Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Nelsen Bur Berkelit, Majelis Hakim Berang
Oleh : Gokli
Senin | 25-01-2016 | 19:18 WIB
sidang-nelsen-bur.jpg Honda-Batam
Nelsen Bur saat memberikan keterangan dalam persidangan di PN Batam. (Foto: Gokli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Nelsen Bur, PNS Pemerintah Provinsi Kepri yang menjadi terdakwa pidana perdagangan orang, berkelit saat memberikan keterangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (25/1/2016) sore.

Selain berkelit, keterangan yang disampaikan terdakwa juga sulit diterima akal sehat Majelis Hakim, Wahyu Prasetyo Wibowo, Tiwik, dan Iman. Sebab, keterangan Nelsen Bur berbeda dengan keterangan saksi yang dibenarkannya pada persidangan sebelumnya.

"Anda (terdakwa) memang tidak disumpah untuk memberi keterangan, tapi keterangan yang anda sampaikan tidak masuk diakal," ujar Wahyu, dengan nada suara tinggi.

Dalam persidangan, Nelsen Bur menerangkan, dua korban yang akan dikirim ke Malaysia itu awalnya mau dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di Batuaji, rumah saudaranya. Tetapi, setelah korban, NN yang masih berumur 16 tahun tiba di Batam, sambung Nelsen, saudaranya meminta untuk ditunda.

"Karena adik saya bilang ditunda dulu, korban (NN) malah minta untuk pergi ke Malaysia jumpai ibunya. Ia (korban) minta saya untuk uruskan paspornya," kata Nelsen.

Untuk mengurus paspor kedua korban, Nelsen bilang, ia minta bantuan sama Taufiq (calo paspor di Batam). Dengan membayar Rp 4,5 juta, Taufiq disebut dapat mengurus paspor kedua korban tanpa dilengkapi dokumen resmi.

"Taufiq yang urus paspor dan palsukan semua dokumen untuk pengurusan. Saya hanya bayar Rp4,5 juta saja," kata Nelsen.

Keterangan inilah yang membuat Majelis Hakim berang. Pasalnya, sejak awal terdakwa mengaku tidak memiliki perusahaan penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Bahkan, pekerjaan terdakwa sebagai Kabid Pos dan Telekomunikasi di Dinas Kominfo Kepri sama sekali tidak berhubungan dengan TKI.

Kendati Nelsen Bur berkelit, ia membenarkan sudah pernah mengirim sebanyak 67 orang TKI ke Malaysia. Pengiriman itu, kata Nelsen terjadi sekitar tahun 2011 lalu.

"Kalau yang 67 orang itu tenaga skil semua. Yang dua orang ini atas permintaan mereka (korban)," kilahnya.

Usai mendengar keterangan Nelsen Bur, Majelis Hakim, menunda sidang sampai satu minggu. Sebelum sidang ditutup, Majelis juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Barnad segera menyelesaikan surat tuntutan.

Sebelumnya, dua korban yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan, Fitriyatun alias Fitri dan Nn (16) menerangkan bahwa terdakwa akan mengirim mereka ke Malaysia menjadi PRT menggunakan Paspor Pelancong. Dimana, kata saksi, Paspor tersebut dibuat di Imigrasi Belakang Padang menggunakan dokumen yang sudah terlebih dulu dipalsukan terdakwa dan Taufiq (DPO).

"Saya dan Nn nolak dikirim ke Malaysia karena dokumen sebagai tenaga kerja tidak ada. Kami (Fitri dan Nn) hanya dikasih paspor pelancong," kata Fitri. Baca: Dua Korban Trafficking Akui akan Dikirim Nelsen Bur ke Malaysia jadi PRT

Akibat menolak dikirim ke Malaysia, kata Fitri, terdakwa mengancam agar kedua korban membayar ganti rugi masing-masing Rp 10 juta. Uang itu sebagai pengganti biaya transportasi dari Jakarta sampai ke Batam dan biaya pengurusan paspor.

"Saya sempat dikurung di kamar karena tetap nolak untuk ke Malaysia. Saya juga tak punya uang untuk ganti biaya yang dikeluarkan terdakwa," katanya.

Editor: Dodo