Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bersama Tokoh Agama Hadang Arus Radikalisme
Oleh : Opini
Rabu | 24-02-2016 | 16:37 WIB

Oleh: Rahmatullah Kusuma*

AHAD, 21 Februari 2016 lalu. Warga Batam dikejutkan dengan pemulangan 4 warga negara Indonesia dari Singapura. Meski belum memiliki perjanjian ekstradisi, namun pemulangan 4 warga Indonesia via Batam itu cukup mengejutkan. Bagaimana tidak, puluhan polisi bersenjata lengkap memenuhi Pelabuhan Fery International Batam Center.

Selain itu, di pelabuhan itu juga telah hadir Kapolda Kepri Brigjen Pol Sam Budigusdian, MH, Dir Intelkam Polda Kepri Kombes Pol Dwi Suryo Cahyono, SIk, MH, Kapolresta Barelang Kombes Pol Helmi Santika, SH, Sik, Msi, Wakil Kepala Polrestata  Barelang AKBP Suwondo Nainggolan, SH, MH, Kepala Datasemen Gegana Brimob Polda Kepri, AKBP dr. Bambang Wijiasmoro, Kasat Intelkam Polresta Barelang Kompol Eko Wahyu Fredian, Kapolsek KKP AKP Jhon Hery Rakutta Sitepu, Sik.

Mereka semua bersiap menyambut kedatangan Risno, pria kelahiran Purbalingga Jawa Tengah, 6 Desember 1988. Agama Islam. Pekerjaan swasta. Nomor paspor : A9159230 dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Bogor Jawa Barat, tanggal 15 Oktober 2014. Kemudian, Mukhlis Khoirul Rofiq, pria kelahiran Bekasi Jawa Barat, tanggal 18 November 1993. Agama Islam. Pekerjaan swasta. Nomor Paspor: A2386529 dikeluarkan oleh Imigrasi Bekasi tanggal 14 Maret 2012.

Juga, Untung Sugema Mardjuk, pria kehaliran Jakarta 30 Oktober 1967. Agama Islam. Pekerjaan swasta. Nomor paspor: B1214809 dikeluarkan oleh Imgrasi Bogor pada tanggal 02 Juni 2015. Serta, Muhammad Murdadno, pria kelahiran Jakarta 27 Februari 2001. Agama Islam. Pekerjaan swasta. Nomor Paspor: A2386531 dikeluarkan oleh Imigrasi Bekasi 14 Maret 2012.

Keempat orang itu ditangkap polisi Singapura di Bandara International Changi, pada hari Jumat, 19 Februari 2016 lalu pukul 17.00 waktu Singapura, saat mereka akan boarding dengan tujuan negara Suriah. Mereka itu adalah santri Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud Tahfuzul Quran, Yayasan Yatim Piatu, yang beralamat di Jalan Kampung Jami’ RT 02/RW 04 Ciamis, Bogor Jawa Barat. Pemilik pesantren tersebut adalah yaitu Ustad Aman Abdurraman, saat ini masih ditahan Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah.

Meski tidak terkait dengan mereka, namun sebagai warga Batam, mereka dikejutkan dengan pergerakan orang-orang yang terkait dengan jaringan kelompok radikal. Benar analisa sejumlah pihak, bahwa Batam memang telah menjadi jalur pergerakan kelompok radikal yang akan berangkat ke luar negeri. Atau, saat mereka akan kembali ke Indonesia.

Sebagai warga yang tingga di perbatasan, tentu warga Batam tidak dapat menolak kehadiran mereka. Karena toh, mereka yang tergabung dalam jaringan radikal itu tidak beda dengan masyarakat umumnya. Bahkan, selama di Batam mereka juga berkelakuan baik, sama baiknya dengan masyarakat pada umumnya.

Tapi, paham radikal di dalam kepala dan hati mereka, siapa yang tahu. Tak ada yang dapat menghalau sebuah doktrin radikal dari dalam alam pikir dan jiwa seseorang. Kecuali, dengan doktrin lainnya. Inilah yang menjadi tugas kita bersama. Terutama, tugas para tokoh agama.

Peran tokoh agama di Batam akan semakin berat. Karena dengan dijadikannya Batam sebagai jalur kegiatan keluar dan masuk mereka dari luar negeri. Maka, sudah pasti, mereka akan tinggal untuk sementara, atau bahkan transit di Batam. Inilah yang berpotensi menyebarnya doktrin radikal itu di Batam. Maka, untuk melawan paham radikal yang saat ini bergerak bebas di seluruh dunia, termasuk Batam. Tak ada solusi lain, kecuali kita semua harus bersatu padu.

Bersama kita melawan paham radikal yang tidak sesuai dengan falsafah hidup kita sebagai bangsa Indonesia. Bahkan, tidak sesuai dengan ajaran agama Islam yang memang, rahmatan lil ‘alamin, berkah bagi semesta alam. 

*) Penulis adalah pengamat politik dan radikalisme.