Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Si Cantik yang akan Mengubah Arab Saudi
Oleh : Redaksi
Senin | 25-01-2016 | 09:18 WIB
rawan_albutairi_saudi_arabia_by_bbc.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Rawan Albutairi. (Foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Saudi - Rawan Albutairi menarik perhatian dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos. Dia merupakan salah seorang dari delegasi perempuan yang berjumlah 18%, dan sangat jarang yang berusia di bawah 30 tahun - terutama yang berasal dari Arab Saudi.


Tetapi, perempuan berusia 28 tahun ini tampak berbeda, karena alasan lain. Dia memimpin analis keuangan di perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia, Aramco, mengelola anggaran multi-milliar dollar, dan merupakan salah satu peraih "Global Shapers", sebuah penghargaan bagi karyanya dalam mendorong perempuan muda untuk memasuki dunia kerja di Arab Saudi yang didominasi oleh laki-laki.

Terlebih lagi, dia saat ini juga tengah menjalani pelatihan untuk persiapan mengikuti Olimpiade Rio, yang digelar pada akhir tahun ini -dia akan berkompetisi sebagai atlet perempuan pertama dalam tim anggar Kerajaan Saudi.

Di Arab Saudi, hanya satu dari lima perempuan usia produktif yang menjadi pekerja, menurut data Bank Dunia, dan penurunan harga minyak meningkatkan tekanan terhadap perusahaan yang tidak dapat mampu memelihara orang-orang berbakat ini.

Rawan meraih sukses tak lepas dari "keluarganya yang sangat progresif". "Ayah saya mengajarkan kami mandiri sejak kami masih sangat kecil," jelas dia.

Dua orang kakak perempuannya belajar dalam sistem pendidikan tradisional Saudi, tetapi Rawan tidak terlalu terkesan dan menginginkan "yang lebih dari itu."

Beruntungnya, dia merupakan salah satu dari orang-orang pertama yang mendapat manfaat dari program beasiswa Raja Abdullah, yang diluncurkan pada 2005 untuk membantu warga Saudi yang ambisius untuk melanjutkan sekolah ke Amerika Serikat. Di Universitas Maine, di mana dia belajar keuangan, mengalami suatu gegar budaya.

Banyak mahasiswa mempertanyakan mengapa dia tidak menggunakan penutup kepala, apakah perempuan benar-benar dilarang menyetir di Kerajaan Saudi, dan apakah kelak kalau pernikahannya melalui perjodohan, ia akan menerima.
Di AS, dia juga belajar anggar, dan banyak berpergian.

Tetapi akhirnya, kampung halaman memanggil." Saya kangen keluarga saya, jadi saya memutuskan untuk kembali ke Saudi," kata dia, tanpa tanda-tanda penyesalan. "Jika Anda melihat kampus Aramco, Anda tidak akan menyalahkan seseorang yang ingin bekerja di sana".

Melalui pusat Al-Khobar Global Shapers, yang didirikannya, Rawan bekerja bersama sekolah-sekolah setempat (hanya sekolah anak perempuan, dia tidak diijinkan untuk memasuki sekolah laki-laki) datang ke kelas-kelas dan berupaya untuk menginspirasi anak-anak perempuan untuk merintis karir seperti yang dilakukannya.

"Anda dapat melihat di mata mereka; mereka ingin menjadi insiyur, mereka ingin menjadi pengacara, tetapi mereka kurang mendapatkan bimbingan, mereka kekurangan sumber daya," kata dia.

Tetapi, meski hambatan untuk berusaha jelas terlihat bagi anak-anak perempuan di Arab Saudi, seperti larangan bagi perempuan untuk menyetir, atau meninggalkan rumah tanpa ditemani, Rawan mengatakan yang lebih menentukan adalah apa yang terjadi di rumah.

"Sayangnya, banyak anak-anak perempuan, perjalanan karirnya tidak hanya ditentukan oleh mereka ingin menjadi apa, tetapi juga oleh budaya dan latar belakang mereka.

"Kami berupaya dan mendorong mereka, tetapi masalahnya lebih pada bagaimana mereka mendorong orangtua agar setuju."
Mungkin tidak mengejutkan, Rawan berhati-hati mengkritik pemerintah Saudi, juga tak ingin masuk dalam perdebatan mengenai kelebihan pasokan dalam pasar minyak global.

Dia bersikeras pemerintah telah "berupaya yang terbaik" untuk membuat anak-anak muda terpapar pada tokoh panutan seperti dirinya, dan membuat lebih banyak perempuan masuk dunia kerja.

Salah satu contoh yang dia sebut adalah skema Nitaqat - atau seperti yang dikenal dengan nama "Saudinisasi"- yang dirancang untuk mendorong perusahaan-perusahaan untuk mempekerjakan warga negara Arab Saudi, dan bukan orang asing.

"Jika Anda mempekerjakan seorang pria Saudi, Anda mendapatkan satu poin untuk program Anda," kata Rawan, "Tetapi jika Anda mempekerjakan perempuan, Anda mendapat dua poin".

Dia juga bersemangat nunjukkan, setidaknya di tempatnya bekerja, perempuan diberi kesempatan yang sama.
"Perbedaannya adalah bahwa kami menggunakan Abaya (pakaian hitam). Saya berbicara kepada beberapa orang yang bekerja untuk Exxon Mobil dan Shell, dan kami melakukan hal yang sama!"

Terkait larangan mengemudi bagi perempuan, Rawan mengaku senang memiliki seorang supir, meskipun dia "lebih suka untuk memiliki pilihan," untuk mempunyai mobil sendiri, dan yakin bahwa peraturan itu akan lebih longgar dalam beberapa tahun mendatang.

Dia juga mengatakan banyak teman sebayanya yang mengabaikan ketentuan itu, dan bahwa perempuan meninggalkan rumah tanpa ditemani juga merupakan sesuatu yang lumrah terjadi.

Tetapi, Anda akan merasakan bahwa Rawan menyepelekan sisi ketentuan keras kerajaan, dengan keyakinan bahwa mempermasalahkan otoritas akan mengalihkan perhatian dari kemajuan yang dibuat oleh perempuan seperti dia. "Saya sangat yakin bahwa perubahan sedang terjadi," kata dia.

Tetapi saat ini, bagaimanapun, Rawan akan segera fokus pada anggar. Dalam beberapa bulan ke depan dia akan menghadapi latihan-latihan dan mengikuti berbagai turnamen, dan beralih sementara dari pekerjaannya yang sangat menuntut.

Apakah dia yakin dapat meraih medali di Olympiade Rio 2016? Rawan dengan gugup terkekeh - "Saya harap, Insya Allah!" (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Dardani