeport, Setya Novanto yang diobok-obok. Sekarang muncul kasus rekalamasi Teluk Jakarta, giliran PKS dan Fahri Hamzah diobok-obok.

"Ini bukan kebetulan karena jika kasus-kasus itu terus disorot media dan masyarakat, maka akan terbongkar dosa-dosa penguasa. Dengan langkah ini, isu pun menjadi teralihkan," ujar Guru Besar FISIP UI ini lagi.

Namun jelas Budyatna, dalam hal ini, PDI Perjuangan pun pernah menjadi korban Jokowi, yakni ketika PDIP melakukan kongres di Bali beberapa waktu lalu dan ada operasi tangkap tangan kader PDIP di arena kongres.

"Jadi sulit rasanya untuk tidak melihat bahwa ada campur tangan penguasa pada PDIP saat itu karena saat itu sedang ramai diperbincangkan mengenai ketidakharmonisan hubungan Megawai dan Jokowi," tambahnya lagi.

Dia pun menegaskan bahwa rezim pemerintahan Jokowi yang seperti ini jauh lebih buruk daripada zaman otoriter di era Orde Baru sekalipun. Dengan kedok demokrasi, pemerintahan saat ini menghabisi semua lawan politiknya dan hanya melakukan langkah pencitraan semata.

"Saya melihat melumpuhkan Fahri sama juga dengan cara melumpuhkan Golkar dan PPP adalah langkah melumpuhkan demokrasi. Perhatian rakyat pun akan masalah sebenarnya menjadi teralihrkan karenan itu dirinya pun mengingatkan agar media tidak terkecoh dari operasi dengan cara pengalihan isu yang seperti ini," tegas bekas Dekan FISIP UI. (

Editor: Surya