Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Cegah Dominasi Peran Jusuf Kalla

Jokowi akan Didapuk sebagai Ketua Umum Golkar
Oleh : Surya
Senin | 15-02-2016 | 18:51 WIB
ARB dan Jokowi.jpg Honda-Batam
Ketua Umum Partai Golkar dan Presiden Joko Widodo

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat, menilai Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) akan menyerahkan kursi Ketua Umum Partai  Golkar pada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Langkah tersebut guna menghadang dominasi Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla yang getol mendukung Agung Laksono (AL), Ketua Umum Golkar versi Munas Ancol Jakarta, yang telah dibubarkan pemerintah.

"Langkah ini sangat logis dengan perhitungan politik dan ekonomi yang sangat matang dan cerdas, yang akan menguntungkan ARB sendiri maupun Presiden Jokowi demi mengamankan posisi masing-masing," kata Syarif di Jakarta, Senin (15/2/2016).

Menurut Syarif, ada beberapa alasan mengapa ARB mau menyerahkan Golkar ke Jokowi dan Jokowi mau menerima permintaan ARB untuk mengamankan Golkar.

Pertama, Wapres JK selaku mantan Ketua Umum Golkar selama ini tidak netral dan cenderung berpihak kepada AL ketimbang ARB dalam konflik Golkar. Sehingga menimbulkan polemik dan konflik baru di Golkar.

"Tadi ARB berharap JK bisa atasi konflik. Tapi kenyataannya jauh panggang dari api karena JK justru berpihak pada Agung. Kalau bisa melalui orang pertama mengapa harus melalui orang kedua,” ujarnya.

Kedua, Golkar tidak punya pilihan untuk tidak masuk dalam kekuasaan atau dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan mendukung pemerintahan Presiden Jokowi.

"Dengan masuk langsung melalui ke Jokowi, maka tentunya posisi ARB dan kubunya lebih memiliki daya tawar ketimbang masuk ke pemerintahan melalui JK," katanya.

Dalam waktu dekat, lanjutnya, bisa jadi Jokowi akan memberikan kursi di kebinet kepada Golkar kubu ARB daripada kubu AL.

"Kalau lewat JK, ARB itu ibaratnya sudah jatuh  tertimpa tangga pula justru kubu Agung lah yang akan mendapatkan kursi  di  pemerintahan," katanya.

Disamping itu, sebagai pengusaha ARB juga akan bergesekan dengan JK dan pengusaha-pengusaha yang menjadi kroni Wapres tersebut, sementara dengan Jokowi, ARB tidak akan berbenturan dalam aspek bisnis.

Alasan ketiga adalah Jokowi sadar bahwa hanya Golkar saja yang bisa mengamankan roda pemerintahannya dan posisinya di Pilpres 2019 apabila ingin maju dalam Pilpres untuk periode kedua.

"Hubungan Jokowi dengan KIH dan PDIP itu masih mendua hanya legalnya saja. Jokowi dengan PDIP itu tidak harmonis, maka dipilihlah Golkar, termasuk menyiapkan perahu untuk periode kedua," katanya.

Keinginan Jokowi untuk menguasai Golkar, lanjut Syarif, juga untuk menghapus image 'petugas partai' yang disematkan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP kepada Jokowi.

"Jokowi tidak mau lagi jadi petugas partai. Keinginan PDIP banyak yang dilawan Jokowi sekarang seperti soal Budi Gunawan dan pergantian Rini Sumarno. Dan jika Jokowi menolak rencana revisi UU KPK, maka lengkap sudah perlawanan dan ketidakpatuhan  Jokowi pada  PDIP dan Megawati,” kata peneliti utama LIPI ini.

Jokowi menilai kemampuan PDIP dalam berpolitik tidak bisa diandalkan, dan banyak kalah strategi dari Koalisi Merah Putih (KMP) yang antara lain didukung Partai Gerindra dan Golkar.

Sementara itu, Ketua Umum AMPG, Yorrys Raweyai  membantah isu bahwa Presiden Jokowi akan didapuk menjadi ketua umum Golkar. 

Jokowi tidak mungkin menjadi ketua umum Golkar karena  Jokowi bukan  kader Golkar yang menjadi syarat untuk dapat memilih dan dipilih sebagai ketua umum dalam kongresnya mendatang.

"Kita akan memilih secara demokratis kader-kader Golkar. Tapi, Jokowi bukan kader Golkar sehingga tidak mungkin bisa dipilih menjadi ketua umum Golkar. Jadi kalau Jokowi dikabarkan akan menjadi ketua umum Golkar, ini isu yang ngawur," tegas Yorrys.

Yorrys menambahkan, Jokowi juga tidak akan mengingkari komitmennya soal larangan rangkap jabatan di pemerintahan dan partai.

"Ke Pak JK kita tawarkan untuk menjadi semacam plt ketum dalam masa rekonsiliasi ini, tapi Pak JK menolak, karena sudaha da komitmen dengan Pak Jokowi gak akan jadi ketum parpol," katanya.

Saat ini, kata Yorrys, Golkar juga telah mendukung pemerintahan dan kekuasaan yang ada. 

"Jadi untuk apalagi Jokowi mengambil alih Golkar, dan sudah mendukung pemerintahan, sudah sesuai ideologinya jangan dibelokkan lagi. Golkar bukan oposisi lagi, dan Pak Jokowi kan kader PDIP," katanya.

Editor: Surya