Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bebani Pengusaha dan Tumpang Tindih dengan BPJS

Kadin dan Apindo Tolak Pengesahan RUU Tapera Jadi UU
Oleh : Surya
Selasa | 02-02-2016 | 12:40 WIB
Kadin_Prescon.jpg Honda-Batam
Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani dan Ketua Umum Apindo Hariadi B Sukamdani saat menyampaikan keterangan pers soal penolakan terhadap RUU Tapera

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Pemerintah bersama DPR-RI direncanakan pada Februari 2016 ini, akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU), Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dalam upaya memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).


Pengusaha Indonesia yang tergabung di dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serta Asosiasi-asosiasi Bisnis, Selasa (2/2/2016) mendeklarasikan penolakan terhadap RUU Tapera ini tanpa kompromi dan negosiasi lagi 

Kadin dan Apindo sebenarnya menghargai tujuan dari RUU Tapera untuk memberikan perumahan bagi MBR, namun pengusaha menolak draft RUU yang membebankan sumber pendanaan dan pengadaan perumahan tersebut kepada pelaku usaha dan pekerja formil.

"Pemerintah lewat DPR berencana akan sahkan RUU Tapera pada pertengahan Februari, tadinya Maret. Sebenarnya, baik dari Apindo dan Kadin, kami sudah berikan sikap terakhir pada bulan November, kami bersama Kadin dan Apindo menolak RUU Tapera," ujar Ketua Umum Kadin, Rosan P. Roeslani, di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (2/2/2016).

Menurut Rosan, pelaku usaha sudah dibebankan biaya sebesar 10,24%-11,74% dari penghasilan pekerja untuk program jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan serta cadangan pesangon sebesar 8%. Jika ditambah dengan rata-rata kenaikan UMP dalam lima tahun terakhir yang sebesar 14%, maka total beban pengusaha bakal mencapai 35%.

"Kita menolak ini (UU Tapera), karena kita lihat inisiatifnya baik tapi tumpang tindih dengan BPJS. Kita ingin dunia usaha berkembang dan kompetitif, tapi apabila dalam pelaksanaannya banyak dibebabnkan di dunia usaha, ini enggak perlu. Ini akan jadi beban dan tidak kompetitif," katanya.

Pihaknya memahami bahwa pemerintah ingin mendorong dunia usaha. Pemerintah juga mengundang banyak investor lokal dan asing untuk berinvestasi di Indonesia melalui permudahan regulasi dan kebijakan untuk UMKM dan logistik. 
Namun, dengan adanya RUU Tapera ini, malah menjadi beban yang seharusnya tidak perlu.

Dia menjelaskan, beban dunia usaha sudah mencapai 11,75%. Sesuai aturan, pengusaha harus menyiapkan cadangan pesangon ditambah beban kenaikan UMP dan inflasi. 

"Kalau dihitung, total beban pengusaha hampir 35%. Jika ditambah RUU Tapera 3%, 0,5% dibebankan ke penyedia kerja, tapi ujung-ujungnya bakalan menjadi penyedia kerja," jelasnya.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani. Ia mengatakan, RUU Tapera ini harus dicermati karena sasarannya sama dengan BPJS, dan menyasar pekerja-pekerja mandiri.

Selain itu, RUU ini dinilai bakal menjadi beban baru di masyarakat karena selain membayarkan untuk BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, gaji mereka bakal dipotong untuk Tapera.

"‎RUU Tapera ini akan jadi murni beban baru, dan itu enggak perlu. Apabila pemerintah mau melakukan ini, lebih baik disasarkan ke yang lain atau bukan pekerja mandiri yang bukan menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan. Ini kecerobohan, membuat satu UU yang membuat tumpang tindih," jelas Haryadi.

Editor : Surya