Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Apa Dosa Batam, Pak Mendagri
Oleh : Saibasah
Senin | 29-02-2016 | 14:18 WIB
mendabri by kemendagri.jpg Honda-Batam
Mendagri Tjahjo Kumolo. (Foto : Kemendagri)

SENIN,  29 Februari 2016, masa jabatan Wali Kota Batam Ahmad Dahlan dan wakilnya, H. Muhammad Rudi berakhir. Tapi sayang, keduanya meninggalkan Pemerintah Kota Batam dalam kodisi vacuum of power, alias tak ada yang ditunjuk menjadi orang nomor satu untuk menjalankan roda pemerintahan. Alasannya, karena Mendagri Tjahjo Kumolo belum mengirim telegram. Apa salah Batam Pak Mendagri? Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani tentang sepak terjang sang Mendagri itu untuk Batam.

Rabu, 30 Desember 2015, pukul 10.40 WIB, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berkunjung ke Ibukota Provinsi Kepri, Tanjungpinang. Agenda utamanya, melantik Nuryanto menjadi Penjabat Gubernur Kepri di Gedung Daerah, Tanjungpinang. Karena masa bakti penjabat Gubernur Kepri sebelumnya, Agung Mulyana, sudah memasuki masa pensiun. 

Namun, bukan berita pelantikan orang nomor satu di provinsi ribuan pulau itu yang menjadi headline sejumlah media. Tapi statemen Mendagri Tjahjo Kumolo yang sesumbar, sebelum bulan Januari 2016 berganti bulan, pemerintah akan membubarkan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Kemudian, mengganti Free Trade Zone (FTZ) Batam menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). 

Sontak, statemen yang dilontarkan menteri dari PDIP itu bak petir di siang bolong. Tak ada angin dan tak ada hujan politik, kok tiba-tiba Mendagri melontarkan statemen yang terkesan "sangat menyakinkan". Dampaknya? Iklim investasi di Batam, goncang! 

Investor asing yang bersiap akan landing dananya, mengambil sikap, wait and see. Ada apa ini? UU FTZ yang jelas-jelas tertulis di dalamnya, berlaku selama 70 tahun. Ini baru 10 kok sudah mau dibubarkan. Apa yang salah dengan pemerintah negeri ini?

Untungnya, statemen sang Mendagri itu tak terbukti. Bulan Januari 2016 telah berlalu, tapi omongan sang Mendagri itu tak terbukti. Hal inilah yang mengingatkan masyarakat Batam, pada statemen orang yang sama, Tjahjo Kumolo, bahwa masalah status quo lahan di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Setokok, akan segera tuntas hanya dalam waktu tiga hari setelah dirinya selaku Mendagri disurati. Itu statemen di tahun 2015 lalu. Apa hasilnya? Nihil. 

Investor dan dunia usaha sudah mulai tenang dan menyakini bahwa statemen Tjahjo Kumolo itu, barangkali, hanya terselip lidah saja. Atau, grogi menghadapi gempuran pertanyaan wartawan Kepri yang agresif. Tapi ternyata, sesumbar yang sama diulanginginya kembali di Jakarta, Selasa 16 Februari 2016. Sang Mendagri menegaskan lagi, BP Batam harus dibubarkan, diberangus. Alasannya, karena kewenangan BP Batam yang berasal dari pemerintah pusat itu dulunya dianggap tumpang-tindih dengan tugas dan fungsi Pemerintah Kota Batam.

Baik dalam hal pemberian izin pengelolaan lahan atau tanah, fatwa planologi, tempat pemasangan iklan, SK BKPM tentang registrasi perusahaan di Indonesia, Angka Pengenal Import Terbatas (APIT) bahkan Izin Usaha Tetap (IUT).

Untungnya, pada Kamis 18 Februari 2016 lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan bersama dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri berkunjung ke Batam. Luhut memimpin rapat bersama dengan Gubernur Kepri, H. Muhammad Sani dan para pejabat Kepri lainnya. 

Dalam kesempatan itu, Menko Luhut menegaskan,  belum ada keputusan pemerintah mengenai perubahan status Batam sebagai kawasan perdagangan bebas (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Juga, pembubaran BP Batam. Bahkan, menjawab wartawan, Luhut mengatakan, barangkali Mendagri sedang keseleo lidah. O...., begitu! 

Syukurlah, soal sesumbar bubar-membubaran BP Batam dan mengganti UU FTZ dengan KEK tak sampai menjadi kenyataan. Semakin yakinlah masyarakat Batam, bahwa tak semua statemen seorang Mendagri Tjahjo Kumolo dicerna sebagai kebenaran. Bisa jadi, itu sedang keselip lidah.

Seperti belum puas membuat "geger" di Batam. Hari ini, Senin, 29 Februari 2016, bertepatan dengan pembongkaran kawasan lokalisasi Kalijodo Jakarta, masa kepemimpinan Walikota Batam Ahmad Dahlan dan Wakilnya, H. Muhammad Rudi, juga berakhir. Lagi-lagi, Mendagri bikin manuver yang entah apa tujuannya. Yaitu, membiarkan Pemerintah Kota Batam, vacuum of power alias tak ada orang yang ditunjuk memegang tampuk kepemimpinan. Ya, benar, tak ada penjabat harian atau pun pelaksana tugasnya. 

Padahal, sebelum mengakhiri jabatannya Ahmad Dahlan sudah mengusulkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Batam, Agussahiman untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut agar pemerintahan bisa terus berjalan. "Pemerintahan kan tidak boleh kosong, saya sudah mengirimkan surat kepada Gubernur, kita mengusulkan Pak Sekda," kata Dahlan usai memimpin apel pagi, Senin, 29 Februari /2016.

Sampai hari ini, sang Mendagri Tjahjo Kumolo belum juga mengeluarkan surat petunjuk atau radiogram tentang pergantian tampuk kepemimpinan di Batam. Menyikapai hal itu, Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Kepri, Misni mengatakan, hari ini pihaknya akan berangkat ke Jakarta untuk meminta arahan dan petunjuk mengenai penunjukan Penjabat (PJ) atau Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Batam tersebut.


"Sampai saat ini memang belum ada petunjuk atau radiogram tentang penunjukan dan penetapan pengganti Wali Kota Batam. Oleh karena itu, hari ini rencana kami mau berangkat ke Jakarta untuk minta radiogram dari Mendagri," kata Misni pada BATAMTODAY.COM, Senin, 29 Februari 2016 siang. Ada apa ini Pak Mendagri? Apa salah Batam?

Sementara itu, di kalangan wartawan dan beberapa kedai kopi di Batam, beredar isu bahwa Mandagri Tjahjo Kumolo kecewa dengan sikap pejabat lahan BP Batam. Karena, rumornya, ada anak sang Mendagri yang mengajukan lahan, tapi tak direspon positif oleh pejabat lahan BP Batam. Benarkah begitu Pak Mendagrii? Entahlah.....

Editor: Dardani